Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

Shalat Tahiyatul Masjid

Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
Ilustrasi - Blue Mosque, Istanbul Turkey
Shalat Tahiyatul Masjid

Salah satu ibadah yang penting buat kita adalah shalat. Shalat merupakan ibadah yang menunjukkan bukti ketaatan kita kepada agama Allah swt. Barang siapa yang memelihara shalat maka ia sungguh telah meninggikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat maka ia telah benar-benar merusak agama. Shalat tidak boleh kita tinggalkan apalagi yang termasuk shalat wajib, karena selain shalat wajib, Allah swt juga menyediakan untuk kita amalan shalat sunah (shalat nafilah) sebagai tambahan pahala buat kita. 
Shalat sunah yang harus menjadi perhatian umat Islam adalah shalat sunah tahiyatul masjid. Oleh karena itu pada kesempatan ini, akan diutarakan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan shalat sunah tahiyatul masjid. Semoga bermanfaat dan menjadi berkah untuk ilmu kita sehingga bisa diamalkan dan menjadi bekal untuk kehidupan kita kelak di yaumil qiyamah. aamiin.

Pengertian Tahiyatul Masjid Dan Penjelasan Hukumnya
Shalat Tahiyatul masjid jumlahnya dua rakaat. Dikerjakan oleh orang yang masuk ke dalam masjid. Hukumnya sunnah secara Ijma (kesepakatan) bagi orang yang masuk masjid. Yang demikian menurut keumuman berita-berita (yang sampai). (Lihat Fathul al-Baary 2/407)

Siapa Yang Dikecualikan Mengerjakan Tahiyatul Masjid?
Khatib jumu'at (penceramah jum'at) dikecualikan (dari melakukan dua rakaat tahiyatul masjid) jika dia masuk untuk berkhutbah jumu'at. Demikian pulu qoyyum al-Masjid yaitu orang yang mengurus masjid karena sering keluarmasuk masjid sehingga dapat memberatkannya. Juga tidak disunnahkan bagi orang yang masuk masjid ketika imam sedang melaksanakan shalat maktubah
(shalat wajib yang lima waktu) atau setelah iqomat shalat dikumandangkan, karena shalat wajib telah menggantikan tahiyatul masjid. (Subul as-Salam 1/320)
Sebagian ulama berpendapat istihbab (disukainya) mengulang-ulang tahiyatul masjid setiap kali masuk masjid. Pendapat ini diambil oleh an-Nawawi dan dipilih oleh Syaikh Islam Ibnu Taymiah, yang juga merupakan pendapat kuat Madzhab Hanbali. (Al-Majmu 4/75)
As-Syaukani berpendapat bahwa tahiyatul masjid disyari'atkan meskipun acap kali keluar-masuk masjid sebagaimana zahir hadits. (Nail al-Authar 3/70)
Wallahu A`lam

Hikmah Disyari'atkannya Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid tergolong sebagai penghormatan terhadap masjid. Seolah menduduki ungkapan salam ketika masuk ke suatu tempat, sebagaimana seorang yang memberi salam kepada sahabatnya ketika bertemu.

An-Nawawi berkata, "Sebagian yang lain mengibaratkannya dengan memberi salam kepada pemilik masjid. Karena maksud dilakukannya tahiyatul masjid adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada masjid; sebab seseorang yang masuk ke rumah orang lain, yang diberi salam adalah pemiliknya bukan rumahnya. (Hasyiah Ibnu Qoosim 2/252)

Perkara-Perkara Terkait Tahiyatul Masjid
Perkara pertama:
Tahiyatul masjid disyari'atkan disetiap waktu, karena ia termasuk zawaatul asbab (ibadah yang terkait dengan sebab). Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Islam Ibnu Taymiah dan dikatakan oleh Majduddin Abu al-Burkan, Ibnu al-Jauzi dan selain mereka. (Lihat al-Inshoof 2/802, Al-Muharror 1/86, Nail al-Authaar 3/62 dan Al-Fatawa oleh Ibnu Taymiah 23/219) Pendapat ini juga yang dipilih oleh syaikh kami Muhammad bin Utsaimin dan dia menshahihkannya (Lihat As-Syarh al-Mumti' 4/179). juga Syaikh Ibnu Baz. (Lihat Fatawa Muhimmah yang berhubungan dengan shalat)

Perkara kedua:
Waktu mengerjakan tahiyatul masjid adalah ketika masuk masjid sebelum duduk. Jika dia sengaja duduk dan menyadarinya, tidak disyari'atkan baginya kembali berdiri untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid karena waktunya telah usai.

Perkara ketiga:
Seseorang yang masuk masjid karena tidak tahu atau lupa langsung duduk sebelum shalat tahiyatul masjid, disyari'atkan baginya berdiri dan melaksanakan dua rakaat tahiyatul masjid, karena bagi yang berudzur waktunya belum berlalu, dengan syarat antara duduk dan shalatnya tidak berselang lama.( Lihat Fath al-Baary 2/408)

Perkara keempat:
Hukum melaksanakan tahiyatul masjid adalah sunnah, berbeda dengan mereka yang mengatakan wajib. An-Nawawi menyampaikan ijma (kesepakatan ulama) akan hal itu. (Nail al-Authaar 3/68)

Perkara kelima:
Ketika seseorang masuk masjid dan muadzin sedang mengumandangkan adzan, yang disyari'atkan baginya adalah menjawab seruan adzan dan mengakhirkan pelaksanaan tahiyatul masjid agar mendapatkan keutamaan menjawab seruan adzan. Namun jika masuk masjid pada hari jum'at dan adzan khutbah (adzan kedua) telah dimulai, hendaknya mendahulukan tahiyatul masjid daripada menjawab seruan adzan, karena mendengar khutbah lebih penting. (Al-Inshaf 1/427)

Perkara keenam:
Siapa yang masuk masjid pada hari jum'at dan imam sedang berkhutbah, disunnahkan baginya melakukan shalat dua rakaat tahiyatul masjid dan meringankannya (tidak memanjangkan). Makruh (dibenci) jika meninggalkannya. ( Al-Fatawa oleh Ibnu Taymiah 23/219). Hal ini sebagaimana hadits:
فَلاَ يَجْلِس حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
"Janganlah duduk sebelum melakukan shalat dua rakaat." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no.1163, Muslim no.714)
Dan hadits:
فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَ لِيَتَجَوَّزَ فِيْهِمَا
"Hendaklah melakukan shalat dua rakaat dan meringankan keduanya (tidak memanjangkannya)." (Hadits riwayat al-Bukhari no.931 dan Muslim no.875)
Adapun jika khatib sudah hampir selesai dari khutbahnya, dan orang yang masuk yakin jika dia melaksanakan shalat tahiyatul masjid dia tidak akan mendapat rakaat pertama shalat jumu'at, maka hendaknya berdiri sampai dikumandangkan iqomat shalat dan tidak duduk, agar jangan sampai duduk sebelum shalat tahiyatul masjid.

Perkara ketujuh:
Tahiyatul masjid untuk Masjid al-Haram (Mekkah) adalah towaf menurut kebanyakan ahli fiqih. An-Nawawi berkata: "Tahiyatul Masjid al-Haram adalah towaf bagi mereka yang datang, adapun bagi mereka yang mukim (tinggal di Mekkah) baik Masjid al-Haram atau masjid yang selainnya adalah sama. (Fath al-Baary 2/412)
Boleh jadi maksud (perkataan an-Nawawi) adalah bagi mereka yang tidak bermaksud melakukan tawaf. Adapun bagi mereka yang ingin tawaf, maka tawafnya itu sudah menggantikan dua rakaat tahiyatul masjid. Inilah pendapat yang benar. (Lihat Hasyiah Ibnu al-Qoosim 2/487)

Perkara kedelapan:
Shalat sunnah raatibah qobliah (Shalat sunnah yang mengikuti shalat wajib yang dikerjakan sebelumnya) sudah menggantikan tahiyatul masjid. Karena maksud dari tahiyatul masjid adalah agar orang yang masuk masjid memulai dengan shalat, dan itu sudah terdapat pada shalat sunnah raatibah yang dilakukannya. Jika dalam shalatnya dia berniat melakukan shalat tahiyatul masjid dan sunnah raatibah atau tahiyatul masjid dan shalat fardhu (shalat wajib yang lima waktu), maka dia telah mendapat semuanya. An-Nawawi berkata: "Tidak ada yang menyelisihi pendapat ini." (9 Lihat Kasysyaf al-Qonaa' 1/423)

Perkara kesembilan:
Tahiyatul masjid tidak cukup hanya dengan satu rakaat. Tidak pula tergantikan oleh shalat jenazah, sujud tilawah atau sujud sukur. (Lihat Kasysyaf al-Qonaa' 1/424)

Perkara kesepuluh:
Jika imam masjid mencukupkan diri dengan shalat maktubah21 dari pada mengerjakan tahiyatul masjid (ketika masuk masjid) karena dekatnya waktu iqomat shalat, hal itu sudah cukup. (Subul as-Salaam no.1329).
Dari Jabir bin Samuroh, dia berkata, "Dahulu Bilal menyerukan adzan jika matahari telah tergelincir sampai Nabi SAW keluar (Keluar dari rumahnya berarti masuk ke dalam masjid, karena rumah Nabi SAW bersebelahan dengan masjid). Ketika Nabi keluar Bilal segera menyerukan iqomat seketika melihat beliau. (Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud). Apabila imam ingin duduk, disyari'at melakukan shalat tahiyatul masjid seperti yang lainnya. Sebagaimana keumuman dalil-dalil yang ada (Lihat perkara berikutnya).
Di dalam hadits Nabi  SAW :
إِذَا دَخلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِس حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
"Jika salah seorang di antara kalian masuk ke dalam masjid, maka janganlah duduk sampai melaksanakan shalat dua rakaat.” (Hadits riwayat al-Bukhari no.444 dan Muslim no.764)
Jika melaksanakan shalat di tempat terbuka, maka tidak ada shalat tahiyatul masjid (Al-fawakih al-A'didah 1/99) kecuali jika singgah di suatu masjid dalam perjalanannya. Pada saat itulah dia boleh melakukannya. Jika diniatkan tahiyatul masjid dan shalat faridhah secara bersamaan hal itu lebih benar.

Perkara kesebelas:
Tidak disyari'atkan bagi imam melakukan shalat tahiyatul masjid sebelum shalat jum'at atau shalat 'Id. Hendaknya memulai dengan khutbah ketika jum'at (Lihat al-Majmu 4/448) dan dengan shalat ketika 'Id (pada hari 'Id), karena demikianlah yang dilakukan Nabi SAW.
Sedangkan makmum disyari'atkan melakukan tahiyatul masjid di tempat penyelenggaraan shalat 'Id sebelum duduk, sebagaimana keumuman dalil-dalil yang ada. Sama saja apakah shalat 'Id dilaksanakan di majid atau di mushola, karena tempat itu dihukumi seperti masjid. Hal ini sebagaimana dalil yang terdapat pada hadits Ummu 'Athiah –semoga Allah meridoinya-, dia berkata, "Nabi memerintahkan kami para gadis dan yang haidh agar keluar menghadiri pelaksnaan shalat dua hari raya ('Idul Fitri dan 'Idul Adha) untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, dan bagi yang haidh hendaknya berada diluar mushala. (Hadits riwayat al-Bukhari no.324 dan Muslim no.890)
Atas dasar inilah Muhammad bin Utsaimin berpendapat, yang juga merupakan pendapat Madzhab Syafi'I (As-Sarh al-Mumti' 5/205) dan dishahihkan oleh penulis alInshaf dan al-Furuu' . (Lihat al-Inshaf 1/246)

Perkara kedua belas:
Disunnahkan bagi yang telah selesai mengerjakan shalat faridhah (di tempatnya) kemudian datang ke suatu masjid yang sedang melaksanakan shalat berjamaah agar ikut melakukan shalat bersama mereka. Sebagaimana sabda Nabi
"Jika kalian berdua telah melaksanakan shalat ditempat kalian, kemudian datang ke masjid (yang sedang melaksanakan shalat) jamaah, maka shalatlah bersama mereka, karena sesungguhnya shalat kalian itu adalah nafilah (ibadah sunnah). (Hadits riwayat at-Turmudzi no.219)
Dengan demikian, shalat faridhah yang dilakukannya cukup menggantikan tahiyatul masjid, dan itu terhitung sebagai ibadah nafilah (sunnah). Sedang shalat wajibnya adalah yang dia kerjakan pertama kali ditempatnya, karena dengan shalat pertama itulah dia telepas dari kewajiban. Perkara ini banyak terjadi pada masjid yang diselenggarakan disitu shalat jenazah, pengajian dan sebagainya. Barang siapa yang shalat bersama imam hendaknya menyempurnakan shalatnya, sebagaimana keumuman sabda Nabi  SAW:
"Apa yang kalian dapatkan (dari rakaat) maka (lanjutkan) shalat kalian, dan apa  yang luput dari kalian, maka sepurnakanlah." (Hadits dikeluarkan oleh al-Bukhari no.636 dan Muslim no.602). Yang demikian ini lebih utama.  Jika dia hanya mendapatkan dua rakaat bersama imam, boleh salam (menyelesaikan shalatnya) bersama imam. Adapun jika kurang dari itu, yang sunnah adalah menyempurnakannya menjadi dua rakaat lalu salam. (5 Asy-Syarh al-Mumti' 4/220)
Jika dia duduk setelah masuk masjid atau menunggu sampai usainya shalat berjamaah hal itu adalah menyelisihi sunnah dan menunjukkan kebodohan orang yang bersangkutan.
Kita meminta kepada Allah agar mengajarkan kita ilmu yang bermanfaat dan memberi manfaat dengan ilmu yang telah kita pelajari, karena sesungguhnya Dia pemilik kemurahan dan kemulian. Amin.

Sumber:

Hukum-hukum seputar tahiyatul masjid karya Muhammad bin Shalih al-Khuzaim.
Share:

Ujub Gila Akan Takjub

Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
Ujub Gila Akan Takjub

Salah satu sifat manusia yang berasal dari dorongan hawa nafsu syaithoni adalah sifat ujub. Ujub adalah merasa kagum terhadap diri sendiri sehingga dia pantas mendapatkan pujian dari orang lain meskipun dia melakukan hal-hal yang buruk. Ujub seringkali disandingkan dengan kata takabbur karena memang ujub akan mengarahkan seseorang ke dalam kesombongan. wal`iyaadzubilaah.
Salah seorang ulama salaf pernah berkata: “Seorang yang ujub akan tertimpa dua kehinaan, akan terbongkar kesalahan-kesalahannya dan akan jatuh martabatnya di mata manusia.”
Salah seorang ahli hikmah berkata: “Ada seorang yang terkena penyakit ujub, akhirnya ia tergelincir dalam kesalahan karena saking ujubnya terhadap diri sendiri. Ada sebuah pelajaran yang dapat kita ambil dari orang itu, ketika ia berusaha jual mahal dengan kemampuan dirinya, maka Imam Syafi’i pun membantahnya seraya berseru di hadapan khalayak ramai: “Barangsiapa yang mengangkat-angkat diri sendiri secara berlebihan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjatuhkan martabatnya.”

Orang yang terkena penyakit ujub akan memandang remeh dosa-dosa yang dilakukannya dan mengang-gapnya bagai angin lalu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadits: “Orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, dengan santai dapat diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang mukmin melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap menimpanya.” (HR. Al-Bukhari)
Bisyr Al-Hafi mendefenisikan ujub sebagai berikut: “Yaitu menganggap hanya amalanmu saja yang banyak dan memandang remeh amalan orang lain.”
Barangkali gejala paling dominan yang tampak pada orang yang terkena penyakit ujub adalah sikap suka melanggar hak dan menyepelekan orang lain.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah meringkas defenisi ujub sebagai berikut: “Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi saudaranya itu lebih wara’ dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang dirinya!”
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata: “Iblis jika ia dapat melumpuhkan bani Adam dengan salah satu dari tiga perkara ini: ujub terhadap diri sendiri, menganggap amalnya sudah banyak dan lupa terhadap dosa-dosanya. Dia berkata: “Saya tidak akan mencari cara lain.” Semua perkara di atas adalah sumber kebinasaan. Berapa banyak lentera yang padam karena tiupan angin? Berapa banyak ibadah yang rusak karena penyakit ujub? Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa seorang lelaki berkata: “Allah tidak akan mengampuni si Fulan! Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berfirman:
“Siapakah yang lancang bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak mengampuni Fulan?! Sungguh Aku telah mengampuninya dan menghapus amalanmu!” (HR. Muslim)
Amal shalih itu ibarat sinar dan cahaya yang terkadang padam bila dihembus angin ujub!
Defenisi Ujub
Orang yang terkena penyakit ujub akan memandang remeh dosa-dosa yang dilakukannya dan mengang-gapnya bagai angin lalu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadits: “Orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, dengan santai dapat diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang mukmin melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap menimpanya.” (HR. Al-Bukhari)
Bisyr Al-Hafi mendefenisikan ujub sebagai berikut: “Yaitu menganggap hanya amalanmu saja yang banyak dan memandang remeh amalan orang lain.”
Barangkali gejala paling dominan yang tampak pada orang yang terkena penyakit ujub adalah sikap suka melanggar hak dan menyepelekan orang lain.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah meringkas defenisi ujub sebagai berikut: “Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi saudaranya itu lebih wara’ dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang dirinya!”
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata: “Iblis jika ia dapat melumpuhkan bani Adam dengan salah satu dari tiga perkara ini: ujub terhadap diri sendiri, menganggap amalnya sudah banyak dan lupa terhadap dosa-dosanya. Dia berkata: “Saya tidak akan mencari cara lain.” Semua perkara di atas adalah sumber kebinasaan. Berapa banyak lentera yang padam karena tiupan angin? Berapa banyak ibadah yang rusak karena penyakit ujub? Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa seorang lelaki berkata: “Allah tidak akan mengampuni si Fulan! Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berfirman:
“Siapakah yang lancang bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak mengampuni Fulan?! Sungguh Aku telah mengampuninya dan menghapus amalanmu!” (HR. Muslim)
Amal shalih itu ibarat sinar dan cahaya yang terkadang padam bila dihembus angin ujub!
sumber; Risalah Al-Hujjah No: 54 / Thn IV / Rabiul Awal


Share:

SIFAT - SIFAT TERCELA

Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
Gambar Ilustrasi - Tanah Kering
Bismillahirrohmanirohiim..
Alhamdulillah, washsholaatu wassalaamu `alaa rasuulillah..
SIFAT-SIFAT TERCELA
­           
SIFAT-SIFAT TERCELA
­           
Bismillahirrohmanirohiim..
Alhamdulillah, washsholaatu wassalaamu `alaa rasuulillah..
Islam adalah agama yang benar dan diridhoi oleh Allah swt. Untuk meraih kebenaran dan keridhoan itu tentunya Islam mengajarkan kepada seluruh pemeluknya untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffah atau paripurna. Paripurna di sini memiliki maksud dan tujuan yakni setiap muslim mampu mengaktualisasikan seluruh ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehingga setiap langkah gerak gerik mereka senantiasa tidak terlepas dari rel aturan Allah swt dan Rasulullah saw.
Salah satu yang menjadi perhatian penting dari ajaran Islam adalah berbicara masalah akhlak. Akhlak tidak akan pernah terlepas dari konsep ajaran Islam karena sebenarnya akhlak lah yang menjadi salah satu tujuan dakwah Baginda Rasulullah saw ketika beliau diutus oleh Allah swt untuk menyampaikan risalah-Nya. Oleh karena itu Rasul sebagai teladan umat islam harus hadir dalam hati sanubari kita semua, agar kebahagiaan hidup bisa kita capai bukan hanya di dunia melainkan di akhirat juga.
Memandang akan arti sebuah akhlak dalam pergaulan sehar-hari di tengah masyarakat, maka pada postingan kali ini admin akan membahas beberapa perilaku tercela supaya kita bisa mewaspadai setiap sudut kedzaliman dan akhlak madzmumah yang memang seharusnya kita amalkan. Yang akan dibahas adalah tentang diskriminasi, ghibah, suudzdzan, riya, ananiyyah, namiimah, dan aniaya (dzalim)
DISKRIMINASI

Secara bahasa diskriminasi berasal dari bahasa Inggris            “Discriminate” yang berarti membedakan. Dan dalam bahasa arab istilah  diskriminasi dikenal dengan Al-Muhabbah yang artinya membedakan kasih antara satu dengan yang lain atau pilih kasih. Kosa kata discriminate ini kemudian diadopsi menjadi kosa kata bahasa Indonesia “Diskriminasi” yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan orang lain berdasarkan suku, ras, bahasa,budaya, ataupun agama. Diskriminasi artinya memandang sesuatu tidak secara adil dan memperlakukannya pula secara pilih kasih.
Jenis Perbuatan Diskriminasi
Adapun bentuk penyimpanan perilaku-perilaku penyimpangan individual menurut kadar penyimpangannya adalah :
a.       Penyimpangan tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang tidak sesuai  dengan nilai islam.
b.      Penyimpangan karena tidak taat terhadap pimpinan yang disebut pembangkang
c.       Penyimpangan karena melanggar norma umum yang berlaku disebut pelanggar.
d.      Penyimpangan karena tidak menepati janji,berkata bohong,berkhianat kepercayaan.Khianat dan berlagak membela,disebut munafik.

Upaya Menghindari Diskriminasi
Adapun hal-hal untuk menghindari diskriminasi, yaitu :
a.      Ta’aruf adalah, saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas belaka,tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar pendidikan,budaya,keagamaan,pemikiran, ide-ide, cita-cita serta problematika kehidupan yang dihadapi
b.      Tafahum adalah, saling memahami kelebihan dan kekurangan,kekuatan dan kelemahan masing-masing,sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat dihindari
c.       Ta’awun adalah, saling tolong menolong
d.      Takaful adalah, saling memberikan jaminan.

Hikmah Menghindari Diskriminasi
Adapun hikmah menghindari diskriminasi, yaitu:
a.              Mengutamakan orang lain
b.             Meringankan beban orang lain
c.              Tidak menjadi beban orang lain
d.             Ramah tamah terhadap sesama manusia
e.              Berperilaku sesuai ajaran islam
f.              Wajar dan realistis.

Dalil yang menganjurkan untuk bersikap adil, lawan sifat dari diskriminasi:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوْ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa : 135)


GHIBAH

Ghibah menurut bahasa dapat diartikan menggunjing atau gosip. Sedangkan menurut istilah ghibah berarti membicarakan orang lain dengan cara melontarkan isu-isu negatif dengan mencari kesalahan orang lain, kemudian disebarkan orang lain dengan maksud menyudutkan orang yang dipergunjingkan. Ghibah juga dapat diartikan, menyebutkan sesuatu yang tidak disenangi oleh orang lain atau sesama jika ia mendengarnya. Perilaku ghibah dilarang oleh agama, karena dapat merugikan pada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku ghibah diibaratkan memakan bangkai saudaranya yang sudah meninggal.

Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al -Hujurat{49}: 12 )

Adapun pengaruh negatif yang ditimbulkan dari perilaku ghibah antara lain :
a.              Menimbulkan fitnah
b.             Menyebabakan perpecahan dan permusuhan
c.              Merusak nama baik pada diri sendiri maupun orang lain.
d.             Dapat merusak keimanan

SUU’UDZAN

Suu’udzan berasal dari bahasa Arab,yaitu as-suu’u dan adz-dzonn. as-suu’u artinya semua yang buruk, atau semua yang menjadikan manusia takut, baik dari urusan dunia maupun urusan akhirat. Sedangkan adz-dzonn artinya ragu, menyangka, tahu yang tidak  yakin atau yakin. Su’udzon menurut istilah ialah prasangka yang menjadikan seseorang mensifati orang lain dengan sifat yang tidak disukainya tanpa dalil.

Suu’udzan Dalam Pandangan Islam
a.       Haram
1. Su’udzon kepada Allah. Allah berfirman: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan  orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS 6: 116)
2. Su’udzon kepada Rasul
3. Su’udzon kepada orang-orang Mukmin yang dikenal dengan kebaikannya. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah berdosa.” (49: 12)
b.      Wajib.
1. Wajib su’udzon kepada orang kafir yang terang-terangan dengan kekufurannya dan permusuhannya kepada Allah, Rasulullah dan orang-orang Mukmin yang shaleh. Allah berfirman:
     “Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Tidak menepati perjanjian).” (QS 9: 8)
2. Su’udzon kepada orang Muslim yang dikenal terang-terangan berbuat maksiat, menghalangi jalan Allah dan tidak komitmen terhadap Islam.


Firman Allah swt:  “Dan orang-orang yang mengganggu dan menyakiti orang-orang mukmin lelaki dan perempuan yang beriman, dengan perkataan atau perbuatan yang tidak tepat atau sesuatu kesalahan yang tidak dilakukannya, maka sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan menuduh secara dusta dan berbuat dosa yang amat nyata.”
(Surah Al-Ahzab, 33; Ayat 58)
Sebahagian dari prasangka adalah dosa. Sesiapa yang mempunyai sifat buruk sangka kepada sesama Islam, maka ia wajib bertaubat dan beristiqfar kepada Allah سبحانه وتعالى. Orang yang berburuk sangka adalah melakukan perbuatan jahat dan berdosa besar; Dan setiap perbuatan jahat, Allah سبحانه وتعالى akan mencampakkannya ke dalam neraka Allah.
Firman Allah سبحانه وتعالى :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah dari banyak berprasangka; Sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan keaiban orang, dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang mengumpat sebahagian yang lain. Adakah di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah; Sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani.”
(Surah Al-Hujurat, 49; Ayat 12)


Akibat Bersangka Buruk
Bersangka buruk boleh membawa banyak kesan negetif dan masalah. Antaranya adalah:
1.           Mengakibatkan manusia dan ummah berpecah-belah antara satu sama lain yang akan merugikan masyarakat dan Negara bak kata pepatah ‘Kerana pulut santan binasa, kerana mulut badan binasa.’
2.           Merosakkan jiwa dan meninggalkan kesan noda dan titik-titik hitam pada hati, Titik hitam ini hanya melekat pada hati yang kotor. Jika hati sudah penuh dengan titik hitam, maka proses pembersihannya juga menjadi sukar.
3.           Sentiasa berasa sakit hati dan kecewa atas kejayaan yang dicapai orang lain.
4.           Jika hati seseorang itu penuh dengan sangka buruk, ia akan menimbulkan perasaan benci, geram dan segala dendam, sudah pasti apabila terlihat sahaja muka saudaranya itu, biarpun sangkaannya itu belum terbukti benar.
5.           Memburukkan hubungan persahabatan dan persaudaraan. Apabila hati bersangka buruk terhadap seseorang, maka sudah pasti hatinya bertambah keruh dan menjarakkan lagi hubungan silaturahim sesama manusia.
6.           Menyebabkan penyesalan dalam hubungan manusia sesama manusia kerana menuduh manusia lain tanpa bukti kukuh.

Firman Allah سبحانه وتعالى :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍۢ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍۢ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
“Wahai orang-orang Yang beriman! jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum Dengan perkara yang tidak diingini Dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) – sehingga menjadikan kamu menyesali apa Yang kamu telah lakukan.” (Surah Al-Hujurat, 49; Ayat 6).
.
Menghindari Sikap Bersangka Buruk
Berikut adalah tips menghindari suudzon (buruk sangka):
1.             Sentiasa memberi penghargaan pada orang lain
2.             Sentiasa mahu belajar dari orang lain
3.             Perbanyak ilmu; Ilmu agama, social, dsb.
4.             Banyak bergaul dengan pelbagai peringkat orang
5.             Terbuka, tidak suka menyembunyikan sesuatu / masalah
6.             Berusahalah sentiasa mengamalkan sikap berfikiran positif
7.             Yakinlah bahawa kita mampu menjadi lebih baik dari orang lain
8.             Perbanyak kegiatan kemasyarakatan, jangan suka membuang masa dan perbuatan sia-sia.
9.             Khusnudzon; baik sangka pada orang lain dan kepada Allah سبحانه وتعالى.
10.         Mensyukuri apa yang kita terima selama ini sebagai anugerah dari Allah سبحانه وتعالى.
11.         Jangan sesekali bersikap suudzon dan berfikiran negatif kepada sesuatu yang belum kita tahu kebenarannya.
12.         Jangan menelan mentah mentah cerita yang kita terima dari orang lain.
13.         Selidiki dulu apakah berita yang kita terima itu benar atau tidak sebelum kita menyebarluaskannya kepada orang lain.
14.         Milikilah prinsip bahawa sifat iri hati dan dengki terhadap kemajuaan / kejayaan orang lain adalah merugikan diri, keluarga, komuniti dan Negara kita sendiri.


Riya’

Secara bahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia, dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.
Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Sementara Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.
وَالرِّيَاءُ إِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ

Riya’ adalah melakukan ibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapat keuntungan darinya (pujian dan penghormatan). Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan: riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur.

Ananiah


Ananiah adalah sikap seseorang yang selalu mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain disekitarnya. Sifat ini sangat tercela, dan membahayakan di dalam pergaulan di masyarakat. Ananiah termasuk penyakit hati, apabila dibiarkan akan berkembang menjadi sombong, kikir, takabur yang diiringi sifat iri dan dengki.

Firman Allah Swt Q.S. Luqman [31]: 18:
Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S. Luqman [31]: 18)
               
Nabi saw bersabda :
دَبَّ اِلَيْكُمْ دَاءُ الْاُمَمِ قَبْلَكُمْ الْبَغْضَاءُ وَالْحَسَدُ هِيَ حَالِقَةُ الدِّ يْنِ لاَحَالِقَةُ الشَّعْرِ (رواه الطبرانى)
Artinya :       
“ Menimpa kepadamu suatu penyakit umat-umat sebelum kamu yaitu benci-membenci dan dengki. Dialah pencukur agama, bukan sekedar pencukur rambut.” (H.R. Thabrani )

Contoh sikap ananiah, yaitu:
1.             tidak memiliki rasa kepedulian terhadap penderitaan orang lain,
2.             ingin selalu diperhatikan oleh orang lain,
3.             selalu berusaha untuk menang sendiri dalam segala hal,
4.             tidak memperhatikan perasaan hati orang lain,
5.             tidak mau membantu kesusahan orang lain,
6.             orang kaya yang tidak mau berderma,




Namimah


Secara bahasa, namimah berarti mengadu domba. Secara istilah, namimah berarti mengadu domba atau menyebar fitnah antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar saling bermusuhan. Namimah termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana larangan ALLAH SWT.
Dalam AL- Qur’an Surah Al Qalam yang artinya: “Dan janganlah kamu patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah, yang merintangi segala yang baik,yang melampaui batas dan banyak dosa, yang bertabiyat kasar, selain itu juga terkenal kejahatannya, karena dia kaya dan banyak anak.”

“Huzaifah r.a. berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka adu domba” (H.R. Muslim).

Dalam hadis lain , Nabi Muhammad bersabda:
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah swt. melewati dua makam  ( kuburan) lalu Nabi bersabda: “Sesungguhnya dua orang yang ada di kubur ini di siksa. Salah  seorang diantaranya disiksa karena selalu mengadu domba (menebar fitnah) dan yang satu lagi karena tidak  bersih ketika bersuci (dari buang air kecilnya).”

Contoh Perilaku Namimah
Salah satu contoh dari sifat perbuatan namimah sebagai berikut.
a)       Mempunyai maksud yang tidak baik terhadab orang lain terutama orang yang sedang diadu domba.
b)       Terlalu mudah percaya pada orang lain tanpa mengetahui kebenaranya.
c)       Suka berkumpul/ menggosop.
d)       Provokator (menjadi provokator)

Aniaya (Zalim)


Aniaya berasal dan bahasa Arab (dzolama) sifat ini termasuk salah satu sifat yang dikutuk oleh Allah dan Rasul-Nya, serta dikecam oleh seluruh umat manusia di dunia. Sifat ini berakibat menjatuhkan martabat diri sendiri dan orang lain. 

Pada dasarnya secara umum zalim atau perbuatan aniaya dapat diklasifikasi 4 macam :
a.           Zalim kepada Allah, dengan cara tidak mau melaksanakan perintah allah dan melaksanakan larangan-Nya.
Contoh : meninggalkan ibadah shalat, puasa, zakat dan ibadah lainnya, bahkan berbuat syirik, sihir dan perbuatan terlarang lainnya.
b.           Zalim kepada diri sendiri.
Contohnya : membiarkan diri sendiri tetap bodoh, miskin, malas, minum-minuman keras, bunuh diri dan lain-lain.
c.           Zalim kepada orang lain (sesama manusia).
Contohnya : mengumpat, mengado domba, memfitnah, mencuri, merampok, penyiksaan, pembunuhan, dan lain-lain.
d.           Zalim kepada makhluk lain atau alam sekitarnya.
Contohnya : menebang pohon tanpa aturan, membuang sampah sembarangan, menyembelih binatang dengan senjata tumpul, dan lain-lain.
                                                                                                                                            Allah swt berfirman “ ….Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim” (QS Al-Baqarah: 229)

Ciri-Ciri Orang Zalim Berdasarkan Al Qur’an
Al Qur’an memberikan informasi banyak sekali tentang identitas atau cirri orang zalim yang sikap perilakunya atau cara memimpinnya dinisbatkan kepada firman di antaranya sebagai berikut :
a.              Senantiasa rakus terhadap kekuasaan. 
قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ          
          Artinya : Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. (Q.S. An Naml : 34)
b.             Sikap zalim dapat juga diketahui dari sifat-sifat sombong, congkak, arogan, sewenang-wenang, sok kuasa, mentang-mentang dan mengklaim bahwa (seolah-olah) semua kesuksesan, dialah penggagasnya.
c.              Kaki tangannya (anak buahnya) sebagai perpanjangan kekuasaannya menindas dan menggusur si lemah.
d.             Merencanakan pembunuhan/menghilangkan nyawa kepada golongan tertentu agar keinginan (nafsu) memimpin lebih lama lagi terus berlangsung.
Akan lebih berbuat sadis, bila intimidasi yang pertama tidak mampu menimbulkan rasa gentar terhadap pihak lawannya.

Makna Gambar : orang yang memiliki sifat tercela maka hatinya akan kering, tandus dan gersang karena tidak tersirami oleh kesejukan cinta kepada Allah swt dan sayang kepada sesama.
Share:

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP