Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

KAJIAN TAUHID

Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.


Ilustrasi - Jembatan
Makna: Tauhid adalah jembatan menuju Keridhoan Allah swt
   Salah satu hal pokok  dan urgen yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin adalah masalah aqidah atau tauhid. Karena tauhid dapat mengantarkan kepada pemahaman ajaran Islam secara menyeluruh dan paripurna. Oleh karena itu menjadi sebuah keniscayaan bagi kita mengakaji terus dan mempelajari bagimana hakikat tauhid, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan makna tauhid secara integral dan komprehensif.

1.    Pengertian
Secara bahasa atau etimologis, kata tauhid berasal dari bahasa Arab tauhiid  yang berarti mengesakan.  Kata tauhid adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja lampau wahhada yang merupakan derivasi dari akar kata wahdah yang berarti keesaan, kesatuan, dan persatuan. Dalam ajaran Islam, tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah.
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang(al-Baqarah: 163). Formulasi tauhid yang paling singkat, padat, dan tegas ialah kalimah thayyibah “Laa ilaaha illallah” yang berarti tidak ada Tuhan selain Allah. Kalimah thayyibah tersebut merupakan kalimat penegas dan pembebas bagi manusia dari segala pengkultusan dan penyembahan, penindasan dan perbudakan sesama makhluk/manusia, dan menyadarkan manusia bahwa dia mempunyai derajat yang sama dengan manusia lain.
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, oleh karenanya Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah berkembang menjadi nama salah satu cabang ilmu dalam Islam yaitu Ilmu Tauhid. Ilmu ini mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah SWT.

2. Pokok-Pokok Pembahasan Ilmu Tauhid
            Pokok pembahasan Ilmu Tauhid meliputi tiga hal, yaitu ma’rifat al-mabda’, ma’rifat al-waasithah, dan ma’rifat al-ma’aad.
Ma’rifat al-mabda’ adalah mempercayai dengan penuh keyakinan tentang Pencipta alam, Allah Yang Maha Esa. Hal ini sering diartikan dengan wujud yang sempurna, wujud mutlak, waajib al-wujuud.
            Ma’rifat al-waasithah adalah mempercayai dengan penuh keyakinan tentang para rasul/utusan Allah SWT yang menjadi utusan dan perantara Allah SWT dengan umat manusia untuk menyampaikan ajaran-ajaran-Nya, tentang kitab-kitab Allah SWT yang dibawa oleh para utusan-Nya, dan tentang para malaikat-Nya.
Adapun ma’rifat al-ma’aad adalah mempercayai dengan penuh keyakinan akan adanya kehidupan abadi/kekal setelah mati di alam akhirat dengan segala hal-ihwal yang ada di dalamnya.
            Singkatnya, ilmu ini dinamakan Ilmu Tauhid karena pokok pembahasannya yang paling penting adalah menetapkan keesaan (wahdah) Allah SWT dalam Zat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali dan satu-satunya tujuan. Keyakinan tauhid inilah yang menjadi tujuan paling utama diutusnya Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, sebagai nabi/rasul yang terakhir/pamungkas yang misi utamanya adalah untuk menebarkan kasih sayang bagi alam semesta (rahmatan lil ‘aalamiin) dan ajarannya berlaku hingga akhir zaman.
3. Tauhid Merupakan Ajaran Semua Nabi/Rasul Allah.
            Ajaran tauhid bukan hanya ajaran Nabi Muhammad SAW tetapi merupakan ajaran semua nabi/rasul yang diutus oleh Allah SWT (al-Anbiya': 25).
 Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Nabi Nuh AS mengajarkan tauhid (al-A’raf: 59)
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).
Nabi Hud AS mengajarkan tauhid (Hud: 50)
Nabi Shalih AS mengajarkan tauhid (Hud: 61)
Nabi Syu’aib AS mengajarkan tauhid (Hud: 84)
Nabi Musa AS mengajarkan tauhid (Thoha: 13-14)
Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ismail AS mengajarkan tauhid (al-Baqarah: 133)
Nabi ‘Isa AS juga mengajarkan tauhid (al-Maidah: 72)
 Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.

