Hadits ditinjau dari segi
sandarannya ada dua; pertama, disandarkan kepada Nabi saw sendiri disebut
Hadits Nabawi, kedua disandarkan kepada Tuhan yang disebut Hadits Qudsi. Hadits
Qudsi sangat perlu untuk dimunculkan karena masih banyak orang yang belum
mengerti keberadaan dan statusnya. Secara umum, masyarakat masih terjebak pada
makna Qudsi secara etimologis yang berarti suci, kemudian mereka menduga bahwa
semua hadits qudsi shahih. Mari kita kaji pengertiannya terlebih dahulu.

Yang dimaksud dengan hadits
qudsi adalah:
كُلُّ قَوْلٍ
أَضَافَهُ الرَّسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى اللهِ عَزَّ وَ
جَلَّ
Segala
perkataan yang disandarkan Rasulullah saw kepada Allah swt.
Definisi
di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw hanya menyandarkan kepada Allah swt
atas berita atau cerita yang beliau sabdakan. Bentuk berita yang disampaikan
hanya berupa perkataan, tidak ada perbuatan dan persetujuan sebagaimana hadits
Nabi biasa. Bentuk-bentuk periwayatannya menggunakan kata-kata yang disandarkan
kepada Allah swt, misalnya sebagai berikut:
قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللهُ – يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ
Nabi
saw bersabda: Allah swt berfirman ….
رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ – فِيْمَا
رَوَاهُ عَنْهُ
Rasulullah
saw bersabda pada ap yang beliau riwayatkan dari Allah swt.
رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِى عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَ جَلَّ يَقُوْلُ
Rasulullah
saw menceritakan dari Tuhannya, Dia berfirman: ….
Perhatikan
contoh hadits qudsi di bawah ini, diriwayatkan dari Muadz bin jabal:
حَدِيْثَ مُعَاذِ
بْنِ جَبَلٍ فَقَالَ سَمِغْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَحْكِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَ جَلَّ يَقُوْلُ حَقَّتْ مَحَبَّتِى
لِلْمُتَحَابِّيْنَ فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِى لِلْمُتَبَاذِلِيْنَ فِيَّ وَ
حَقَّتْ مَحَبَّتِى لِلْمُتَجَاوِرِيْنَ فِيَّ
Hadits
Muadz bin Jabal berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, bahwa Allah swt
berfirman: Kecintaan-Ku (Mahabbah-Ku) berhak bagi mereka yang saling mencintai
karena Aku, kecintaan-Ku berhak bagi mereka yang merendahkan diri (tawadldlu`)
karena aku, kecintaan-Ku berhak bagi mereka yang saling berziarah. (HR.Ahmad)
Jumlah hadits qudsi tidak
terlalu besar, hanya sekitar 400 buah hadits secra terulang-ulang sanad atau
sekitar 100 buah hadits lebih (ghaiyru mukarrar), ia tersebar dalam 7
kitab induk hadits. Mayoritas kandungan hadits qudsi tentang akhlak, aqidah,
dan syari`ah. Di antara kitab hadits qudsi yaitu kitab Al-Ahadits
Al-Qudsiyyah yang diterbitkan oleh Jumhur Mesir Al-`Arabiyyah, Wuzaroh
Al-Awqaaf Al-Majlis Al-A`la li syu`un Al-Islamiyyah Lajnat As-Sunnah, Cairo
1988 dan lain-lain.
1.
Perbedaan
hadits qudsi dan hadits nabawi
Perbedaan antara hadits qudsi dan
nabawi terletak pada sumber berita dan proses pemberitaannya. Hadits qudsi
maknanya dari Allah swt yang disampaikan melalui suatu wahyu , dan redaksinya
dari Nabi saw yang disandarkan kepada Allah swt. Sedangkan hadits nabawi
pemberitaan makna dan redaksinya bersumberkan dari Nabi saw sendiri.
Dalam hadits qudsi
Rasulullah saw menjelaskan kandungan atau yang tersirat dalam wahyu sebagaimana
yang diterima dari Allah swt dengan ungkapan beliau sendiri. Pembagian ini
sekalipun kandungannya dari Allah swt, tetapi ungkapan itu disandarkan kepada
Nabi saw sendiri karenan tentunya ungkapan kata itu disandarkan kepada yang
mengatakannya sekalipun maknanya diterima dari yang lain. Oleh karena itu,
selalu disandarkan kepada Allah swt. Pemberitaan yang seperti ini disebut tawfiqi.
