Al-Quran diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw melalui
perantaraan Malaikat Jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Dalam proses turunnya
wahyu tersebut,
terdapat beberapa cara yang dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw,
diantaranya:
·
Malaikat Jibril memasukkan wahyu ke
dalam hati Nabi. Dalam hal ini, Nabi tidak melihat sesuatu apapun, hanya merasa
bahwa wahyu itu sudah berada di dalam kalbunya. Mengenai hal ini, Nabi
mengatakan: Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam kalbuku.
وَمَا كَانَ
لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ
يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (٥١)
Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan
dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan
mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya
apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana
(QS.Asy-Syuura: 51)
·
Malaikat menampakkan dirinya kepada
Nabi menjadi seorang lelaki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga Nabi
mengetahui dan dapat menghafal kata-kata itu.
·
Wahyu Allah ta’ala turun kepada Nabi
saw melalui mimpi. Yakni, mimpi yang benar (ru’ya shadiqah). Dengan
tiba-tiba dalam tidur Nabi saw, bilau bermimpi secara mendadak. Dan, mimpi itu
benar adanya. Mengenai wahyu disampaikan melalui mimpi. Pernah juga dialami
oleh Nabi Ibrahim as. Ketika Nabi Ibrahim as menerima perintah untuk
menyembelih Nabi Isma`il as. Biasanya wahyu yang turun melalui mimpi mengandung
perintah (amar).
·
Wahyu datang kepada Nabi seperti
gemerincingnya lonceng. Cara ini dirasakan paling berat bagi Nabi. Kadang pada
keningnya berkeringat, meskipun turunnya wahyu di musim dingin. Kadang unta
Baginda Nabi terpaksa berhenti dan duduk karena merasa berat bila wahyu turun
ketika Nabi sedang mengendarai unta.
·
Malaikat menampakkan dirinya kepada
Nabi, tidak berupa seorang laki-laki, tetapi benar-benar sebagaimana rupa dan
wujud aslinya.
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى
(١٣)عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤)عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (١٥)
13. Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya
(dalam rupa yang asli) pada waktu yang lain,
14. (yaitu) di Sidratul Muntaha[12].
15. Di dekatnya ada surga tempat tinggal[13]
[12] Sidratul
Muntaha adalah pohon bidara yang sangat besar, di atas langit ke-7, yang telah
dikunjungi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mi'raj. Disebut Sidratul
Muntaha karena sampai ke sanalah ujungnya segala yang naik dari bumi, wallahu
a’lam. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam melihat malaikat Jibril di
tempat itu, dimana tempat itu adalah tempat ruh-ruh yang tinggi yang bersih dan
indah yang tidak didekati oleh setan serta ruh jahat lainnya.
[13] Yakni
surga yang mencakup semua kenikmatan, dimana tempat tersebut adalah tempat
kembali segala cita-cita dan harapan dan tempat dimana para malaikat, ruh para
syuhada’ dan orang-orang yang bertakwa kembali kepadanya. Ayat ini menunjukkan
bahwa surga berada di tempat yang paling tinggi; di atas langit yang ketujuh.
0 Comments:
Posting Komentar