4. Tujuan Ilmu Tauhid
            Ilmu Tauhid bertujuan untuk memantapkan keyakinan agama melalui akal pikiran, di samping kemantapan hati yang didasarkan pada wahyu dari Allah SWT. Selain itu, ilmu tauhid juga digunakan untuk membela keimanan dengan menghilangkan berbagai keraguan yang mungkin masih melekat atau sengaja dilekatkan oleh penganut agama nontauhid. Dengan kata lain, ilmu tauhid bertujuan untuk mengangkat kepercayaan seseorang dari lembah taklid (ikut-ikutan) ke puncak keyakinan yang kokoh dan mantap.  Itulah sebabnya, Ilmu Tauhid dianggap sebagai induk ilmu-ilmu agama.

5. Sumber Ilmu Tauhid
            Sumber utama ilmu tauhid adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW yang banyak berisi penjelasan tentang eksistensi/keberadaan Allah, keesan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan persoalan-persoalan Ilmu Tauhid lainnya. Para ulama memahami Al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan soal-soal tersebut, menguraikan dan menganalisinya, dan mereka berusaha memperkuat pendapatnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi SAW. Dalil-dalil akal yang telah dipersubur dengan filsafat dan peradaban umat juga menjadi sumber yang tidak kurang pentingnya dalam mengembangkan ilmu tauhid. Oleh karena itu, pembicaraan-pembicaraan Ilmu Tauhid selalu didasarkan pada dua hal, yaitu dalil naqli (tertulis dalam Al-Qu’an dan Hadis Nabi) dan dalil aqli (akal pikiran).

6. Pembagian Ilmu Tauhid
            Berdasarkan jenis dan sifat keyakinan tauhid, para ulama membagi Ilmu Tauhid dalam tiga bagian, yaitu:
(1)       Tauhiid rubuubiyah, yakni meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur alam semesta.
(2)       Tauhiid uluuhiyah/ubudiyah, yakni meyakini bahwa hanya kepada Allah SWT-lah manusia harus ber-Tuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah, bukan kepada yang selain-Nya.
(3)       Tauhiid sifaatiyah, yakni meyakini bahwa hanya Allah SWT yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan.

