Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

Biar Kaya Tapi Masuk Syurga



Biar Kaya Tapi Masuk Syurga

Hidup adalah pilihan. Manusia sendiri yang memilih kehidupan mereka masing-masing, hendak memilih bahagia atau memilih sengsara. Setelah memilih, manusia akan berusaha meraih kehidupan yang dipilihnya itu. Namun ada hal yang lebih penting dari pilihan itu yakni adanya kekuasaan dan keagungan Allah swt di dalamnya. Manusia hanya mampu berencana dan Allah swt lah yang menentukan. Akan tetapi Allah swt tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum tersebut merubah nasib mereka sendiri. 

Kalau ditanya apa pilihan hidup manusia? maka tentu semua dari manusia akan menjawab ingin bahagia (kaya) dunia dan bahagia akhirat (masuk Syurga). Pilihan tersebut bukanlah mimpi dan angan belaka melainkan sebuah cita-cita yang harus dicapai karena tiada cita-cita mulia melainkan meraih kebahagiaan hidup dunia akhirat.

Dalam kehidupan dunia kita bisa mengamalkan ayat-ayat Allah swt tentang bagaimana caranya menjadi orang yang kaya, yakni dengan memperbanyak infak dan shodaqah karena harta yang kita keluarkan di jalan Allah swt akan menjadi amal jariyah dan akan bernilai pahala yang berlipat ganda. Sesuai dengan sabda Rasulullah dalam haditsnya: 

Dari Abi ‘Abdillah Tsauban Bin Bujdad bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Dinar yang paling utama yang dibelanjakan seseorang adalah dinar yang ia belanjakan untuk keluarganya, dinar yang ia belanjakan untuk kendaraannya di jalan Allah, dan dinar yang ia infakkan untuk rekan-rekannya (yang tengah berjuang) di jalan Allah.” (Muslim)

Dalam kitab Nuzhatul-Muttaqin (syarah Riyadush-Shalihin karya Imam An-Nawawi) disebutkan, hadits itu menjelaskan peringkat keutamaan pengeluaran harta (infak) bahwa memberi nafkah kepada keluarga merupakan infak yang paling mulia. Dalam hadits lain disebutkan:

Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk (mememerdekakan) hamba sahaya, dinar yang engkau infakkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluarga, yang paling utama di antara semua itu adalah dinar yang engkau infakkan kepada keluargamu.” (Muslim)

Ke manapun alokasinya, yang jelas seseorang tidak mungkin dapat berinfak jika tidak memiliki harta. Lebih-lebih jika kita mencermati ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan kita terlibat dalam jihad. Selalu saja disandingkan antara kewajiban berjihad dengan jiwa dengan kewajiban berjihad dengan harta. Bahkan dari semua ayat yang memerintahkan kita berjihad dengan harta dan jiwa, berjihad dengan harta selalu didahulukan kecuali pada satu ayat saja yakni ayat 111 surah At-Taubah, yang maknanya:

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin jiwa dan harta mereka dengan mendapatkan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh.”

Selebihnya, hartalah yang disebut terdahulu. Perhatikan ayat-ayat berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, inginkah kalian aku tunjukkan pada suatu perniagaan yang menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih. Kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kalian berjihad di jalan Allah denganh harta dan jiwa kalian.” (Ash-Shaf: 10-11)

Ini diperkuat dengan adanya kewajiban zakat. Dalam urusan yang satu ini memang ada kesalahan persepsi pada sebagian kaum muslimin. Kewajiban zakat sering dipahami begini: kalau punya harta, zakatlah; kalau tidak punya, tidak usah mengeluarkan zakat. Secara fiqih, pemahaman itu sangat benar. Tapi semangatnya bukanlah semangat kepasrahan pada keadaan. Semangat perintah zakat harusnya dipahami: carilah uang, kumpulkanlah harta agar dapat melaksanakan perintah Allah yang bernama zakat. Seharusnya kita membawa semangat shalat untuk diterapkan pada zakat. Kita selalu berpikir kita harus bisa melaksanakan shalat dengan segala perjuangan yang menjadi konsekuensinya. Dari mulai mencari penutup aurat, mencari tempat shalat, menentukan arah kiblat, mensucikan diri, dan seterusnya.

