Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
![]() |
Gambar Ilustrasi - Tanah Kering |
Bismillahirrohmanirohiim..
Alhamdulillah, washsholaatu wassalaamu `alaa
rasuulillah..
SIFAT-SIFAT TERCELA
SIFAT-SIFAT TERCELA
Bismillahirrohmanirohiim..
Alhamdulillah, washsholaatu wassalaamu `alaa rasuulillah..
Islam adalah agama yang benar dan diridhoi oleh
Allah swt. Untuk meraih kebenaran dan keridhoan itu tentunya Islam mengajarkan
kepada seluruh pemeluknya untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffah atau
paripurna. Paripurna di sini memiliki maksud dan tujuan yakni setiap muslim
mampu mengaktualisasikan seluruh ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan mereka
sehingga setiap langkah gerak gerik mereka senantiasa tidak terlepas dari rel
aturan Allah swt dan Rasulullah saw.
Salah satu yang menjadi perhatian penting dari
ajaran Islam adalah berbicara masalah akhlak. Akhlak tidak akan pernah terlepas
dari konsep ajaran Islam karena sebenarnya akhlak lah yang menjadi salah satu
tujuan dakwah Baginda Rasulullah saw ketika beliau diutus oleh Allah swt untuk
menyampaikan risalah-Nya. Oleh karena itu Rasul sebagai teladan umat islam
harus hadir dalam hati sanubari kita semua, agar kebahagiaan hidup bisa kita
capai bukan hanya di dunia melainkan di akhirat juga.
Memandang akan arti sebuah akhlak dalam
pergaulan sehar-hari di tengah masyarakat, maka pada postingan kali ini admin
akan membahas beberapa perilaku tercela supaya kita bisa mewaspadai setiap sudut
kedzaliman dan akhlak madzmumah yang memang seharusnya kita amalkan.
Yang akan dibahas adalah tentang diskriminasi, ghibah, suudzdzan,
riya, ananiyyah, namiimah, dan aniaya (dzalim)
DISKRIMINASI
Secara bahasa diskriminasi berasal dari bahasa Inggris “Discriminate”
yang berarti membedakan. Dan dalam bahasa arab istilah diskriminasi dikenal dengan Al-Muhabbah yang artinya membedakan kasih antara satu dengan yang
lain atau pilih kasih. Kosa kata discriminate ini kemudian diadopsi menjadi
kosa kata bahasa Indonesia “Diskriminasi”
yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan orang lain berdasarkan suku, ras, bahasa,budaya,
ataupun agama. Diskriminasi artinya
memandang sesuatu tidak secara adil dan memperlakukannya pula secara pilih
kasih.
Jenis Perbuatan Diskriminasi
Adapun bentuk penyimpanan perilaku-perilaku penyimpangan individual menurut
kadar penyimpangannya adalah :
a. Penyimpangan tidak patuh pada
nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang tidak sesuai dengan nilai islam.
b. Penyimpangan karena tidak taat terhadap
pimpinan yang disebut pembangkang
c. Penyimpangan karena melanggar norma
umum yang berlaku disebut pelanggar.
d. Penyimpangan karena tidak menepati
janji,berkata bohong,berkhianat kepercayaan.Khianat dan berlagak
membela,disebut munafik.
Upaya Menghindari Diskriminasi
Adapun hal-hal untuk menghindari diskriminasi, yaitu :
a.
Ta’aruf adalah, saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata
ringkas belaka,tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar
pendidikan,budaya,keagamaan,pemikiran, ide-ide, cita-cita serta problematika
kehidupan yang dihadapi
b.
Tafahum adalah, saling memahami kelebihan dan kekurangan,kekuatan dan kelemahan
masing-masing,sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat dihindari
c.
Ta’awun adalah, saling tolong menolong
d.
Takaful adalah, saling memberikan jaminan.
Hikmah Menghindari Diskriminasi
Adapun hikmah menghindari diskriminasi, yaitu:
a.
Mengutamakan orang lain
b.
Meringankan beban orang
lain
c.
Tidak menjadi beban
orang lain
d.
Ramah tamah terhadap
sesama manusia
e.
Berperilaku sesuai
ajaran islam
f.
Wajar dan realistis.
Dalil yang
menganjurkan untuk bersikap adil, lawan sifat dari diskriminasi:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ
عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوْ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا
أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ
تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa : 135)
GHIBAH
Ghibah menurut bahasa dapat diartikan menggunjing atau gosip.
Sedangkan menurut istilah ghibah berarti membicarakan orang lain dengan cara
melontarkan isu-isu negatif dengan mencari kesalahan orang lain, kemudian
disebarkan orang lain dengan maksud menyudutkan orang yang dipergunjingkan.
Ghibah juga dapat diartikan, menyebutkan sesuatu yang tidak disenangi oleh
orang lain atau sesama jika ia mendengarnya. Perilaku ghibah dilarang oleh
agama, karena dapat merugikan pada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku
ghibah diibaratkan memakan bangkai saudaranya yang sudah meninggal.
Allah swt
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al -Hujurat{49}: 12 )
Adapun pengaruh
negatif yang ditimbulkan dari perilaku ghibah antara lain :
a.
Menimbulkan
fitnah
b.
Menyebabakan
perpecahan dan permusuhan
c.
Merusak nama
baik pada diri sendiri maupun orang lain.
d.
Dapat merusak
keimanan
SUU’UDZAN
Suu’udzan berasal dari bahasa Arab,yaitu as-suu’u dan adz-dzonn. as-suu’u artinya
semua yang buruk, atau semua yang menjadikan manusia takut, baik dari urusan
dunia maupun urusan akhirat. Sedangkan adz-dzonn artinya ragu, menyangka, tahu
yang tidak yakin atau yakin. Su’udzon
menurut istilah ialah prasangka yang menjadikan seseorang mensifati orang lain
dengan sifat yang tidak disukainya tanpa dalil.
Suu’udzan Dalam Pandangan Islam
a.
Haram
1. Su’udzon kepada Allah. Allah berfirman: “Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang-orang yang di muka bumi
ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah)” (QS 6: 116)
2. Su’udzon kepada Rasul
3. Su’udzon kepada orang-orang Mukmin yang dikenal dengan kebaikannya. Allah
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah berdosa.” (49: 12)
b.
Wajib.
1. Wajib su’udzon kepada orang kafir yang terang-terangan dengan
kekufurannya dan permusuhannya kepada Allah, Rasulullah dan orang-orang Mukmin
yang shaleh. Allah berfirman:
“Bagaimana bisa (ada perjanjian
dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika
mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan
kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. mereka
menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik (Tidak menepati perjanjian).” (QS 9: 8)
2. Su’udzon kepada orang Muslim yang dikenal terang-terangan berbuat
maksiat, menghalangi jalan Allah dan tidak komitmen terhadap Islam.
Firman Allah swt: “Dan orang-orang yang mengganggu
dan menyakiti orang-orang mukmin lelaki dan perempuan yang beriman, dengan
perkataan atau perbuatan yang tidak tepat atau sesuatu kesalahan yang tidak
dilakukannya, maka sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan menuduh secara
dusta dan berbuat dosa yang amat nyata.”
(Surah Al-Ahzab, 33; Ayat 58)
Sebahagian dari
prasangka adalah dosa. Sesiapa yang mempunyai sifat buruk sangka kepada sesama
Islam, maka ia wajib bertaubat dan beristiqfar kepada Allah سبحانه وتعالى. Orang yang berburuk sangka
adalah melakukan perbuatan jahat dan berdosa besar; Dan setiap perbuatan jahat,
Allah سبحانه وتعالى akan mencampakkannya ke dalam
neraka Allah.
Firman Allah سبحانه وتعالى :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ
إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم
بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا
فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ
“Wahai orang-orang yang
beriman, jauhilah dari banyak berprasangka; Sesungguhnya sebahagian dari
sangkaan itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan keaiban
orang, dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain, dan
janganlah ada di antara kamu yang mengumpat sebahagian yang lain. Adakah di
antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu
merasa jijik. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan
bertaqwalah kamu kepada Allah; Sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha
Mengasihani.”
(Surah Al-Hujurat, 49; Ayat 12)
Akibat Bersangka Buruk
Bersangka buruk boleh membawa banyak kesan negetif dan masalah. Antaranya
adalah:
1.
Mengakibatkan manusia
dan ummah berpecah-belah antara satu sama lain yang akan merugikan masyarakat
dan Negara bak kata pepatah ‘Kerana pulut santan binasa, kerana mulut badan
binasa.’
2.
Merosakkan jiwa dan
meninggalkan kesan noda dan titik-titik hitam pada hati, Titik hitam ini hanya
melekat pada hati yang kotor. Jika hati sudah penuh dengan titik hitam, maka
proses pembersihannya juga menjadi sukar.
3.
Sentiasa berasa sakit
hati dan kecewa atas kejayaan yang dicapai orang lain.
4.
Jika hati seseorang itu
penuh dengan sangka buruk, ia akan menimbulkan perasaan benci, geram dan segala
dendam, sudah pasti apabila terlihat sahaja muka saudaranya itu, biarpun
sangkaannya itu belum terbukti benar.
5.
Memburukkan hubungan
persahabatan dan persaudaraan. Apabila hati bersangka buruk terhadap seseorang,
maka sudah pasti hatinya bertambah keruh dan menjarakkan lagi hubungan
silaturahim sesama manusia.
6.
Menyebabkan penyesalan
dalam hubungan manusia sesama manusia kerana menuduh manusia lain tanpa bukti
kukuh.
Firman Allah سبحانه وتعالى :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍۢ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟
قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍۢ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
“Wahai orang-orang Yang
beriman! jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka
selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan
sesuatu kaum Dengan perkara yang tidak diingini Dengan sebab kejahilan kamu
(mengenainya) – sehingga menjadikan kamu menyesali apa Yang kamu telah
lakukan.” (Surah Al-Hujurat, 49; Ayat 6).
.
Menghindari Sikap Bersangka Buruk
1.
Sentiasa memberi
penghargaan pada orang lain
2.
Sentiasa mahu belajar
dari orang lain
3.
Perbanyak ilmu; Ilmu
agama, social, dsb.
4.
Banyak bergaul dengan
pelbagai peringkat orang
5.
Terbuka, tidak suka
menyembunyikan sesuatu / masalah
6.
Berusahalah sentiasa
mengamalkan sikap berfikiran positif
7.
Yakinlah bahawa kita
mampu menjadi lebih baik dari orang lain
8.
Perbanyak kegiatan
kemasyarakatan, jangan suka membuang masa dan perbuatan sia-sia.
9.
Khusnudzon; baik sangka
pada orang lain dan kepada Allah سبحانه وتعالى.
10.
Mensyukuri apa yang
kita terima selama ini sebagai anugerah dari Allah سبحانه وتعالى.
11.
Jangan sesekali
bersikap suudzon dan berfikiran negatif kepada sesuatu yang belum kita tahu
kebenarannya.
12.
Jangan menelan mentah
mentah cerita yang kita terima dari orang lain.
13.
Selidiki dulu apakah
berita yang kita terima itu benar atau tidak sebelum kita menyebarluaskannya
kepada orang lain.
14.
Milikilah prinsip
bahawa sifat iri hati dan dengki terhadap kemajuaan / kejayaan orang lain
adalah merugikan diri, keluarga, komuniti dan Negara kita sendiri.
Riya’
Secara bahasa, Riya’
adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara
istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia,
dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT. Al-Hafidz
Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul
Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan
dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.
Imam
Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan
memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Sementara Imam
Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah
menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan
yang ditujukan untuk akhirat.
وَالرِّيَاءُ إِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ
Riya’ adalah melakukan
ibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapat keuntungan darinya
(pujian dan penghormatan). Riya’ dibagi kedalam
dua tingkatan: riya’ kholish yaitu melakukan
ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’
syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah
Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya
bercampur.
Ananiah
Ananiah adalah sikap seseorang yang selalu mementingkan diri sendiri tanpa
memperdulikan orang lain disekitarnya. Sifat ini sangat tercela, dan
membahayakan di dalam pergaulan di masyarakat. Ananiah termasuk penyakit hati, apabila dibiarkan akan berkembang menjadi
sombong, kikir, takabur yang
diiringi sifat iri dan dengki.
Firman Allah Swt Q.S.
Luqman [31]: 18:
Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri. (Q.S. Luqman [31]: 18)
Nabi saw bersabda :
دَبَّ اِلَيْكُمْ دَاءُ الْاُمَمِ قَبْلَكُمْ الْبَغْضَاءُ
وَالْحَسَدُ هِيَ حَالِقَةُ الدِّ يْنِ لاَحَالِقَةُ الشَّعْرِ (رواه الطبرانى)
Artinya
:
“ Menimpa kepadamu suatu penyakit umat-umat sebelum kamu yaitu
benci-membenci dan dengki. Dialah pencukur agama, bukan sekedar pencukur
rambut.” (H.R.
Thabrani )
Contoh sikap ananiah, yaitu:
1.
tidak memiliki rasa
kepedulian terhadap penderitaan orang lain,
2.
ingin selalu diperhatikan
oleh orang lain,
3.
selalu berusaha untuk
menang sendiri dalam segala hal,
4.
tidak memperhatikan
perasaan hati orang lain,
5.
tidak mau membantu
kesusahan orang lain,
6.
orang kaya yang tidak mau
berderma,
Namimah
Secara bahasa, namimah berarti mengadu domba. Secara istilah, namimah
berarti mengadu domba atau menyebar fitnah antara seseorang dengan orang lain
dengan tujuan agar saling bermusuhan.
Namimah termasuk perbuatan
tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana larangan
ALLAH SWT.
Dalam AL- Qur’an Surah Al Qalam yang artinya: “Dan janganlah kamu patuhi
setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian ke
mari menyebarkan fitnah, yang merintangi segala yang baik,yang melampaui batas
dan banyak dosa, yang bertabiyat kasar, selain itu juga terkenal kejahatannya,
karena dia kaya dan banyak anak.”
“Huzaifah r.a. berkata:
Rasulullah saw. Bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka adu domba”
(H.R. Muslim).
Dalam hadis lain , Nabi
Muhammad bersabda:
Dari Ibnu Abbas r.a.
bahwasanya Rasulullah swt. melewati dua makam ( kuburan) lalu Nabi bersabda: “Sesungguhnya dua orang yang ada di kubur ini di siksa.
Salah seorang diantaranya disiksa karena selalu mengadu domba
(menebar fitnah) dan yang satu lagi karena tidak bersih ketika
bersuci (dari buang air kecilnya).”
Contoh Perilaku Namimah
Salah satu contoh dari
sifat perbuatan namimah sebagai berikut.
a) Mempunyai
maksud yang tidak baik terhadab orang lain terutama orang yang sedang diadu
domba.
b) Terlalu
mudah percaya pada orang lain tanpa mengetahui kebenaranya.
c) Suka
berkumpul/ menggosop.
d) Provokator
(menjadi provokator)
Aniaya
(Zalim)
Aniaya berasal dan bahasa Arab (dzolama) sifat ini termasuk salah satu
sifat yang dikutuk oleh Allah dan Rasul-Nya, serta dikecam oleh seluruh umat
manusia di dunia. Sifat ini berakibat menjatuhkan martabat diri sendiri
dan orang lain.
Pada dasarnya secara umum
zalim atau perbuatan aniaya dapat diklasifikasi 4 macam :
a.
Zalim kepada Allah, dengan
cara tidak mau melaksanakan perintah allah dan melaksanakan larangan-Nya.
Contoh : meninggalkan
ibadah shalat, puasa, zakat dan ibadah lainnya, bahkan berbuat syirik, sihir
dan perbuatan terlarang lainnya.
b.
Zalim kepada diri sendiri.
Contohnya : membiarkan diri sendiri tetap bodoh, miskin, malas,
minum-minuman keras, bunuh diri dan lain-lain.
c.
Zalim kepada orang lain
(sesama manusia).
Contohnya : mengumpat, mengado domba, memfitnah, mencuri, merampok,
penyiksaan, pembunuhan, dan lain-lain.
d.
Zalim kepada makhluk lain
atau alam sekitarnya.
Contohnya : menebang pohon tanpa aturan, membuang sampah sembarangan,
menyembelih binatang dengan senjata tumpul, dan lain-lain.
Allah swt berfirman “ ….Barang
siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka mereka itulah orang-orang yang
dzalim” (QS Al-Baqarah: 229)
Ciri-Ciri Orang Zalim Berdasarkan Al Qur’an
Al Qur’an memberikan informasi banyak sekali
tentang identitas atau cirri orang zalim yang sikap perilakunya atau cara
memimpinnya dinisbatkan kepada firman di antaranya sebagai berikut :
a.
Senantiasa rakus terhadap kekuasaan.
قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً
أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ
Artinya : Dia
berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya
mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan
demikian pulalah yang akan mereka perbuat. (Q.S. An Naml : 34)
b.
Sikap zalim dapat juga diketahui dari
sifat-sifat sombong, congkak, arogan, sewenang-wenang, sok kuasa,
mentang-mentang dan mengklaim bahwa (seolah-olah) semua kesuksesan, dialah
penggagasnya.
c.
Kaki tangannya (anak buahnya) sebagai
perpanjangan kekuasaannya menindas dan menggusur si lemah.
d.
Merencanakan pembunuhan/menghilangkan nyawa
kepada golongan tertentu agar keinginan (nafsu) memimpin lebih lama lagi terus
berlangsung.
Akan lebih berbuat
sadis, bila intimidasi yang pertama tidak mampu menimbulkan rasa gentar
terhadap pihak lawannya.
Makna Gambar : orang yang memiliki sifat tercela maka hatinya akan kering, tandus dan gersang karena tidak tersirami oleh kesejukan cinta kepada Allah swt dan sayang kepada sesama.
boleh saya copas untuk tugas saya?
BalasHapus