7. Urgensi Tauhid dalam Islam
            Urgensi tauhid dalam Islam dapat dilihat antara lain dari:
(1)    Sejarah perjuangan Rasulullah SAW yang hampir selama periode Makkah (lebih kurang 13 tahun) Beliau mengerahkan usahanya untuk membina tauhid ummat Islam. Beliau selalu menekankan tauhid dalam setiap ajarannya. Sebelum seseorang diberi pelajaran lain, maka tauhid ditanamkan lebih dahulu kepada mereka.
(2)    Setiap ibadah mahdloh, seperti shalat dan puasa, senatiasa mencerminkan jiwa tauhid itu, yakni dilakukan secara langsung tanpa perantara.
(3)    Setiap perbuatan yang bertentangan dengan jiwa dan sikap tauhid, yaitu perbuatan syirk, dinilai oleh Al-Qur’an sebagai:
(a)   Dosa yang paling besar (an-Nisa': 48)
(b)   Kesesatan yang paling fatal (an-Nisa': 116)
(c)   Penyebab diharamkannya masuk syurga (al-Maidah: 72)
(d)   Dosa yang tidak akan diampuni Allah SWT (an-Nisa': 48)
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
8. Manifestasi Tauhid dalam Kehidupan
            I’tikad dan keyakinan tauhid mempunyai konsekuensi berfikir dan bersikap tauhid yang nampak pada:
(1)    Tauhid dalam ibadah dan doa, yaitu tidak ada yang patut disembah kecuali hanya Allah dan tidak ada dzat yang pantas menerima doa kecuali hanya Allah (al-Faatihah: 5)
(2)    Tauhid dalam mencari nafkah dan berekonomi, yaitu tidak ada dzat yang memberi rizki kecuali hanya Allah (Hud: 6). Dan pemilik mutlak dari semua yang ada adalah Allah SWT (al-Baqarah: 284, An-Nur: 33).
(3)     Tauhid dalam melaksanakan pendidikan dan dakwah, yaitu bahwa yang menjadikan seseorang itu baik atau buruk hanyalah Allah SWT. Dan hanya Allah yang mampu memeberikan petunjuk (hidayah) kepada seseorang (al-Qoshosh: 56, an-Nahl: 37).
(4)    Tauhid dalam berpolitik, yaitu penguasa yang Maha Muthlaq hanyalah Allah SWT (al-Maidah: 18, al-Mulk: 1) dan seseorang hanya akan memperoleh kekuasaan karena anugerah Allah semata (Ali Imran: 26). Demikian pula, kemulyaan serta kekuasaan hanyalah kepunyaan Allah SWT (Yunus: 65)
(5)    Tauhid dalam menjalankan hukum, yaitu bahwa hukum yang benar adalah hukum yang datang dari Allah SWT, dan sumber kebenaran yang muthlak adalah Allah SWT (Yunus: 40 dan 67).
(6)    Tauhid dalam sikap hidup secara keseluruhan, yaitu bahwa tidak ada yang patut ditakuti kecuali hanya Allah (at-Taubah: 18, al-Baqarah: 150). Tidak ada yang patut dicintai
(secara absolut) kecuali hanya Allah (at-Taubah: 24). Tidak ada yang dapat menghilangkan kemudharatan kecuali hanya Allah (Yunus:107). Tidak ada yang memberi karunia kecuali hanya Allah (Ali Imran: 145). Bahkan yang menentukan hidup dan mati seseorang hanyalah Allah SWT (Ali Imran: 145)
Sampai pada ucapan sehari-hari senantiasa disandarkan dan dikembalikan kepada Allah, seperti:
-          Mengawali pekerjaan yang baik membaca Bismillah (atas nama Allah)
-          Mengakhiri pekerjaan yang baik membaca Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)
-          Berjanji dengan ucapan Insya Allah (Jika Allah menghendaki)
-          Bersumpah dengan ucapan Wallahi, Billahi, Tallahi (demi Allah)
-          Menghadapi suatu kegagalan mengucapkan Masya Allah (semua berjalan atas kehendak Allah)
-          Tertimpa musibah mengucapkan Inna lillahi wainna ilaihi raji’un (kami semua milik Allah dan kami semua akan kembali kepada Allah)
-          Memohon perlindungan dari sesuatu keadaan yang tidak baik dengan ucapan A’udzubillahi min dzalik (aku berlindung kepada Allah dari keadaan demikian ….)
-          Mengagumi sesuatu dengan ucapan subhanallah (Maha Suci Allah)
-          Terlanjur berbuat khilaf mengucapkan Astaghfirullah (Aku mohon ampun kepada Allah)
Selanjutnya, kita harus berusaha sekuat tenaga menghindarkan diri dari kepercayaan-kepercayaan serta perilaku-perilaku yang dapat mengganggu dan merusak jiwa dan ruh tauhid kita, seperti: mempercayai adanya azimat, takhyul, pellet, meminta-minta kepada selain Allah, mengkultuskan sesuatu selain Allah.
Di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sangat canggih dewasa ini, dimana IPTEK tersebut berbasis bilangan biner/ digital (01), agar kita tidak terkena dampak negatifnya maka pembinaan mental tauhid/ iman dan taqwa (IMTAQ) digital (01) merupakan solusi yang tepat. Dengan kata lain, perkembangan IPTEK digital yang canggih harus diimbangi dengan pembinaan IMTAQ yang digital pula. IPTEK 01 harus diimbangi IMTAQ 01. Maksudnya, penggunaan teknologi secanggih apa pun harus senantiasa dalam rangka mencari ridha Allah, laa ilaaha = tidak ada Tuhan (0) dan illallah =kecuali Allah (1).
Hanya dengan mental tauhid yang digital (01) ini, insya Allah kita dapat menanggulangi derasnya banjir informasi, dengan cara memilih dan memilah mana informasi yang sampah dan mana informasi yang bermanfaat, sehingga kita tidak akan hanyut atau bahkan tenggelam dalam sampah informasi dunia modern sekarang ini yang akan membuat kita kian jauh dari jalan kebenaran yang hakiki, yaitu jalan menuju Allah SWT.

9. Keteladanan Orang yang memiliki tauhid yang kokoh
1. Siti Masitoh
Siti Masitoh adalah salah seorang perempuan yang memiliki perangai yang baik, berbudi dan pandai menjaga tauhidnya. Beliau hidup pada masa Raja Firaun. Ketika Firaun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengakui dirinya sebagai Tuhan, maka Masyitoh adalah orang yang menolak dengan menjawab bahwa Tuhannya dan Tuhan Firaun adalah Allah. Saat mendengar kalimat Allah disebut, Firaun langsung murka, sehingga menyebabkan Masitoh dan seluruh keluarganya mendapatkan siksa tragis dari Firaun. Masitoh dihadapkan pada suatu tungku dengan kuali raksasa berisi air yang sangat mendidih. Firaun kemudian bertanya sekali lagi kepadanya, apabila engkau mengakui bahwa aku adalah tuhan, maka engkau dan keluargamu selamat dari kuali ini. Masitoh dengan imannya yang kuat menjawab, bahwa hanya Allah lah Tuhannya dan Tuhan seluruh ummat manusia. Ketika mendengar itu, Firaun lagsung memerintahkan kepada pengawalnya agar langsung melemparkan masitoh dan seluruh keluargannya ke dalam kuali yang mendidih itu. Keluarga msitoh pun menjadi syuhada yang tetap dikenang sampai sekarang sebagai salah seorang yang paling kuat menjaga iman dan ketauhidannya.
2. Ashab al-kahfi
Ashabul kahfi adalah tujuh orang pmuda yang dikejar-kejar oleh seorang raja yang zalim untuk dibunuh. Mereka dianggap sebagai perusak aqidah nenek moyang raja dan keturunannya. Mereka lari mencari perlindungan untuk menyelematkan diri dari kebiadaban raja. Menurut kisah, nama raja tersebut bernama diqyanus (249-251 M). Kisah tentang Ashabul kahfi ini dirangkum oleh al-Quran dalam sebuah surat yang bernama surat al-Kahfi.
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). (QS. Al-Kahfi: 25)

10. Kesimpulan
            Tauhid yang bersih akan melahirkan suatu sikap dan perilaku yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT, yang disebut dalam al-Qur’an sebagai sikap dan perilaku sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami patuh). Dan mereka yang tidak patuh dinilai sebagai orang-orang yang menuhankan hawa nafsunya (al-Jasiyah: 23).
 Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
            Nabi SAW bersabda, “Tidak berzina orang yang berzina kalau dia beriman dan tidak mencuri seorang pencuri kalau dia beriman ….”   Artinya, tidak mungkin seseorang itu berbuat maksiyat atau jahat jika dia orang beriman.  Wallahu a’lam.

Sumber:
http://bahroni.staff.stainsalatiga.ac.id


Share:

Pemboikotan Kafir Quraisy Terhadap Kaum Muslimin

Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
PEMBOIKOTAN KAUM KAFIR QURAISY TERHADAP KAUM MUSLIMIN

Setelah dakwah Rasulullah saw memperoleh hasil yang bagus, yakni ditandai dengan berhasilnya beberapa masyarakat dari berbagai kalangan memeluk agama Islam atau ajaran tauhid yang dibawa oleh baginda Rasul Muhammad saw baik setelah dakwah beliau secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan, kaum kafir Quraisy sangat membeci dan menolak adanya ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Dan pada akhirnya segala pertentangan pun mereka lakukan.
Penentangan kaum kuffar terhadap dakwah Islam dilakukan dengan segala cara. Dengan cara hal yang manis menggiurkan, berupa tawaran duniawi, cara ini tidak mempan. Dengan cara tawar menawar, yaitu tawaran kepada Muhammad saw. agar menyembah tuhan mereka sehari, dan mereka menyembah Tuhannya Muhammad sehari. Dengan cara teror, intimidasi bahkan upaya pembunuhan. Semua cara berujung kegagalan.
Demikianlah Allah menggagalkan teror, tipuan, dan tawar menawar di hadapan gelombang dakwah di jalan Allah swt. Mereka gagal memadamkan cahaya iman dan tauhid.
Maka kaum Quraisy kembali menggunakan cara kekerasan dan penindasan kepada kaum muslimin dengan perlakuan yang tidak tertahankan manusia kecuali mereka yang beriman. Rasulullah saw. yang melihat penderitaan para sahabatnya itu, dan sama sekali tidak bisa melawan, menyuruh mereka untuk meninggalkan kampung halamannya itu, dilandasi oleh semangat menyelamatkan, maka terjadilah hijrah ke Habasyah.
Ketika dakwah Nabi Saw. telah menemukan keharumannya, para pemuka Quraisy semakin menampakkan ketidaksukaannya. Ketika Hamzah bin Abdul Muthalib, seorang yang sangat disegani keberanian dan ketegasannya, menyambut seruan Nabi Saw. untuk memeluk Islam, para penguasa kafir semakin habis kesabarannya. Terlebih tatkala Umar bin Khaththab, panglima perang yang paling ditakuti keberaniannya dan paling didengar pendapatnya, mengikuti jejak Hamzah, lengkaplah kemarahan orang-orang kafir itu kepada Muhammad Saw.
Para pemuka Quraisy kafir itu berkumpul. Mereka menentukan langkah yang lebih mengerikan dibanding tindakan-tindakan mereka sebelumnya. Kalau pada awalnya mereka memberi ancaman kepada Rasulullah Saw secara pribadi, disertai siksaan dan makian kepada orang-orang yang mengikutinya secara sendiri-sendiri, maka kali ini mereka bersepakat untuk membuat Muhammad Saw beserta setiap jiwa yang mengikuti seruannya maupun yang membela dan melindungi, mengalami penderitaan berat yang melemahkan jiwa. Dan langkah mematikan yang mereka pilih adalah boikot dan embargo.