Itu semua mematahkan anggapan yang masih dianut sebagian orang bahwa kesalihan dan ketakwaan identik dengan kepapaan, kemelaratan, kesengsaraan, dan ketertindasan. Seolah-olah hanya orang miskin, jelata, dan tertindaslah yang layak menghuni surga. Sebaliknya orang kaya dan orang yang punya jabatan tidak punya tempat di surga. Ini diperparah dengan sering disitirnya hadits-hadits dha’if (lemah) atau bahkan maudhu’ (palsu) yang memberikan pesan untuk menjauhi dunia sejauh-juahnya demi mencapai ketakwaan dan kesucian jiwa. Atau mungkin juga menyitir hadits shahih tentang zuhud dengan pemahaman yang salah.

Zuhud tidaklah identik dengan melarat. Zuhud adalah kepuasaan hati dengan apa yang diberikan Allah swt. Zuhud adalah ketiadaan ikatan hati kepada kekayaan. Bahwa sambil merasa puas dengan apa yang Allah berikan dan sambil meniadakan ikatan hati dengan harta seseorang memiliki harta dan jabatan, tidaklah menafikan sifat zuhud.

Utsman Bin ‘Affan adalah konglomerat dan kaya raya. Beliau termasuk sahabat Nabi saw. yang dijamin masuk sorga. Demikian pula halnya dengan ‘Abdurrahman Bin ‘Auf. Beliau sukses dalam bisnis dan menjadi saudagar kaya raya. Toh beliau juga termasuk yang dijamin masuk surga. Umar Bin ‘Abdul-‘Aziz, khalifah yang kaya raya. Tapi justeru dia termasuk orang zuhud.
Posisi harta dalam Islam sama dengan posisi kemiskinan: sebagai ujian bagi manusia. Dengan kekayaan orang bisa masuk surga sebagaimana dengan kekayaan pula orang bisa masuk neraka. Dengan kepapaan orang bisa masuk surga sebagaimana dengan kepapaan pula orang bisa masuk neraka. Semuanya ujian! Allah swt. menegaskan:
Dan Kami coba kalian dengan keburukan dan kebaikan, (semuanya) sebagai ujian.” (Al-Anbiya: 35)
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya dunia itu manis dan menghijau. Dan sesungguhnya Allah mengangkat kalian sebagai khalifah di dalamnya untuk melihat (menguji) bagaimana kalian bekerja. Maka berhati-hatilah dengan dunia dan berhati-hatilah dengan wanita. Karena sesungguhnya fitnah Bani Israil adalah pada wanita.” (Riwayat Muslim)
Jadi, orang yang saleh bukanlah orang memilih meninggalkan harta melainkan yang lulus dalam ujian mengelola harta itu. Seseorang dianggap lulus ujian dalam urusan harta manakala:
  • Hanya menempuh cara halal untuk memperoleh harta.
Pada hari kiamat, setiap orang akan diminta pertanggungjawaban terkait dengan hartanya, dari manakah ia memperolehnya dan dengan cara apa? Ini batu ujian pertama. Rasulullah saw. bersabda:
Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman seperti yang diperintahkan kepada para rasul. Dia berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari yang baik dan beramal salehlah karena sessungguhnya Aku mengetahui apa yang kamlian lakukan’. Dia juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik dari yang Kami rezekikan kepada kalian’.” Lalu Rasulullah saw. menerangkan tentang orang yang mengadakan perjalanan panjang, kusut masai dan berdebu. Ia mengadakahkan kedua tangannya (berdoa) ke langit (sambil mengatakan): Ya Rabbi, ya Rabbi, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dari yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan.” (Muslim)
  • Harta itu tidak menyebabkan sombong
Orang yang suksus mengelola harta adalah orang yang dengan hartanya justeru semakin rendah hati dan menyadari bahwa segala yang dimilikinya adalah titipan atau amanah dari Allah. Abdurrahman bin ‘Auf yang padahal termasuk orang yang dijamin masuk surga pernah berlinang air mata saat dirinya siap menyantap hidangan lezat yang ada di hadapannya. Ketika ditanya penyebab ia menangis, ia menjawab, “Aku takut hanya yang kunikmati di dunia inilah yang menjadi ganjaranku dari Allah.”
  • Menjadi fasilitas untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik harta yang saleh adalah yang ada pada orang saleh.” Beliau juga memerintahkan kepada kita, “Jauhkanlah dirimu dari neraka walau dengan hanya sebelah kurma.”
  • Menjadi fasilitas untuk silaturahim.
Infaq adalah baik. Dan infaq kepada kerabat adalah lebih baik lagi. Karena selain bernilai taqarrub, perbauatan itu juga merupakan upaya silaturahim. Rasulullah saw. bersabda, “Shadaqah kepada orang misikin adalah satu shadaqah dan shadaqah kepada orang yang punya hubungan rahim (kerabat) adalah dua shadaqah: shadaqah dan shilah (menyambungkan).” (At-Tirmidzi)
  • Menjadi fasilitas untuk perjuangan.
Perjuangan Islam jelas tidak mungkin tanpa dukungan finansial. Kekuatan orang-orang kafir harus dihadapi dengan kekuatan optimal kaum muslimin. Dan tentu saja salah satu kekutan itu adalah kekuatan maliyyah (finansial).
Itulah sebagian ajaran Islam yang terkait dengan kekayaan. Jadi, menjadi orang kaya, siapa takut? Allahu a’lam.