Pada hadits nabawi kajian Rasul melalui ijtihad yang difahami dari Al-Quran
karena beliau bertugas sebagai penjelas terhadap Al-Quran. Kajian ini didiamkan
wahyu jika benar, dan dibetulkan wahyu jika salah.(Manna Al-Qaththan,
hal.27). Kajian seperti ini disebut tawqifi.
Dari uraian di
atas bisa disimpulkan bahwa hadits nabawi dengan kedua bagiannya merujuk pada
wahyu, baik yang dipahami dari kandungan wahyu secara tersirat yang disebut
dengan tawfiqi maupun yang dipahami dari Al-Quran secara tersurat yang
disebut dengan tawqifi dan inilah makna firman Allah swt dalam Quran
Surah An-Najm ayat 3-4:
وَمَا
يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (٣) إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى (٤)
Dan tidaklah yang diucapkannya (Al-Quran itu) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu Allah swt yang diwahyukan.
(QS.An-Najm: 3-4)
Pada ayat tersebut ijtihad tidak merupakan lawan kata dari wahyu
dan tidak ada alasan untuk melarangnya. Lawan kata wahyu pada ayat tersebut
adalah hawa. Nabi berkata bukan berdasar
dari hawa nafsu tetapi dari wahyu. Secara umum dari beberapa uraian di atas
dapat dikembangkan menjadi beberapa perbedaan antara hadits qudsi dan hadits
nabawi, diantaranya sebagai berikut:
a.
Pada
hadits nabawi, Rasulullah saw menjadi sumber sandaran dalam pemberitaan,
sedangkan pada hadits qudsi beliau menyandarkannya kepada Allah swt. Pada
hadits qudsi, Nabi memberitakan apa yang disandarkan kepada Allah swt dengan
menggunakan redaksinya sendiri.
b.
Hadits
Qudsi merupakan hadits yang maknanya dari Allah swt, sedangkan lafadznya dari
Rasulullah saw. Sedangkan hadits nabawi adalah hadits yang makna dan lafadznya
dari Rasulullah saw.
c.
Pada
hadits qudsi, Nabi saw hanya memberitakan perkataan atau qawli, sedangkan
pada hadits nabawi pemberitaannya meliputi perkataan (qawli), perbuatan
(fi`li), dan persetujuan (taqriri).
d.
Hadits
nabawi merupakan penjelasan dari kandungan wahyu, baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Maksud wahyu yang tidak secara langsung ialah Nabi saw
berijtihad terlebih dahulu dalam menjawab suatu masalah. Jawaban itu terkadang
sesuai dengan wahyu dan adakalnya tidak sesuai dengan wahyu. Jika tidak sesuai
dengan wahyu maka datanglah wahyu untuk meluruskannya. Hadits qudsi wahyu
langsung dari Allah swt.
e.
Hadits
qudsi selalu menggunakan ungkapan orang pertama (dlamir mutakallim): Aku
(Allah swt) … Hai hamba-Ku … Sedangkan hadits nabawi tidak menggunakan ungkapan
tersebut.
2.
Perbedaan
hadits dan Al-Quran
Sebelum membahas perbedaan antara
kedua hal tersebut di atas, terlebih dahulu kita mengetahui definisi Al-Quran.
Sebagain ulama mengatakan kata Al-Quran tidak ada akar katanya, ia mengatakan
nama bagi kalam Allah swt (`alam murtajal). Akan tetapi ada juga yang
berpendapat bahwa Al-Quran berasal dari akar kata : قَرَأَ
– يَقْرَأُ – قِرَاءَةً و قُرْآنًا
yang berarti bacaan atau yang dibaca
dengan makna isim maf`ul al-maqru`. Dalam istilah para ulama banyak yang
memberikan definisi dengan berbagai redaksi, tetapi terdapat definisi yang
dirasa paling lengkap sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Subhi Shalih dalam
bukunya Mabahits fii `Ulumil Quran sebagai berikut:
الْكَلاَمُ
الْمُعْجِزُ المــُـنَزَّلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَكْتُوْبُ فِى الْمَــصَاحِفِ الْمَنْقُوْلُ عَنْهُ بِالتَّوَاتُرِ
الْمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ
Kalam Allah swt
yang mengandung mukjizat, diturunkan kepada Nabi saw, tertulis pada mushaf,
diriwayatkan secara mutawatir, dan dinilai ibadah bila membacanya.
Dari definisi
di atas, maka bisa disederhanakan menjadi penjelasan-penjelasan berikut ini:
a.
Al-Quran
adalah firman Allah sw, nukan sabda Nabi saw, bukan perkataan manusia, dan
bukan pula perkataan malaikat.
b.
Al-Quran
mengandung mukjizat seluruh kandungannya, termasuk huruf dan setiap titiknya
pun mampu mengalahkan lawan-lawannya.
c.
Al-Quran
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw (tentunya melalui perantara malaikat
Jibril) secara mutawatir (diriwayatkan banyak orang yang mustahil mereka
sepakat untuk berbohong).
d.
Membaca
Al-Quran adalah ibadah. (satu huruf yang dibaca benilai 10 kebaikan,
sebagaimana terdapat dalam hadits Rasulullah saw).
Dengan demikian Al-Quran dapat
dibedakan dengan hadits, sebagai berikut:
a.
Al-Quran
mukjizat Rasul, sedangkan hadits bukan mukjizat sekalipun hadits qudsi.
b.
Al-Quran
terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian tangan-tangan orang
jahil (Lihat QS. Al-Hijr {15}: 9), sedangkan hadits tidak terpelihara seperti
Al-Quran. namun hubungan keduanya secara integral tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Maka terpeliharanya Al-Quran berarti pula terpeliharanya hadits.
Realita sejarah membuktikan adanya pemeliharaan hadits seprti usaha-usaha para
perawi hadits dari masa ke masa dengan menghafal, mencatat, meriwayatan, dan
mengodifikasikannya ke dalam berbagai buku-buku hadits.
c.
Al-Quran
seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadits tidak banyak
diriwayatkan secara mutawatir. Mayoritas hadits diriwayatkan secara ahad
(individu, artinya tidak sebanyak periwayat mutawatir).
d.
Kebenaran
Al-Quran bersifat qath`I al-wurud (pasti atau mutlak kebenarannya) dan
kafir bila mengingkarinya. Sedangkan kebenaran hadits kebanyakan bersifat zhanni
al-wurud (bersifat relatif kebenarannya), kecuali yang mutawatir.
e.
Al-Quran
memiliki makna dan redaksi dari Allah swt, sedangkan hadits qudsi maknanya dari
Allah swt dan redaksi (lafadz) dari Rasulullah saw. Adapun hadits nabawi
berdasarkan wahyu Allah swt atau ijtihad yang sesuai dengan wahyu. Oleh karena
itu meriwayatkan Al-Quran secara makna tanpa lafal, dan boleh periwayatan
secara makna dalam hadits dengan persyaratan yang ketat.
f.
Proses
penyampaian Al-Quran melalui wahyu yang tegas (jali), sedangkan hadits
qudsi melalui wahyu atau ilham dan atau mimpi dalam tidur.
g.
Kewahyuan
Al-Quran disebut dengan kewahyuan matluw (wahyu yang dibacakan) sedang
kewahyuan sunah disebut wahyu ghair matluw (wahyu yang tidak dibacakan),
tetapi terlintas dalam hati secara jelas dan yakin kemudian diungkapkan Nabi
saw dengan redaksinya sendiri.
h.
Membaca
Al-Quran dinilai sebagai ibadah, sedangkan hadits bahkan hadits qudsi sekalipun
tidak dinilai ibadah kecuali disertai dengan amalan yang baik dan relevan
dengan tuntunan Beliau saw.
i.
Di
antara sunah, Al-Quran wajib dibaca dalam shalat seperti membaca surat
Al-fatihah yang dibaca pada setiap raka`at. Sedangkan hadits dan hadits qudsi
tidak ada yang harus dibaca dalam shalat.
j.
Haram
dan dosa besar bila sampai Al-Quran dikorupsi.
Demikian pembahasan perbedaan hadits
nabawi, qudsi dan Al-Quran, semoga bermanfaat bagi kaum muslimin dan muslimat
semuanya.
(Sumber: Buku Ulumul Hadits karya Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag)
0 Comments:
Posting Komentar