Dengki Pangkal Penentangan
Tidak diragukan lagi bahwa penyebab semua ini adalah rasa iri (hasad) dan kesombongan tanpa argumentasi seperti yang dilakukan oleh Al-Walid bin Al-Mughirah, yang mengatakan:
أَيَنْزِلُ عَلَى ” مُحَمَّدٍ ” وَأُتْرَكُ أناَ كَبِيْرُ قُرَيْشٍ وَسَيِّدُهَا وَيُتْرَكُ أَبُوْ مَسْعُوْدٍ، وَنَحْنُ عَظِيْمَا الْقَرْيَتَيْنِ ؟
“Bagaimana mungkin diturunkan kepada Muhammad, tidak kepadaku, sedangkan aku yang menjadi pembesar dan pemimpin suku Quraisy, tidak diberikan kepada Abu Mas’ud, sedang kami berdua yang menjadi para pembesar dua negeri.”
Maka Allah turunkan ayat 31-32 surah Az Zukhruf:
“Dan mereka berkata: “Mengapa Al Quran Ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini? Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Pemboikotan Total
Kaum musyrikin berkumpul untuk menetapkan cara efektif menghentikan Islam dan Nabinya. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan untuk menulis selembar kesepakatan pemutusan hubungan total dengan Bani Hasyim dan Bani Abdil-Muththalib. Pengumuman itu berisi:
1.       Barang siapa yang setuju dengan agama Muhammad, berbelas kasihan kepada salah seorang pengikutnya yang masuk Islam, atau memberi tempat singgah pada salah seorang dari mereka, maka ia dianggap sebagai kelompoknya dan diputuskan hubungan dengannya.
2.       Tidak boleh menikah dengannya atau menikahkan dari mereka.
3.       Tidak boleh berjual beli dengan mereka.
Kemudian mereka gantung pengumuman ini di salah satu sudut Ka’bah untuk menegaskan kekuatan isinya.
Pertolongan Allah
Di tengah penderitaan inilah Allah swt. menundukkan sebagian orang Quraisy untuk membantu kaum muslimin yang terisolir. Di antara mereka itu adalah Hisyam bin Amr, seorang yang dimuliakan kaumnya. Hisyam membawa untanya penuh makanan di malam hari ke Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Begitu sampai di dekat lembah ia lepaskan kendali untanya kemudian dihentikannya unta itu. Demikian juga ketika untanya itu membawakan pakaian. Untuk meringankan penderitaan kaum muslimin yang terisolir.
Di tengah isolasi total ini Bani Hasyim dan Bani Muththalib ikut bergabung baik yang muslim maupun yang kafir kepada Rasulullah saw, mereka masuk ke syi’b (lembah) Bani Hasyim. Mereka yang kafir bergabung dengan motivasi kesukuan dan kekerabatan, sedang yang muslim dengan motivasi akidah. Selain Abu Lahab, yang berada bersama kafir Quraisy mendukung permusuhannya dengan kaumnya.
Keadaan ini berlangsung selama tiga tahun, kaum Quraisy. Kaum Quraisy semakin memperketat isolasinya kepada kaum muslimin sehingga mereka tidak memiliki bekal makanan. Kesulitan mereka sampai pada kondisi hanya makan dedaunan.
Anak-anak kaum Muslimin menangis kelaparan, dan tangisan mereka terdengar dari balik lembah. Kaum Muslimin tetap sabar dan tegar dari tekanan yang mencelakakan ini dengan terus mengharapkan pertolongan Allah.
Bentuk Kemarahan dan Penindasan
Perhatikanlah bentuk kemarahan yang sampai ke puncaknya. Ketika datang kafilah datang ke Mekah, dan salah seorang sahabat Nabi datang ke pasar untuk membeli makanan bagi keluarganya, maka Abu Lahab seketika itu mengumumkan kepada para pedagang:
يَا مَعْشَرَ التُجَّارِ غَالُوْا عَلَى أصْحَابِ ” مُحَمَّد ” حَتَّى لاَ يُدْرِكُوْا مَعَكُمْ شَيْئاً، وَقَدْ عَلِمْتُمْ مَالِي وَعَلِمْتُمْ كَذَلِكَ وَفَاءَ ذِمَّتِي، فَأنَا ضَامِنٌ، وَلاَ خَسَارَةَ عَلَيْكُمْ
“Wahai para pedagang! Naikkan hargamu kepada sahabat-sahabat Muhammad sehingga mereka tidak bisa membeli apapun, kalian semua sudah mengetahui kekayaanku, dan kalian sudah tahu bahwa saya akan menepati janjiku, saya akan mengganti kalian semua, tidak akan ada kerugian atas kalian.”
Maka para pedagang itu menaikkan harganya berlipat-lipat, dan ketika sahabat itu pulang kembali ke rumahnya, anak-anaknya menangis kelaparan, dan tangannya kosong tidak membawa makanan yang bisa mereka konsumsi.
Kemudian pedagang itu datang ke rumah Abu Lahab, membayar makanan dan pakaian yang mereka bawa, sehingga kaum mukminin mengalami kelaparan.
Pembatalan Lembar Pengumumam
Allah swt. tidak akan pernah melupakan Nabi pilihan-Nya dan orang-orang yang beriman bersamanya. Maka Allah jadikan hati orang-orang masih punya kasih sayang, berbelas kasihan kepada mereka. Hal ini jelas sejak Hisyam bin Amr yang membawa untanya dengan perbekalan makanan lalu diarahkan ke Syi’b, mengantarkan makanan kepada kaum muslimin yang terisolir.
Hisyam din Amr kemudian menghubungi Zuhair bin Abi Umayyah bin Al Mughirah, ia sampaikan kepadanya, “Wahai Zuhari, relakah kamu makan makanan, berpakaian, dan menikah, sementara paman dan bibimu dalam keadaan yang kamu tahu, tidak boleh jual beli, tidak boleh menikah atau dinikahi. Sedang aku bersumpah dengan nama Allah: Bahwa kalau paman bibinya Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal), kau ajak seperti yang aku sampaikan kepadamu, mereka tidak akan pernah mau menerimanya.
Zuhair berkata: “Celaka sekali wahai Hisyam, lalu apa yang bisa kita lakukan? Aku hanya seorang diri. Demi Allah, jika ada orang lain bersama dengan kami, maka kami akan cabut isolasi ini, aku batalkan embargo ini.”
Hisyam bin Amr menjawab, “Aku menemukan orang lain.”
Kata Zuhair bin Abi Umayyah, “Siapa dia?”
Kata Hisyam, “Saya.”
Kata Zuahair, “Cari seorang lagi, sehingga kita bertiga.”
Kemudian Hisyam menemui Muth’im bin Adiy, menceritakan seperti yang disampaikan kepada Zuhair bin Umayyah
Kata Muth’im, “Carilah orang ke empat.”
Kemudian Hisyam menemui Abul Buhturiy bin Hisyam, ia sampaikan seperti yang ia sampaikan kepada Muth’im bin Adiy
Abul Buhturiy bertanya, “Adakah orang lain yang membantu hal ini?”
Kata Hisyam, “Ada.”
Kata Abu Buhturiy, “Siapa dia.”
Kata Hisyam, “Zuhair bin Umayyah, Muth’im bin Adiy, dan aku bersamamu
Kata Al Buhturiy, “Carilah orang kelima.”
Kemudian Hisyam menemui Zam’ah bin Al-Aswad bin Al-Muththalib, ia sampaikan kepadanya tentang kedekatan hubungan keluarganya dan hak mereka.
Zam’ah menanyakan, “Apakah urusan yang kau sampaikan kepadaku ini ada orang lain?”
Kata Hisyam, “Ada,” kemudian ia sebutkan orang-orang yang telah ia temui.
Kemudian mereka bersepakatan untuk bertemu malam hari di sebuah bukit di Mekah.
Di sanalah mereka berkumpul dan bersepakat untuk membatalkan pengumuman pembokiotan. Dan ketika datang pagi hari mereka pergi ke tempat pertemuannya. Zuhair bin Umayyah thawaf di Ka’bah tujuh kali putaran. Kemudian berdiri menghadapkan wajahnya kepada para hadirin dan mengatakan:
Wahai warga Mekah, apakah kita makan, memakai pakaian sementara Bani Hasyim mati kelaparan, tidak boleh jual beli, demi Allah saya tidak akan duduk sehingga pengumuman embargo yang zhalim ini dirobek.
Abu Jahal berkata -ada di salah satu sudut masjid, “Bohong kamu, demi Allah, pengumuman itu tidak boleh dirobek.”
Zam’ah bin Al-Aswad: Engkau, demi Allah, lebih pendusta, kami tidak pernah menyetujuinya sejak engkau menulisnya.
Abul Buhturiy berkata, “Benar Zam’ah, kami tidak setuju tulisan itu dan tidak pernah mengakuinya.”
Al-Muth’im bin Adi berkata, “Kalian berdua benar, dan bohong orang yang mengatakan selain yang kalian berdua katakan. Kami berlepas diri darinya dan tulisan yang ada di dalamnya.”
Hisyam bin Amr berkata seperti yang dikatakan Al-Muth’im bin Adiy
Abu Jahal berkata, “Ini pasti sudah diputuskan di malam hari, kalian telah bermusyawarah tentang hal ini di luar tempat ini.”
Abu Thalib saat itu berada di salah satu sudut masjid menyaksikan pertarungan yang terjadi di antara mereka.
Kemudian Muth’im bin Adiy berdiri ke tempat ditempelkannya pengumuman itu untuk merobeknya, dan ternyata pengumuman itu sudah dimakan tanah kecuali kalimat ‘Bismikallahumma’ yang menjadikan kebiasaan orang Arab menulis surat.
Perhatikanlah, bagaimana Allah swt. menundukkan mereka ini untuk membantu Islam dan kaum muslimin, berdiri di sisi yang benar. Tidak diragukan lagi bahwa yang mendorong hal ini adalah pertolongan Allah swt. pada rasul-Nya, dan kaum mukminin yang ada.
Kemudian perhatikan pula, tanah yang makan pengumuman itu, kecuali nama Allah Yang Maha Agung. Hal ini menjadi bukti yang sempurna bahwa Allah swt. Maha Suci dari seluruh ucapan orang-orang zhalim.
Dampak Embargo
Embargo ini berdampak baik bagi Islam dan kaum muslimin, antara lain:
1.       Kaum muslimin dapat mengambil pelajaran langsung tentang kesabaran dan daya tahan. Mereka menyadari bahwa kehilangan keuntungan dan hancuran sarana-sarana kebaikan tertentu adalah kewajiban pertama yang harus diberikan dalam pengorbanan di jalan aqidah. Tekanan-tekanan itu tidak akan membunuh para da’i bahkan semakin memperkuat akar dan dahannya.
2.       Bahwa ketika Allah swt. menghendaki salah seorang hamba-Nya menfokuskan diri pada da’wah, kebaikan, dan perbaikan, akan diletakkan di hatinya rasa tidak senang dengan apa yang dialami masyarakatnya, yang berupa kerusakan dan kesesatan.
3.       Orang-orang Quraisy tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari nanti, cepat atau lambat, fajar baru akan terbit, Mekah akan bersih dari berhala, Adzan berkumandang di seluruh sudutnya, dan orang-orang yang pernah diboikot itu akan menjadi pemegang kendali, para pemimpin yang memutuskan persoalan, dan mereka menjadi tawanan yang mengharapkan ampunan. Mereka hanya meyakini bahwa hari ini dan nanti adalah milik mereka, akan tetapi Allah balikkan harapannya, dan memberikan kemenangan besar kepada pembawa kebenaran.
“Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya.” (Arrum: 4-5).
Pelajaran Berharga
Motivasi akidah adalah satu-satunya motivasi kaum muslimin untuk memeluk Islam, meskipun menghadapi tekanan keras, dan tidak ada motivasi lain, apalagi yang bersifat materi.
·         Di antar cara bijak para da’i menghadapi ahlul batil adalah dengan argumentasi dan bukti, serta mendakwahinya dengan berangkat dari realitas yang mereka alami, tidak boleh menyikapi siksaan dengan siksaan, makian dengan makian.
·         Seorang muslim tidak boleh tunduk dan bertahan dengan gangguan jika mampu membalasnya, atau ada orang yang membantunya menangkis siksaan itu. Seperti yang dilakukan kaum muslimin ketika Hamzah dan Umar masuk Islam, serta bantuan keluarga seperti Abu Thalib.
