Alhamdulillahirabbil`alamin, banyak nikmat yang Allah
berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk
Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ”JUDUL MAKALAH”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan
dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis
(Pak Ihsan,Bu khusniah) yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan
yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini
bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik
lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas
dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat
lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Pasuruan, 15 Agustus 2013
Penyusun,
Achmad Chaza Ainal Chaq
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang anak didalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan
sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan
dalam keadaan lemah dan suci/fitrah, dan alam sekitarnyalah yang akan
memberikan corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak,
khususnya pendidikan karakter.
Karena itu Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan terhadap anak dan
memberikan konsep secara kongkrit yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dimana
terdapat dalam Surat Al-Isra Ayat 23-24 dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan
pendidikan bagi anak, namun terlebih dahulu marilah kita uraikan apa
makna/definisi dari pendidikan dan arti anak itu sendiri.
B. Tujuan
1. Mengetahui tafsiran Q.S. Al-Isra’ , ayat 23-24
2. Mengetahui kandungan Q.S. Al-Isra’ , ayat 23-24
C. Rumusan Masalah
1. Apa tafsiran Q.S. Al-Isra’ , ayat 23-24 ?
2. Apa kandungan Q.S. Al-Isra’ , ayat 23-24?
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Tafsir Ayat
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil”.
Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah
bir al-walidain adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak
menjadi bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa
orang tua tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik
kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam
berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya
terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang
tua dan juga lupa akan pengorbanannya. Namun demikian anak perlu melihat ke
belakang untuk menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya. Jadi mempelajari
cara orang tua dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
Dengan demikian, perintah anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua menjadi
wajib dengan syarat orang tua telah terlebih dahulu berbuat ihsan kepadanya.
Ihsan orang tua terhadap anak sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan
ke dunia ini dalam keadaan lemah tidak berdaya, tidak tahu apa-apa, dan
perlu pertolongan orang lain. Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat
bergantung sepenuhnya kepada orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan
didikan yang akan diberikan kepadanya.
Hal kedua yang dapat dijadikan konsep pendidikan
emosional anak adalah
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Kondisi lemah
anak yang masih kecil dalam asuhan orang tua sama halnya dengan kondisi orang
tua yang telah tua renta dalam asuhan anak. Ketika Allah mewajibkan anak untuk
berbuat baik kepada orang tua sebagai balasan orang tua yang telah
memperlakukan anak dengan baik dan susah payah ketika anak kecil, maka secara
otomatis orang tua juga dituntut hal yang sama yakni memperlakukan anak dengan
baik; tidak bersikap yang menunjukkan kebosanan dan kejemuan secara lisan
maupun bahasa tubuh. Berkaitan dengan hal ini, orang tua seharusnya tidak
mengabaikan aspek psikologis dalam mengasuh anak. Anak memerlukan perhatian dan
kasih sayang. Meskipun belum bisa berpikir logis, anak tetap memerlukan kasih
sayang dan cinta orang tua. Pemberian materi yang banyak tanpa dibarengi dengan
perhatian dan rasa cinta dari orang tua akan membuat anak merasa tidak ada
ikatan emosi antara dirinya dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap
apa yang dirasakan oleh orang tuanya, apalagi ketika orang tua telah renta.
Memperlakukan anak dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang bukan hanya
membantu anak berkembang dengan positif tetapi juga memudahkan orang tua untuk
mengontrolnya. Di saat orang tua bersikap lemah lembut dan sayang kepadanya,
maka anak tersebut akan mudah untuk diajak kerjasama dan akan bersikapmenurut.
Memperhatikan aspek psikologis anak dapat diwujudkan dengan sikap dan
perkataan. Allah mewajibkan anak untuk berkata lemah lembut dan tidak
menghardik orang tua ketika mereka telah pikun karena orang tua telah berlaku
sabar, bersikap lembut dan tidak menghardik anak. Dengan demikian orang tua
juga dituntut untuk lemah lembut dalam perkataan dan tidak menghardik anak.
Anak kecil yang belum bisa berpikir rasional dan logis sama halnya seperti
orang tua yang telah pikun. Anak kecil tentunya akan merasa senang dengan
dunianya. Misalnya anak kecil mempermainkan kotorannya sendiri yang menurut
daya nalar anak apa yang dilakukannya tersebut baik dan menyenangkan. Meskipun
hal demikian belum tentu logis dan baik menurut pemikiran orang dewasa. Dalam
hal ini orangtua perlu bersikap sabar. Penghinaan dan celaan adalah tindakan
yang dilarang dalam pendidikan, sekalipun terhadap bocah kecil yang belum
berumur satu bulan. Anak bayi sangatlah peka perasaannya. Ia dapat merasakan
orang tua tidak senang dan tidak menyukainya melalui sikap, bahkan yang masih
tersirat dalam hati orang tua, lebih-lebih lagi melalui perkataan yang jelas.
Sikap orang tua dalam menghadapi dan mengasuh anak pada masa kecil memerlukan
kesabaran dan tutur kata yang baik atau qaulan karima. Tutur kata yang baik
bisa diwujudkan seiring dengan adanya kesabaran. Apabila tidak ada kesabaran
dalam diri orang tua tentunya kata-kata kasar dan hardikan akan keluar tanpa
terkendali. Dan perkataan kasar serta hardikan tidak disenangi anak, walaupun
menurut orang tua semua itu demi kebaikan anak. Sebab yang dirasakan oleh anak
bahwa kata-kata yang tidak lemah lembut merupakan bukti ketidaksenangan
orangtua terhadapnya.
[1] Pengendalian tutur kata agar selalu terucap yang
baik merupakan bentuk kesabaran dan penghargaan orang tua terhadap anak. Ada
sebagian keluarga di mana orang tua selalu menggunakan perkataan kotor ketika
berbicara dengan anak-anak mereka. Padahal pada setiap tempat, terjaganya
lingkungan masyarakat akan tergantung pada istilah-istilah dan ungkapan bahasa
yang digunakan oleh ayah dan ibu kepada putra putrinya. Membiasakan anak
bersikap sopan santun dalam berbicara adalah tugas orang tua, karena anak
mengambil dan belajar dari kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya tidak
memiliki cara yang benar dalam berbicara, maka mereka berdua tidak akan mampu
mengajari anak-anak mereka sama sekali.
[2] Qaulan karima merupakan perkataan yang baik,
lembut dan memiliki unsur menghargai bukan menghakimi. Dengan demikian anak
akan bisa menilai kadar keperdulian orang tua terhadap dirinya melalui
perkataan yang didengarnya. Di samping memberikan dampak secara psikologis,
gawl karim juga menjadi acuan bagi anak untuk mengikuti pola yang serupa.
Sebagai konsekuensinya anak berbicara dengan perkataan yang baik kepada orang
tua sehingga akan terjalin ikatan emosional antara anak danorangtua.
Perkataan kasar dan caci maki, sebagai kebalikan dari
pendapat di atas, akan membuat anak terbiasa dengan kata-kata tersebut.
Terbiasa di sini dimaksudkan bahwa ketika orang tua melontarkan cacian kepada
anak sebagai tanda marah, anak tidak akan menghiraukan lagi.
[3] Dan membentak anak sekalipun ia masih sangat
kecil, berarti penghinaan dan celaan terhadap kepribadiannya sesuai kepekaan
jiwanya. Dampak negatif ini tumbuh dan berkembang hingga menghancurkan
kepribadian dan mengubah manusia menjadi ahli maksiat dan penjahat yang tidak
lagi peduli dengan perbuatan dosa dan haram.
[4] Melalui kata yang baik, bijak dan juga pujian,
anak akan merasa dihargai dan keberadaannya di antara anggota keluarga menjadi
berarti. Seberapapun tinggi pendidikan dan juga pengetahuan yang diperoleh
orang tua tentunya orang tua tidak bisa memandang segala sesuatunya dari sudut
pandangnya sendiri. Sebab anak yang masih kecil belum mampu menjangkau
pemikiran orang tua. Dengan demikian orang tua dalam usaha mendidik dan
mengarahkan anak berusaha untuk memposisikan diri pada sudut pandang anak yang
masih kecil tersebut kalau tidak akan selalu terjadi ketegangan. Dan sebagai
konsekuensinya perkataan tidak baik akan ditangkap oleh anak.
[5] Berkaitan dengan cara pandang orang tua yang
berbeda dengan anak kecil, di sini perlu dirujuk kembali pendapat al-Tabariy
yang menyatakan bahwa anak harus membiarkan apa yang dicintai dan diingini oleh
kedua orang tua ketika keduanya dalam asuhannya selama tidak bermaksiat kepada
Allah. Anjuran untuk membiarkan apa yang diinginkan oleh orang tua dimaksudkan
untuk menjaga perasaan keduanya, agar mereka tidak sakit hati dan tersinggung.
Hal demikian juga dapat diterapkan dalam mendidik anak. Orang tua tidak perlu
terlalu protektif dengan lebih banyak mengeluarkan intruksi larangan dari pada
membolehkan. Apabila orang tua banyak melarang segala sesuatu yang akan
dilakukan oleh anak, anak akan menilai orang tua sebagai sosok yang otoriter,
kejam dan tidak memahami perasaan serta kemauannya. Dan juga anak akan
cenderung tidak berani bertindak. Jika hal demikian terjadi maka kreativitas
anak akan hilang dan anak tidak merasa adanya keterikatan emosi dengan orang
tua. Oleh karena itu orang tua, dalam konteks ini, tidak terlalu banyak
melarang apa yang akan dilakukan oleh anak selama tidak membahayakan dirinya
dan juga selama tidak keluar dari norma-norma islami. Selanjutnya, setelah
berbuat ihsan dan berkata dengan qawl karim kepada anak, orang tua juga
dianjurkan untuk mendo’akan anak seperti Allah menganjurkan anak untuk mendo’
akan orang tua dalam akhir ayat 24 surat al-Isra’ tersebut. Sebab mendo’akan
anak merupakan bagian bentuk tanggung jawab orang tua kepada generasi
penerusnya, yang tidak ingin melihat mereka sebagai generasi yang amburadul,
loyo dan tidak mengerti akan tanggung jawabnya.
[6] Sebagaimana Rasulullah Saw pernah mendo’akan
cucunya Hasan dan Husain. Hadith tersebut adalah sebagai berikut: Artinya: Ya
Allah, kasihilah mereka berdua, sebab aku mengasihinya pada intinya merupakan
perintah kepada anak untuk mendo’akan kedua orang tuanya. Namun penggalan ayat
tersebut merupakan keyword dari keseluruhan konsep interaksi edukatif pada
aspek emosional antara orang tua dan anak. Orang tua berhak mendapatkan Ihsan,
qawlan karima dan juga rahmah seperti yang terdapat pada penggalan ayat
tersebut, apabila ia telah berbuat hal yang sama terhadap anak terlebih dahulu.
Hal ini dapat dipahami dari kata kama rabbayani shaghira. Dan dalam kata
tersebut terkandung unsur cause and effect atau causalitas. Kata rabbayani dalam
penggalan ayat tersebut merupakan akumulasi dari sikap Ihsan, qawlan karlma dan
juga rahmah orang tua terhadap anak. Singkatnya sikap orang tua terhadap
anak berdasarkan konsep pendidikan emosional yang terdapat dalam surat al-Isra’
23-24 adalah dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak,
bersikap lemah lembut, berkata dengan perkataan yang baik, dan tidak memaksakan
kehendak orang tua sebab dunia anak dan orang dewasa itu berbeda atau dengan
kata lain orang tua memberikan kelonggaran bagi anak untuk berkreativitas
selama tidak menyimpang dari ajaran agama. Serta mendo’akan anak agar Allah
senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya terhadap anak. Sikap orang tua terhadap
anak tersebut memerlukan kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar. Orang tua
yang telah bersabar dan berkorban dalam mendidik dan mengarahkan anak agar
menjadi anak yang shalih berhak mendapatkan do’a seperti yang disinyalir oleh
Allah dalam firman-Nya:
Artinya: Dan ucapkanlah: `wahai Tuhanku, kasihilah
keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.
(Al-Isra’:24).
B. Pengertian
Pendidikan
Didalam berbagai literatur ilmu pendidikan, beberapa pakar/ahli pendidikan
sepakat bahwa kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogie, terdiri
dari kata “PAIS” yang artinya anak dan kata “AGAIN” yang artinya membimbing.
Jadi Paedagogie secara bahasa diartikan bimbingan yang diberikan kepada anak.
Menurut istilah, pendidikan (paedagogie) diartikan oleh beberapa pakar
sebagai berikut:
1) Drs.H.Abu Ahmadi dan Dra.Hj.Nur Uhbiyati P
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan secara sadar dan disenagja
serta penuh rasa tanggungjawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak
agar anak tersebut mencapai tingkat kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung
terus menerus;
2) Ki Hajar Dewantoro
Mendidik adalah kegiatan menuntun segala kodrat/bawaan yang ada pada
anak-anak agar mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.
C. Pengertian
Anak
Menurut Islam, anak merupakan sebuah amanah dari Allah SWT yang diembankan
kepada hamba-Nya yang dikehendaki, yang dilahirkan dalam keadaan suci/fitrah.
Karena itu, tanggungjawab pendidikan seorang anak secara khusus dibebankan
kepada orang tuanya,
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(Qs. Al Israa’ [17]:23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”
(Qs. Al Israa’ [17]:24)
Takwil firman Allah :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا
(Dan tuhanmu telah memrintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.)
Maksud ayat ini adalah, wahai Muhammad, Tuhanmu telah
menetapkan perintah-Nya kepada kalian untuk tidak menyembah selain Allah,
karena tiada yang patut disembah selain Allah.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
birrulwalidain yang menjadi pusat masalah adlah anak, karena orang tua sudah
paham benar tentang tanggung jawab mereka kepada anak. Namun, anak sering lupa
tentang apa yang harus dilakukan mereka kepada orang tuanya, bagaimana
menghormati kedua orang tuanya. Oleh karena itu, di butuhkan media untuk
membuat anak tau dan tidak lupa tentang birrulwalidain dan media itu adalah
Pendidikan.
B. Saran
·
Untuk para orang tua : memberi
pendidikan yang baik kepada anak. Bukan hanya ilmu duniawi, yang terpenting
adalh ilmu agamanya. Agar menjadi anak yang soleh.
·
Untuk para anak : belajar dengan baik, agar menjadi
anak yang soleh
Penulis: Achmad Chaza Ainal Chaq, Siswa Kelas XII IPA 2,
MAN Insan Cendekia Gorontalo
0 Comments:
Posting Komentar