A. FUNGSI DAN TUJUAN
AL-QURAN DITURUNKAN
1.
Petunjuk bagi manusia
QS. An-Nahl :
44
44.
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
[829]
Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat
dalam Al Quran.
QS. Al-Baqarah
: 2-4
2. Kitab[11] (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],
3. (yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14],
yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang Kami
anugerahkan kepada mereka.
4. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang
telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu[17],
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].
[11] Tuhan menamakan Al Quran dengan Al kitab yang di sini berarti yang
ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
[12] Takwa Yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala
perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup
diartikan dengan takut saja.
[13] Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan
penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki
oleh iman itu.
[14] Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya
kepada yang ghjaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak
dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada
adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
[15] Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. menurut istilah syara' ialah ibadat
yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang
dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan
shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat,
rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti
khusu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
[16] Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian
rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Tuhan
kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama memberinya, seperti
orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
[17] Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah
Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan
Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam Al Quran yang diturunkan kepada Para rasul.
Allah menurunkan kitab kepada Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril
a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada rasul.
[18] Yakin ialah kepercayaan yang kuat dengan tidak dicampuri keraguan
sedikitpun. akhirat lawan dunia. kehidupan akhirat ialah kehidupan sesudah
dunia berakhir. yakin akan adanya kehidupan akhirat ialah benar-benar percaya
akan adanya kehidupan sesudah dunia berakhir.
2.
Sumber pokok ajaran Islam
QS. An-Nahl :
89
89. (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami
bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan
Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan
Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
QS. Al-An`am : 38
38. dan
Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami
alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.
[472]
Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan
arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul
mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam
Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum,
hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan
kebahagiaan makhluk pada umumnya.
QS. An-Nisa : 105
105.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang-orang yang khianat[347],
[347] Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan
pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia Menyembunyikan barang curian itu di
rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa
yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat
Thu'mah kepada Nabi s.a.w. dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan
menghukum orang-orang Yahudi, Kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang
itu ialah Thu'mah, Nabi sendiri Hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan
kerabatnya itu terhadap orang Yahudi.
3.
Peringatan dan pelajaran bagi manusia
QS. An-Nahl :
68-69
68. dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
69.
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
B. KEDUDUKAN AL-QURAN
DALAM ISLAM
Hadits Nabi
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا
مَاتَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي
“Aku tinggalkan kepada kalian 2 hal, kalian tidak akan sesat,
selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan sunahku.”
C. AL-QURAN MUKJIZAT
RASUL
A.
Pendahuluan
Setiap nabi yang diutus oleh Allah
SWT kepada suatu kaum selalu mendapat tantangan (challenge) dari kaum tersebut.
Tantangan yang paling umum dihadapi oleh para nabi adalah pengingkaran terhadap
status kenabian dan kerasulannya. Hampir semua nabi dan rasul diminta oleh
kaumnya untuk menunjukkan tanda-tanda kenabian dan kerasulannya.
Setiap tantangan tentu membutuhkan
jawaban. Dalam sejarah para nabi ditemukan bahwa di antara jawaban yang
diberikan Allah melalui nabi dan rasul-Nya adalah mu’jizat. Mu’jizat ini lazim
dijadikan pertanda kenabian dan kerasulannya.
Dalam teori Challenge and Response,
Arnold J. Toynbee (1889-1975) menyatakan, semakin kuat tantangan (Challenge)
yang dihadapi akan semakin dibutuhkan besarnya tanggapan (Response) untuk
mengatasinya. Tanggapan yang memadai bahkan berlebih akan membuat sesuatu bebas
dari tantangannya. Jika diikuti alur pikir sejarawan Kristiani tersebut, maka
pada umumnya nabi-nabi terdahulu berhasil melewati tantangan kaum pengingkarnya
melalui sebuah kekuatan yang melemahkan tantangan tersebut yaitu mukjizat yang
dianugerahkan Allah.
Modul berjudul I’jaz al Qur’an ini menggambarkan secara
ringkas segala sesuatu yang berkaitan dengan keistimewaan, kekuatan dan
keagungan al Qur’an dalam melemahkan orang-orang yang menentangnya.
Agar lebih terarah, makalah ini dibatasi pada pembahasan
kemu’jizatan al Qur’an, yang meliputi 1) Pengertian I’jaz al Qur’an, 2) Segi
kemukjizatan, 3) Macam-macam mukjizat, 4) Peranan I’jaz al Qur’an dalam
memahami/ menafsirkan al Qur’an.
B.
Pengertian
1.
Mukjizat
Mukjizat
secara etimologi diderivasi dari kata I’jaz yang berarti lemah atau tidak
mampu. I’jaz merupakan mashdar (abstract noun) dari kata a’jaza yang berarti
berbeda dan mengungguli. Mukjizat dalam istilah (terma) para ulama adalah suatu
hal yang luar biasa yang disertai tantangan dan tidak dapat ditandingi.
Dengan makna yang sama, Quraish Shihab menjabarkan
mukjizat sebagai istilah yang terambil dari kata أعجز
yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya yang melemahkan
disebut mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol
sehingga mampu membungkam lawan, maka ia dinamakan معجزة.
Tambahan ta’ marbuthah (ة) pada akhir kata itu mengandung
makna mubalaghah (superlatif). Menurut Subhi al Shalih dan Muhammad Ali Ash
Shabuni, I’jaz berarti lemah atau tidak mampu kepada yang lain. Ahmad von Denffer mengartikan I’jaz sebagai “yang melemahkan, yang
meniadakan kekuatan, yang tak tertirukan, yang mustahil”.
Sebagaimana telah disebut pada pendahuluan, terma mukjizat
biasanya ditemukan dalam kisah para nabi sebagai sebuah anugerah yang diberikan
oleh Allah SWT kepada mereka untuk membuktikan kenabiannya dan mengalahkan para
pengingkarnya. Biasanya
anugerah itu menyangkut peristiwa yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh
orang lain di masa itu. Oleh sebab itu sangat umum dikenal pengertian mukjizat
sebagaimana didefinisikan Manna’ al Qaththan dengan;
والمعجزة: أمر خارق للعادة مقرون بالتحدي
سالم عن المعارضة
Mukjizat:
Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan,
serta tidak akan dapat ditandingi.
Menurut Quraish Shihab:
“suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui
seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada
yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak
mampu melayani tantangan itu”
Mukjizat
sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan
momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT. Quraish Shihab mengemukakan
beberapa unsur yang menyertai mukjizat, yaitu:
1.
Hal atau peristiwa yang luar biasa;
2.
Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi;
3.
Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian;
4.
Tantangan itu tidak mampu melawan mukjizat atau gagal melayani.
Menurut Muhammad Ali Ash Shabuni mukjizat ada dua macam.
pertama mukjizat yang bersifat materialistis-realistis, kedua mukjizat
yang bersifat spiritual-realistik Al Suyuthy juga membagi mukjizat
kepada dua kelompok yaitu mukjizat hissiyah dan mikjizat aqliyyah.
Mukjizat hissiyah berarti yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia,
mukjizat aqliyyah adalah mukjizat yang hanya bisa ditangkap oleh nalar manusia.
Kedua
macam mukjizat ini diberikan kepada Nabi Muhammad, dan al Qur’an sendiri
mengandung kedua bentuk mukjizat itu. Bahkan mukjizat ma’nawy (aqly) lebih
besar porsinya disbanding mukjizat hissi. Quraish Shihab dengan menggunakan
istilah yang berbeda juga membagi dua, pertama mukjizat yang bersifat material
indrawi dan tidak kekal, kedua mukjizat immaterial logis dan dapat
dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat dalam bentuk yang pertama terjadi pada
era kenabian sebelum Muhammad SAW, berlaku pada masa itu saja dan menyangkut
hal-hal yang dapat dibuktikan panca indera. Mukjizat dalam bentuk yang kedua
adalah pada masa Nabi Muhammad SAW, berlaku sampai akhir zaman.
2. I’jaz al Qur’an
Berdasarkan definisi teknis di atas dalam konteks kemukjizatan al Qur’an,
I’jaz al Qur’an berarti mukjizat (bukti kebenaran) yang dimiliki atau yang
terdapat dalam al-Quran. Atau dengan memakai istilah lainnya dengan menjadikan
al Qur’an sebagai sebuah mukjizat, maka mukjizat al Qur’an berarti pemberitaan
al Qur’an tentang kekuatan dan kebenaran dirinya yang tidak dapat ditandingi
oleh manusia. Dengan
kekuatan dan keistimewaan al Qur’an manusia bahkan cenderung membenarkan dan
mengakui apa yang diinformasikan oleh al Qur’an. Dari segi ilmu pengetahuan,
misalnya Abdul Majid bin Aziz al Zindani mengartikannya dengan pengakuan dan
pembuktian ilmu eksperimental terhadap informasi ilmiah yang dimuat dalam al
Qur’an. Ketidaktertandingi dan ketidaktertiruan al Qur’an inilah yang disebut
dengan I’jaz al Qur’an atau keajaiban al Qur’an.
Membahas I’jaz al Qur’an adalah memaparkan lebih lanjut segala aspek yang
berkaitan dengan keutamaan, kesempurnaan, ketinggian, kebenaran, keajaiban al
Qur’an serta segenap sifat-sifat superioritasnya sehingga al Qur’an terbukti
sebagai mukjizat yang dapat melemahkan seluruh penantangnya. Dalam situasi tertentu, al Quran juga sering menantang para
penentang nabi untuk membuktikan kemampuan mereka. Al Qur’an dengan keagungan
dan keindahan gaya bahasanya menyatakan bahwa manusia tidak akan dapat
menandinginya.
Kaum Muslim menerima wahyu dengan sepenuh hati. Mereka memandang Al
Quran suci dari Allah, baik kandungan maknanya maupun bahasa dan bentuknya.
Bukti bahwa Al Quran adalah firman Tuhan berada pada Al Quran sendiri, yakni
antara lain terletak pada keindahan teksnya yang tidak dapat ditiru dan tidak
tertandingi sehingga merupakan mukjizat. Karena itu, Al Quran bukan karya
manusia, melainkan karya Tuhan. Watak Al Quran yang demikian ini disebut I'jâz
.
Beberapa
pengertian di atas sangat sesuai dengan pengertian al Qur’an sebagai kitab suci
yang mengandung mukjizat terbesar sepanjang masa. Salah satunya defenisi yang
dikemukakan Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah:
كلام الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم المعجز المتعبد بتلاوته المنقول بالتواتر المكتوب في المصاحف من أول سورة الفاتحة إلى أخر سورة الناس
كلام الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم المعجز المتعبد بتلاوته المنقول بالتواتر المكتوب في المصاحف من أول سورة الفاتحة إلى أخر سورة الناس
Artinya: (Al Qur’an) adalah kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi-Nya Muhammad SAW yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya
mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir, dan ditulis pada
mushaf-mushaf mulai dari surat al Fatihah sampai akhir surat al Nas.
C. Aspek Kemu’jizatan al Qur’an
Pada umumnya ulama, pengarang dan buku-buku yang
berkaitan dengan I’jaz al Qur’an mengemukakan banyak sekali kemukjizatan yang
dikandung oleh al Qur’an. Al Qurthuby (w. 256 H/ 1258 M) mengemukakan sepuluh
aspek kemukjizatan al Qur’an, yaitu:
1. Aspek
bahasanya yang melampaui seluruh cabang bahasa Arab.
2. Gaya
bahasanya yang melampaui keindahan gaya bahasa Arab pada umumnya.
3. Keutuhannya
yang tidak tertandingi
4. Aspek
peraturannya yang tidak terlampaui.
5. Penjelasannya
tentang hal-hal yang ghaib hanya dapat ditelusuri lewat wahyu semata.
6. Tidak
ada hal yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan (science).
7. Memenuhi
seluruh janjinya, baik tentang limpahan rahmat atau ancaman.
8. Memenuhi
keperluan dasar manusia.
9. Pengaruh
terhadap qalbu manusia.
Sementara al Baqilani (w. 403 H/ 1013 M) dalam kitabnya
I’jazat al Qur’an mengemukakan tiga aspek yaitu tentang 1) ke ummy-an Nabi SAW
sebagai pengemban wahyu, 2) berita tentang hal yang ghaib, dan 3) tidak adanya
kontradiksi dalam al Qur’an. Rusydi AM mengemukakan bahwa kemukjizatan al Qur’an
terletak pada segi fashahah dan balaghah-nya, susunan dan gaya bahasanya, serta
isinya yang tiada bandingannya.
Manna al Qaththan mengemukakan tiga pendapat tentang
kadar kemukjizatan al Qur’an yaitu:
1. Mu’tazilah
menyatakan keseluruhan al Qur’an merupakan mukjizat, bukan sebagian atau
beberapa bagian saja.
2. Sebagian
ulama lainnya berpendapat kemukjizatan al qur’an terletak pada sebagian kecil
atau sebagian besar al Qur’an, tanpa terkait surat. Pendapat ini didasari firman
Allah surat at Thur ayat 34 “Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang
semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.”
3. Ulama
lainnya berpendapat kemukjizatan cukup dengan satu surat lengkap, sekalipun
hanya surat pendek. Atau dengan satu atau beberapa ayat.
Setelah melalui penelitian yang cermat, akhirnya Manna al Qaththan memutuskan kadar kemukjizatan al Qur’an itu mencakup tiga Aspek yaitu, aspek bahasa, aspek ilmiah dan aspek tasyri’ (penetapan hukum).
Setelah melalui penelitian yang cermat, akhirnya Manna al Qaththan memutuskan kadar kemukjizatan al Qur’an itu mencakup tiga Aspek yaitu, aspek bahasa, aspek ilmiah dan aspek tasyri’ (penetapan hukum).
Penulis yakin, bahwa setiap pembahasan tentu akan menentukan
topiknya sendiri dan menentukan fokus kajian sesuai dengan minat dan temuannya
masing-masing. Berdasarkan asumsi inilah penulis mencoba (bereksperimen,
mudah-mudahan tidak meleset!) membahas beberapa segi kemukjizatan al Qur’an
sebagai bentuk ringkasan dari beberapa pendapat di atas terutama pendapat al
Qaththan yang akan penulis kembangkan dan elaborasi lebih jauh.. Hal yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Kefasihan
dan Keindahan Bahasa Al-Qur'an
a. Kefasihan
dan balaghah Al Qur’an.
Untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam setiap
masalah, Allah swt. menggunakan kata dan kalimat yang paling lembut, indah,
ringan, serasi, dan kokoh. Beberapa riwayat menuliskan bahwa tokoh-tokoh kaum
musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat al Qur’an
yang dibaca oleh kaum muslimin.
b. Kefasihan
dan balaghah Al Qur’an mempercepat tersebar Islam
Keistimewaan orang-orang Arab yang paling menonjol pada masa diturunkannya Al-Qur'an ialah ilmu Balaghah dan sastra. Puncak kemahiran mereka pada masa itu tampak ketika mereka mengadakan pemilihan bait-bait kasidah dan syair – setelah diadakan penelitian dan penilaian– yang merupakan kegiatan seni dan sastra yang paling besar. Dalam hal ini, Philip K. Hitti berkomentar, “Keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh keluasan bahasa Arab.
Keistimewaan orang-orang Arab yang paling menonjol pada masa diturunkannya Al-Qur'an ialah ilmu Balaghah dan sastra. Puncak kemahiran mereka pada masa itu tampak ketika mereka mengadakan pemilihan bait-bait kasidah dan syair – setelah diadakan penelitian dan penilaian– yang merupakan kegiatan seni dan sastra yang paling besar. Dalam hal ini, Philip K. Hitti berkomentar, “Keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh keluasan bahasa Arab.
2. Dari
segi Isi
a. Penuh
dengan Muatan Ilmiah.
Al Qur’an diturunkan dalam rentang waktu 22 tahun 2
bulan dan 22 hari. Dalam jangka waktu yang sedikit itu al Qur’an dapat disebut
sebagai gudang ilmu terbesar sepanjang masa. Banyak sekah isyarat ilmiah yang
ditemukan dalam Al-Quran. Misalnya diisyaratkannya bahwa "Cahaya matahari
bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pantulan (dari
cahaya matahari)" (perhatikan QS 10:5); atau bahwa jenis kelamin anak
adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanya
bagaikan "ladang" (QS 2:223); dan masih banyak lagi lainnya yang
kesemuanya belum diketahui manusia kecuali pada abad-abad bahkan tahun-tahun
terakhir ini.
Al-Qur'an mencakup berbagai pengetahuan, hukum-hukum
dan syariat, baik yang bersifat personal maupun sosial. Untuk mengkaji secara
mendalam setiap cabang ilmu tersebut memerlukan kelompok-kelompok yang terdiri
dari para ahli di bidangnya masing-masing, keseriusan yang tinggi dan masa yang
lama agar dapat diungkap secara bertahap sebagian rahasianya, dan agar hakikat
kebenarannya bisa digali lebih banyak, meski hal itu tidak mudah, kecuali bagi
orang-orang yang betul-betul memiliki ilmu pengetahuan, bantuan dan inayah
khusus dari Allah swt.
Kesimpulannya, barangkali kita berasumsi –tentu
mustahil– bahwa ratusan kelompok yang terdiri dari para ilmuan yang ahli di
bidangnya masing-masing bekerja sama dan saling membantu itu mampu membuat
kitab yang serupa dengan Al-Qur'an.
b. Kesempurnaan
Syari’at dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an secara mutlak telah diakui oleh umat Islam
sebagai pedoman dalam kehidupan. Pengakuan ini didasarkan pada kelengkapan
pesan-pesan dan prinsip-prinsip dasar dalam menyelenggarakan kehidupan. Hal
itulah yang kemudian dieksplorasi oleh ulama, akademisi dan umat Islam untuk
kemudian dijadikan sumber dalam menetapkan pelbagai cara penyelenggaraan
kehidupan (Syari’at). Allah telah menjamin dan menyebutkan;
وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Artinya: dan Kami turunkan kepadamu al Qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu (Q.S. Al Nahl 89)
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ
مِنْ شَيْءٍ
Artinya: Tidaklah Kami lupakan sesuatupun di dalam al Qur’an
(Q.S. Al An’am 38)
Kesempurnaan syari’at dalam al Qur’an terletak pada
universalitas hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Al Qur’an tidak mengajarkan
hukum secara rinci dan parsial sebagaimana diterapkan Allah pada umat-umat
terdahulu. Tujuannya adalah agar syari’at yang dikandung al-Qur’an berlaku
universal, tak terbatas dimensi spatial tempat), temporal (waktu) dan topical
(kasus/peristiwa).
Dengan demikian, merujuk pendapat Syekh Muhammad Ali
al Sayis, kaidah (prinsip) syari’at Islam dalam al Qur’an tetap valid dan tidak
perlu ada penghapusan (naskh) dan tidak perlu terkena agenda perubahan prinsip.
c.
Pemberitaan Ghaib
Suatu yang tidak ditemukan dan tertandingi pada
zamannya hingga sekarang adalah pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Saat ini belum
ditemukan futurolog yang dapat memprediksi masa depan dengan baik. Buku-buku
seperti Megatrend 2000 (Patricia Aburdene), The Clash of Civilization (Samuel
P. Huntington) dan The End of History (Francis Fukuyama) –pun salah memprediksi
masa kini yang ia lakukan kurang lebih 10-20 tahun yang lalu.
Fir'aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa., diceritakan
dalam surah Yunus. Pada ayat 92 surah itu, ditegaskan bahwa "Badan Fir'aun
tersebut akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi
berikut." Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena hal itu telah
terjadi sekitar 1200 tahun S.M. Nanti, pada awal abad ke-19, tepatnya pada
tahun 1896, ahli purbakala Loret menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir,
satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir'aun yang
bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa A.S. Selain itu, pada
tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk
membuka pembalut-pembalut Fir'aun tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu
jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh Al-Quran. Setiap orang yang pernah
berkunjung ke Museum Kairo, akan dapat melihat Fir'aun tersebut.
d. Konsistensi Kandungan Al Qur’an
Al-Qur'an diturunkan selama 23 tahun masa kenabian
Muhammad SAW., yaitu masa-masa yang penuh dengan berbagai tantangan, ujian dan
berbagai peristiwa yang pahit maupun yang manis. Akan tetapi, semua itu sama
sekali tidak mempengaruhi konsistensi dan kepaduan kandungan Al-Qur'an serta
keindahan susunan katanya. Kepaduan dan ketiadaan ketimpangan dari sisi bentuk
dan kandungannya merupakan unsur lain dari kemukjizatan Al-Qur'an. Allah swt.
berfirman:
Artinya: "Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur'an. Seandainya Al-Qur'an itu datang dari selain Allah, pasti mereka akan menemukan banyak pertentangan". (Qs. An Nisa: 82)
Penjelasan minimalnya, setiap manusia menghadapi dua
perubahan. Pertama, pengetahuan dan pengalamannya itu akan bertambah dan
berkembang. Semakin bertambah dan berkembangnya pendidikan, pengetahuan,
pengalaman dan kemampuannya, akan semakin mempengaruhi ucapan dan perkataannya.
Sudah sewajarnya akan terjadi perbedaan yang jelas di antara ucapan-ucapannya
itu sepanjang masa dua puluh tahun.
Kedua, berbagai peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan seseorang akan berdampak pada berbagai kondisi jiwa, emosi dan
sensitifitasnya seperti: putus asa, harapan, gembira, sedih, gelisah dan
tenang. Perbedaan kondisi-kondisi tersebut berpengaruh besar dalam cara pikir
seseorang, baik pada ucapannya maupun pada perbuatannya. Dan, dengan banyak dan
luasnya perubahan tersebut, maka ucapannya pun akan mengalami perbedaan yang
besar. Pada hakikatnya, terjadinya berbagai perubahan pada ucapan seseorang itu
tunduk kepada perubahan-perubahan yang terjadi pada jiwanya. Dan hal itu pada
gilirannya tunduk pula kepada perubahan kondisi lingkungan dan sosialnya.
Kalau kita berasumsi bahwa Al-Qur'an itu ciptaan
pribadi Nabi saw. sebagai manusia yang takluk kepada perubahan-perubahan
tersebut, maka –dengan memperhatikan berbagai perubahan kondisi yang drastis
dalam kehidupan beliau– akan tampak banyaknya kontradiksi dan ketimpangan di
dalam bentuk dan kandungannya. Nyatanya, kita saksikan bahwa Al-Qur'an tidak
mengalami kontradiksi dan ketimpangan itu.
Maka itu, kepaduan, konsistensi dan ketiadaan
kontradiksi di dalam kandungan Al-Qur'an serta ihwal kemukjizatannya ini
merupakan bukti lain bahwa kitab tersebut datang dari sumber ilmu yang tetap
dan tidak terbatas, yakni Allah Yang kuasa atas alam semesta, dan tidak tunduk
pada fenomena alam dan perubahan yang beraneka ragam.
3.
Dari segi Ke- ummy-an Muhammad SAW
Terangkumnya semua ilmu pengetahuan dan hakikat di
dalam sebuah kitab seperti ini mengungguli kemampuan manusia biasa. Akan tetapi
yang lebih mengagumkan dan menakjubkan adalah bahwa kitab agung ini diturunkan
kepada seorang manusia yang tidak pernah belajar dan mengenyam pendidikan sama
sekali sepanjang hidupnya, serta tidak pernah - memegang pena dan kertas. Ia
hidup dan tumbuh besar di sebuah lingkungan yang jauh dari kemajuan dan
peradaban.
Yang lebih mengagumkan lagi, selama 40 tahun sebelum
diutus menjadi nabi, Muhammad SAW tidak pernah terdengar ucapan mukjizat
semacam itu. Sedangkan ayat-ayat Al-Qur'an dan wahyu Ilahi yang beliau
sampaikan pada masa-masa kenabiannya memiliki metode dan susunan kata yang khas
dan berbeda sama sekali dari seluruh perkataan dan ucapan pribadinya. Perbedaan
yang jelas antara kitab tersebut dengan seluruh ucapan beliau dapat disentuh
dan disaksikan oleh seluruh masyarakat dan umatnya. Sekaitan dengan ini, Allah
swt. berfirman:
وَمَا
كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا
لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
Artinya: "Dan kamu tidak pernah membaca sebelum satu
bukupun dan kamu tidak pernah menulis satu buku dengan tanganmu. Karena -jika
kamu pernah membaca dan menulis- maka para pengingkar itu betul-betul akan
merasa ragu (terhadap Al-Qur'an)". (Qs. Al Ankabut: 48).
Tidak mungkin bagi satu orang yang ummi (tidak
belajar baca-tulis sama sekali) mampu melakukan hal tersebut. Dengan demikian,
kedatangan Al-Qur'an dengan segenap keistimewaan dan keunggulannya dari seorang
yang ummi merupakan unsur lain dari kemukjizatan kitab suci itu.
Peranannya dalam memahami al Qur’an dan Penyampaian
Risalah
Kemukjizatan al Qur’an sangat penting untuk memahami atau menafsirkan al Qur’an. Peran terpentingnya terletak pada status dan kapasitasnya sebagai mukjizat. karena itu sikap yang perlu ditanamkan bagi orang yang bermaksud memahami dan menafirkan al Qur’an adalah Pertama, berhati-hati terhadap tindakan tidak senonoh atau melecehkan al Qur’an. Kedua, menasirkan al Qur’an merupakan lahan ijtihadi. Kebenaran mutlak terletak pada lafadz dan makna hakiki yang dibawanya. Maka hasil penafsiran yang relative benar tidak dapat mengalahkan makna hakiki al Qur’an.
Kemukjizatan al Qur’an sangat penting untuk memahami atau menafsirkan al Qur’an. Peran terpentingnya terletak pada status dan kapasitasnya sebagai mukjizat. karena itu sikap yang perlu ditanamkan bagi orang yang bermaksud memahami dan menafirkan al Qur’an adalah Pertama, berhati-hati terhadap tindakan tidak senonoh atau melecehkan al Qur’an. Kedua, menasirkan al Qur’an merupakan lahan ijtihadi. Kebenaran mutlak terletak pada lafadz dan makna hakiki yang dibawanya. Maka hasil penafsiran yang relative benar tidak dapat mengalahkan makna hakiki al Qur’an.
Berkaitan dengan penyampaian risalah, Pertama, Al
Qur’an berfungsi menjawab tantangan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW pada
masa kenabiannya. Tantangan itu tidak hanya datang pada masa kenabiannya.
Hingga sekarang tidak sedikit orang yang meragukan keaslian al Qur’an. Kedua,
kemukjizatan al Qur’an berfungsi melemahkan para penantang risalah kenabian.
Ketiga, Kemukjizatan Al Qur’an menjadi bukti kerasulan Muhammad SAW dan ajaran
yang dibawanya.
Penutup
Sejak diturunkan hingga sekarang selalu mendapat tantangan dan menjadi bahan yang tidak kering dibahas manusia, baik muslim ataupun kafir. Jika tantangan yang dihadapi oleh nabi-nabi terdahulu dianggap telah selesai dengan kehadiran nabi terkhir Muhammad SAW, maka dalam statusnya sebagai kitab suci terakhir dari bagi umat terakhir (Islam), maka al Qur’an akan senantiasa mendapat tantangan. Akan tetapi al Qur’an dengan watak mukjizatnya akan selalu eksis dalam menjawab seluruh tantangan.
Sejak diturunkan hingga sekarang selalu mendapat tantangan dan menjadi bahan yang tidak kering dibahas manusia, baik muslim ataupun kafir. Jika tantangan yang dihadapi oleh nabi-nabi terdahulu dianggap telah selesai dengan kehadiran nabi terkhir Muhammad SAW, maka dalam statusnya sebagai kitab suci terakhir dari bagi umat terakhir (Islam), maka al Qur’an akan senantiasa mendapat tantangan. Akan tetapi al Qur’an dengan watak mukjizatnya akan selalu eksis dalam menjawab seluruh tantangan.
Rasulullah SAW sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Hurairah: "Setiap rasul selalu dikaruniai
kemukjizatan, sehingga karenanya ummatnya akan mempercayainya. Tetapi mukjizat
yang diturunkan Allah padaku adalah wahyu ilahi yang akan menjadikan jumlah
pengikutku akan melampaui pengikut para rasul lainnya kelak di hari
kiamat".
0 Comments:
Posting Komentar