·         diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menangkis ahlil batil, mengungkapkan kepalsuan akidahnya, penyimpangan fikrahnya dengan serangan tidak membahayakan diri da’i dan teman-temannya dari jebakan musuh.
·         Seorang pemimpin sukses adalah yang mampu mencerahkan pasukan dan potensinya untuk menghindari gangguan, dan beralih kepada peperangan terbuka melawan musuhnya pada waktu, tempat yang baik bagi da’wah.
·         Hijrah kaum muslimin ke Habasah adalah buah dari hubungan baik antara Islam dan Nasrani, serta kesepakatan untuk melawan kaum musyrikin, optimalisasi kekuatan yang tidak mengganggu dan memusuhi Islam dengan terbuka.
·         Jika seorang muslim komitmen dengan akidah yang lurus, maka akan mengusir kebimbangan hatinya, menguatkan cahaya keyakinan hatinya.
·         Kaum kafir melakukan pemutusan total dengan Rasulullah dan kaum muslimin karena Islam mulai menggoncang sendi-sendi aqidah mereka yang batil dan eksistensi spiritualnya dengan kuat. Mereka hanya mengikuti agama nenek moyang dan para pendahulunya.
·         Para pemimpin simbolis yang mendapatkan keuntungan materi, status sosial adalah orang-orang pertama yang memusuhi Islam, dan akan terus memusuhinya karena ia takut kehilangan posisi dan popularitas diri. Kehilangan kekuasaan dan kedudukan.
·         Masuk Islamnya Umar dan Hamzah adalah masuk Islamnya pemimpin yang akan berperan banyak dalam keseimbangan haq (benar) dan batil (salah).
·         Kaum muslim memanfaatkan semangat kesukuan dalam mencabut embargo
·         Para da’i ilallah keluar dari ujian dan penderitaan yang menimpanya dalam keadaan lebih tangguh, lebih kaya pengalaman, lebih mampu bergerak mencapai sasarannya, ketika mereka dapat mengambil buah ujian itu.
·         Tsiqah yang utuh dengan janji Allah yang akan memberi pertolongan dan tsiqah yang utuh kepada pemimpin dibarengi dengan harapan pahala di sisi Allah.
·         Berkorban dengan jiwa dan yang paling berharga adalah ciri para da’i yang mengharapkan balasan dari Allah.
·         Pertolongan itu pasti datang jika sifat-sifat kelayakan untuk mendapatkan pertolongan itu terpenuhi.
·         Ahlul batil mengeluarkan hartanya untuk meninggikan kebatilannya, maka menjadi kewajiban ahlul haq untuk membelanjakan yang mahal dan mulia dalam rangka meninggikan kalimatul haq (kebenaran).
·         Bangsa Arab meski dalam jahiliyah memiliki janji dan kesepakatan yang tidak bisa dilanggar kecuali jika menyatakan dengang terbuka pembatalah janji itu. Dari itulah mereka tidak bisa keluar dari isi pengumuman itu sebelum pengumuman itu dirobek.
·         Allah swt menjaga kaum muslimin, dan menundukkan tokoh-tokoh kafir untuk membela mereka dan memecah barisan kaum musyrikin.
·         Allah memiliki beberapa pasukan, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah yang bekerja untuk membantuk kaum muslimin, seperti yang dilakukan tanah terhadap lembar pengumuman embargo. Allahu a’lam.

Referensi
a.  As-Sirah An-Nabawiyah Durusun wa ‘Ibar, karya – DR. Musthafa As-Siba’
b.  Sirah Nabawiyah – Ibnu Hisyam
c.  Zaadul Ma’ad – Ibnul Qayim
d.  Arrahiqul Makhtum – Al Mubarak Furi
e.  Nurul Yaqin – Khudhari
f.   Assirah Annabawiyah – Ibnu Katsir

Share:

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP