BAB 1
PENDAHULUAN
Belia, muda, maupun tua tidak ada yang tahu, mereka pun bisa
merasakan kematian. Setahun yang silam, kita barangkali melihat saudara kita
dalam keadaan sehat bugar, ia pun masih muda dan kuat. Namun hari ini ternyata
ia telah pergi meninggalkan kita. Kita pun tahu, kita tidak tahu kapan maut
menjemput kita. Entah besok, entah lusa, entah kapan. Namun kematian sobat
kita, itu sudah cukup sebagai pengingat, penyadar dari kelalaian kita.
Bahwa kita pun akan sama dengannya, akan kembali pada Allah. Dunia akan
kita tinggalkan di belakang. Dunia hanya sebagai lahan mencari bekal. Alam
akhiratlah tempat akhir kita.
Sungguh
kematian dari orang sekeliling kita banyak menyadarkan kita. Oleh karenanya,
kita diperingatkan untuk banyak-banyak mengingat mati. Karena, apabila kita
mengingat akan kematian, berarti kita sudah mempersiapkan diri untuk menyambut
datangnya giliran untuk menghadap sang pencipta dan siap untuk
mempertanggungjawabkan semuanya.
Umur di dunia hanya sedikit.
Kemuliaan didalamnya adalah kehinaan. Pemudanya akan menjadi renta, dan yang
hidup didalamnya akan mati. Celakalah yang tertipu olehnya.
Janganlah kau tertipu oleh dunia.
Orang yang tertipu adalah yang tertipu oleh dunia. Dimanakah penduduk yang
membangun suatu kota, membelah sungai-sungainya dan menghiasinya dengan
pepohonan, lalu tinggal di dalamnya dalam jangka waktu sangat pendek. Mereka tertipu,
menggunakan kesehatan yang dimiliki untuk berbuat maksiat.
Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatakan sedetik
pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi
sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang
memaknai arti kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah
mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no.
2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani). Yang
dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus
kelezatan dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ :
كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ
الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ».
قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا
وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai
Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang
paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”,
ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang
paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang
paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al
Albani).
Dari
hadist di atas kita dapat mengetahui bahwa orang yang paling cerdas adalah
orang yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam
mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, jadi belum tentu orang yang pintar di
suatu bidang disebut sebagai orang cerdas, karena kecerdasan seseorang itu
dilihat dari kesiapan dirinya untuk menghadapi kematian dan kesiapan untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatanya di hadapan ALLAH SWT. Ketika seseorang
mengingat kematiannya berarti ia telah mengetahui kesiapan dirinya untuk
menghadap sang pencipta, apakah dia sudah siap untuk mempertanggungjawabkan
semuanya atau belum?, semua itu kembali kepada diri kita sendiri. Untuk itu
marilah kita menyadari akan lalainya diri ini akan kematian dengan lebih
mempelajari faedah dari mengingat kematian sebagai berikut :
1. Mengingat
kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang
telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan
kita, Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.
2. Mengingat
kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ
إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه
يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه
“Ingatlah
kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya,
maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak
menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya.
Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya)
(karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al
Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)
3. Mengingat
kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan
Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia
pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak
padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan
mempersiapkan jawaban.
4. Mengingat
kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه
ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
“Perbanyaklah
banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang
mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika
seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu
dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan
Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).
5.
Mengingat
kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,
أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ
مَبْعُوثُونَ
“Tidaklah
orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.”
(QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku
zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok
ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan
berbuat zholim seperti itu.
Hal di
atas merupakan faedah yang akan kita dapatkan apabila senantiasa mengingat
tentang kematian akan diri kita sendiri sehingga kita bisa mengintropeksi diri
sendiri, selain itu kita juga bisa mengintopeksi diri dengan mendengarkan atau
membaca perkataaan Abu Darda’ yang berbunyi,
“Jika mengingat mati, maka anggaplah dirimu akan seperti orang-orang yang telah
meninggalkanmu.”.
Selain dua cara yang diutarakan di atas, masih ada cara yang
lain untuk mengintropeksi diiri kita dalam hal mengingat kematian akan diri
yang lemah ini. Caranya yaitu dengan mendengarkan atau membaca kisah-kisah dari
orang-orang yang senantiasa mengingat kematian ataupun cerita-cerita mengenai
pengalaman hiduo seseorang yang berhubungan dengan kematian, sehingga kita bisa
mengambil hikmah dari apa yang telah dialami oleh orang tersebut dan dapat
menjadikan kita orang-orang yang selalu merasa dirinya lemah dihadapan ALLAH
SWT dengan senantiasa mengingat kematian.
Contoh dari cara yang ketiga yakni sebuah kisah nyata yang
dialami oleh Ar Robi’ bin Khutsai yang mengisahkan bahwasanya, Ia
pernah menggali kubur di rumahnya. Jika dirinya dalam kotor (penuh dosa), ia
bergegas memasuki lubang tersebut, berbaring dan berdiam di sana. Lalu ia
membaca firman AllahTa’ala,
رَبِّ
ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ
“(Ketika datang kematian pada seseorang,
lalu ia berkata): Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal
yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al Mu’minuun: 99-100).
Ia pun terus mengulanginya dan ia berkata pada dirinya, “Wahai Robi’,
mungkinkah engkau kembali (jika telah mati)! Beramallah …”
Tersadarkan diri ini setelah mendengar kematian
sobat kami (Hangga Harsa) yang juga merupakan kakak tertua dari sahabat kami
yang meninggal dunia di hari Jum’at hari penuh barokah, 5 Dzulqo’dah 1433 H.
Semoga keadaan mati beliau adalah mati yang husnul khotimah
karena diwafatkan pada hari yang penuh barokah yaitu hari Jum’at. Semoga Allah
mengampuni dosa-dosanya, merahmatinya, melindunginya, memaafkan segala
kesalahannya, memuliakan tempat kembalinya, meluaskan alam kuburnya,
membersihkan ia dengan air, salju, dan air yang sejuk, semoga Allah
membersihkan ia dari segala kesalahan sebagaimana Dia telah membersihkan
pakaian putih dari kotoran, semoga Allah mengganti rumahnya -di dunia- dengan
rumah yang lebih baik -di akhirat- serta mengganti keluarganya -di dunia- dengan
keluarga yang lebih baik, dan istri di dunia dengan istri yang lebih baik,
semoga Allah memasukkan ia ke dalam surga-Nya dan melindungi ia dari siksa
kubur dan siksa api neraka.
BAB III
PENUTUP
Di dunia ini pasti ada yang namanya kematian,
dimana setiap insan di muka bumi ini akan mempertanggungjawabkan semua yang
telah dilakukanya di hadapan ALLAH SWT. Maka dari itu kita sebagai manusia
selayaknya ssenantiasa mengingat dosa-dosa yang telah dilakukan selama kita
hidup di dunia ini hingga kita meninggal nanti. Banyak sekali cara yang dapat
dilakukan untuk mengingat kematian, dengan selalu mengingat kematian berarti
kita akan senantiasa merasa rendah di hadapan-NYA, dan selalu berusaha
mengintropeksi diri untuk menjadi manusia yang dapat mempertanggungjawabkan
semuanya. Selain itu kita juga akan mendapatkan berbagai macam faedah yang
sangat penting bagi hidup kita apabila kita senantiasa mengingat akan kematian
diri yang lemah ini. Orang yang selalu mengingat kematian berarti daia adalah
orang yang bahagia karena tak ubahnya seperti
guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup,
bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang. Nilai-nilai pelajaran
yang ingin diungkapkan oleh sang guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan
menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan
lakukan.
Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan
semua kelezatan, yaitu kematian! (HR.TIRMIDZI)
DAFTAR PUSTAKA
Akhamul Janaiz Fiqhu Tajhizul Mayyit,
Kholid Hannuw, terbitan Dar Al’Alamiyah, cetakan pertama, 1432 H, hal. 9-13
www.rumaysho.com
Penulis: Bambang Tri Utomo, Siswa Kelas XII IPA 1,
MAN Insan Cendekia Gorontalo
0 Comments:
Posting Komentar