Sumber: www.dakwatuna.com
Share:

Percakapan "Objek Wisata Budaya"



                                          اَلْحِوَارُ
جوكجاكرتا (Djogjakarta)

خالد: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
Assalamu`alaikum..
فوزي: وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Wa`alaikumsalam wr wb..
خالد: هَلْ زُرْتَ جوكجاكرتا ؟
Apakah kamu sudah berkunjung ke Djogjakarta?
فوزي: لاَ، لَمْ أَزُرْهَا
Belum, saya belum pernah mengunjunginya
خالد: لاَ بُدَّ أَنْ تَزُوْرَهَا
Kamu harus mengunjunginya
فوزي: مَاالْمَعَالِمُ السِّيَاحِيَّةُ الَّتِى نَزُوْرُهَا فِي جوكجاكرتا ؟
Objek wisata apa saja yang bisa kita kunjungi di Djogjakarta ?
خالد: أَهَمُّهَا قَصْرُ السُّلْطَانِ، نُشَاهِدُ فِيْهِ الآثَارَ الْقَدِيْمَةَ لِلسَّلْطَنَةِ.
Yang terpenting adalah istana sultan dimana kita bisa menyaksikan di dalamnya peninggalan (jejak-jejak) dulu kesultanan
فوزي: وَأَيْنَ نَتَجَوَّلُ بَعْدَ ذٰلِكَ ؟
Setelah itu kita bisa berkeliling ke mana lagi ?
خالد: نَتَجَوَّلُ لِمُشَاهَدَةِ مَصَانِعِ الْفِضِّيَّاتِ أَوْ مَعَارِضِ "الْباتِيك"
Kita bisa berkeliling (jalan-jalan) menyaksikan pabrik-pabrik perak atau pameran batik
فوزي: وَ جوكجاكرتا مَعْرُوْفَةٌ بِاسْمِ (الْمُحَافَظَةُ الْخَاصَّةُ)، لِمَاذَا ؟
Djogjakarta itu terkenal dengan nama daerah istime. Kenapa ya ?
خالد: كَانَت جوكجاكرتا قَدِيْمًا عَاصِمَةً لِمَمْلَكَةِ "مَاتَارَام"
Djogjakarta itu dulunya merupakan ibu kota kerajaan Mataram
فوزي: وَلاَ تَزَالُ حَتَّى الآنَ تَحْتَفِظُ بِمَظَاهِرِ سَلْطَنَةِ "ماتَارَام"، فِيْمَا أَظُنُّ
Saya kira sampai sekarang Djogjakarta masih memelihara adat istiadat kesultanan Mataram
خالد: كَلاَمُكَ صَحِيْحٌ
Betul sekali perkataanmu
فوزي: شُكْرًا عَلَى اهْتِمَامِكَ
Terima kasih





مَعْبَدُ "بُوْرُوبُوْدُور"  (Candi Borobudur)
لَيْلَى     : عَلَى فِكْرَةٍ، هَلْ مَعْبَدُ "بُوْرُوبُوْدُور" قَرِيْبٌ مِنْ جوكجاكرتا ؟
Ngomong-ngomong, apakah Candi Borobudur dekat dari Djogjakarta ?
فَوْزِيَّة     : بَعِيْدٌ قَلِيْلاً، يَقَعُ عَلَى بُعْدِ ٤٥ كِيْلُومِتْرًا تَقْرِيْبًا عَنْ جوكجاكرتا
Sedikit jauh, terletak kira-kira 45 km dari Djogjakarta.
لَيْلَى     : إِنَّهُ مِنْ أَشْهَرِ الْمَبَانِى الْقَدِيْمَةِ فِى الْعَالَمِ
Sesungguhnya Candi Borobudur itu salah satu bangunan kuno yang sangat terkenal di dunia
فَوْزِيَّة     : بَلْ إِنَّهُ مِنْ عَجَائِبِ الدُّنْيَا السَّبْعَةِ
Bahkan ia termasuk ke dalam 7 keajaiban dunia
لَيْلَى     : لِذَا يَأْتِيهِ السُّيَّاحُ مِنْ مُخْتَلِفِ الْعَالَمِ
Oleh karena itu banyak didatangi oleh para wisatawan dari berbagai negara
فَوْزِيَّة     : وَبَعْدَ ذٰلِكَ يُشَاهِدُوْنَ مَعَابِدَ أُخْرَى مِثْلُ مَعْبَدِ "برامبانان" وَ مَعْبَدِ "مندوت"
Setelah itu mereka (para wisatawan) bisa menyaksikan candi-candi lainnya seperti candi prambanan dan candi mendut



تُوْرَاجَا (Toraja)
يُوْسُف   : إِلَى أَيْنَ يُسَافِرُ هٰؤُلاَءِ السُّيَّاحُ الْأَجَانِبُ ؟
Para wisatawan asing itu mau pergi ke mana ya ?
يُوْنُس    : قِيْلَ إِنَّهُمْ يُسَافِرُوْنَ إِلَى مِنْطَقَةِ "تُوْرَاجَا"
Katanya mereka mau pergi ke daerah Toraja
يُوْسُف   : تَقَعُ الْمِنْطَقَةُ فِي سُلاَوِيْسِي الْجَنُوْبِيَّةِ. أَلَيْسَ كَذَالِكَ ؟
Daerah tersebut terletak di Sulawesi selatan. Bukan begitu ?
يُوْنُس    : صَحِيْح، وَلكِنْ مَاذَا يُشَاهَدُوْنَ هُنَاكَ؟
Betul, tapi apa yang mereka saksikan di sana ?  
يُوْسُف   : قِيْلَ إِنَّ أَهَالِي "تُوْرَاجَا" لاَ يَدْفِنُوْنَ مَوْتَاهُمْ كَالْمُعْتَادِ بَلْ يَجْعَلُوْنَ مَوْتَاهُمْ مَحْفُوْرَة فِي حَائِطٍ جَبَلِيٍّ مُرْتَفِعٍ
Katanya bahwa para penduduk Toraja tidak mengubur jenazah seperti biasanya melainkan mereka kubur para jenazah di dinding gunung yang tinggi
يُوْنُس    : إِنَّهَا مَقَابِرُ فَرِيْدَةٌ، لَيْسَ فِى الْعَالَمِ مِثْلُ هٰذِهِ الْمَقَابِرِ
Sungguh merupakan kuburan yang unik, tidak ada di dunia kuburan yang seperti ini
Share:

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP