Manusia adalah makhluk paling sempurna yang
diciptakan oleh Allah swt. Pada dasarnya, manusia memiliki keinginan untuk
berbuat sesuatu. Baik ataupun buruk, semua dapat dilakukan oleh manusia.
Sebagai insan yang senantiasa ingat akan kekuasaan Allah, tentunya kita harus
selalu dekat dengan-Nya. Dan tentunya, banyak cara agar kita dapat dekat dengan
Allah swt. Salah satunya adalah dengan mendirikan shalat sunnah Dhuha.
Banyak orang di dunia ini yang mengetahui
kapan shalat sunnah Dhuha dilaksanakan, berapa jumlah rakaat dalam shalat
Dhuha, dan keutamaan dasar seperti sedekah akan persendian dalam tubuh manusia.
Namun, apakah mereka menunaikannya? Sungguh, seandainya manusia tau keutamaan
keutamaan shalat sunnah Dhuha, manuisa akan senantiasa meluangkan waktu untuk
menunaikannya.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa sajakah keutamaan shalat sunnah Dhuha?
2.
Bagaimana hukum melaksanakan shalat Dhuha?
PEMBAHASAN
Allah Subhanahu
wa Ta'ala mensyariatkan shalat-shalat sunnah untuk menyempurnakan
ibadah shalat wajib yang terkadang tidak dapat sempurna pahalanya. Sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ
فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ
وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ
مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
"Sungguh, amalan
hamba yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya. Apabila
bagus maka ia telah beruntung dan sukses, dan bila rusak maka ia telah rugi dan
menyesal. Apabila shalat wajibnya kurang sedikit, maka Rabb 'Azza wa Jalla
berfirman, 'Lihatlah, apakah hamba-Ku itu memiliki shalat tathawwu' (shalat
sunnah)!' Lalu, dengannya disempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat
wajibnya tersebut, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian." (Hr. at-Tirmidzi)
Di antara perkara
yang disyariatkan adalah shalat dhuha.
Keutamaan Shalat Dhuha
Shalat dhuha memiliki banyak keutamaan,
di antaranya:
Keutamaan pertama, mencukupkan sedekah sebanyak persendian manusia,
yaitu tiga ratus enam puluh persendian, sebagaimana dijelaskan dalam hadits
yang berbunyi,
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ
تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ
تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ
صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Dari Abu Dzar dari
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau telah bersabda,
"Setiap hari bagi setiap persendian dari salah seorang di antara kalian
terdapat kewajiban untuk bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap
tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah
sedekah, amar makruf nahi munkar adalah sedekah. Semua itu tercukupkan dengan
dua rakaat shalat yang dilakukan di waktu dhuha." (Hr. Muslim, Kitab
Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab Istihbab Shalat ad-Dhuha, no.
720)
Hal ini lebih
diperjelas dengan sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yang
berbunyi,
فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ
أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ
يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ
عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
"'Dalam diri
manusia ada tiga ratus enam puluh persendian, lalu dari setiap sendinya
diwajibkan untuk bersedekah.' Mereka berkata, 'Siapa yang mampu demikian, wahai
Nabi Allah?' Beliau menjawab, 'Memendam riak yang ada di mesjid dan
menghilangkan sesuatu (gangguan) dari jalan. Apabila tidak mendapatkannya, maka
dua rakaat shalat dhuha mencukupkanmu.'"(Hr. Abu Daud, no. 5242; dinilai shahih oleh al-Albani
dalam kitab Irwa al-Ghalil: 2/213 dan at-Ta'liq ar-Raghib:
1/235)
Keutamaan kedua, Allah menjaga orang yang melaksanakan empat rakaat
shalat dhuha pada hari tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang
berbunyi,
عن عقبة بن عامر الجهني رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله
عليه و سلم قال إن الله عز و جل يقول يا ابن آدم اكفني أول النهار بأربع ركعات أكفك
بهن آخر يومك
Dari 'Uqbah bin 'Amir
Al-Juhani radhiallahu 'anhu, 'Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa Allah
berfirman, Wahai Bani Adam, shalatlah untuk-Ku di awal siang hari
sebanyak empat rakaat, niscaya Aku menjagamu di sisa hari tersebut." (Hr.
at-Tirmidzi, Kitab Shalat, Bab Ma Ja`a fi Shalat ad-Dhuha,
no. 475; Abu Isa berkata, "Hadits hasan gharib;" hadits ini dinilai
shahih oleh Ahmad Syakir dalam tahqiq beliau atas kitab at-Tirmidzi, sert
al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi: 1/147)
Keutamaan ketiga, shalat dhuha adalah shalat al-awwabin (orang
yang banyak bertaubat kepada Allah). Hal ini disampaikan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang
berbunyi,
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ قَالَ
وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ
"Tidaklah
menjaga shalat dhuha, kecuali orang yang banyak bertaubat kepada Allah." (Hr. al-Hakim dalam al-Mustadrak:
1/314; dinilai sebagai hadits hasan oleh Syekh al-Albani dalam Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah, no. 1994, lihat: 2/324)
Hukum Shalat Dhuha
Para ulama berselisih
pendapat tentang hukum shalat dhuha dalam beberapa pendapat, yaitu:
Pendapat pertama, hukum shalat dhuha adalah sunnah mutlak dan disunnahkan untuk
melakukannya setiap hari. Inilah mazhab mayoritas ulama. Mereka berargumentasi
dengan beberapa dalil, di antaranya:
1. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat dhuha.
2. Hadits Abu Hurairah radhiyalahu 'anhu yang berbunyi,
1. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat dhuha.
2. Hadits Abu Hurairah radhiyalahu 'anhu yang berbunyi,
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ
صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ
قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
"Kekasihku shallalahu
'alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku dengan tiga hal: berpuasa
tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan witir sebelum tidur."
(Muttafaqun 'alaihi).
Syekh Ibnu Utsaimin
menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa shalat al-Dhuha adalah sunnah
mutlak yang dilakukan setiap hari. [2]
3. Hadits Mu'adzah
al-'Adawiyah ketika menanyakan sebuah pertanyaan kepada 'Aisyah,
كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ
"Berapa rakaat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu melaksanakan shalat
dhuha?" Beliau menjawab, "Empat rakaat, dan beliau menambahnya
sebanyak yang beliau inginkan." (Hr. Muslim, Kitab Shalat al-Musafirin
wa Qashruha, Bab Istihbaab Shalat Dhuha, no. 719)
Pendapat kedua, hukum shalat dhuha adalah sunnah namun tidak dilakukan setiap hari.
Inilah pendapat Mazhab Hambali.
Pendapat ketiga, hukumnya bukan sunnah. Inilah pendapat Ibnu Umar.
Pendapat keempat, shalat dhuha hanya disunnahkan karena sebab tertentu. Inilah yang
dirajihkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim. Beliau menyatakan,
"Barangsiapa yang menelaah hadits-hadits marfu' dan atsar sahabat tentu
mendapatkan bahwa mereka hanya menunjukkan pendapat ini. Adapun hadits-hadits
anjuran dan wasiat untuk melakukannya, maka yang shahih darinya, seperti hadits
Abu Hurairah dan Abu Dzar, tidak menunjukkan bahwa shalat dhuha adalah sunnah
yang terus dikerjakan untuk setiap orang.
Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam mewasiati Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dengan
wasiat tersebut, karena telah diriwayatkan bahwa Abu Hurairah dahulu memilih
belajar hadits di malam hari dibandingkan melaksanakan shalat. Kemudian, beliau
memerintahkan Abu Hurairah untuk melakukan shalat sunnah diwaktu dhuha sebagai
ganti shalat malamnya. Oleh karena itu, Abu Hurairah diperintahkan untuk tidak
tidur kecuali setelah berwitir, dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
tidak memerintahkan hal itu kepada Abu Bakar, Umar, dan seluruh sahabat lainnya."
[3]
Sedangkan Ibnu
Taimiyah, setelah menjelaskan sunnahnya shalat dhuha, menyatakan, "Tinggal
masalah apakah yang utama adalah melakukannya secara berkesinambungan atau
tidak, karena mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? ini
yang menjadi perselisihan para ulama. Yang rajih adalah bahwa barangsiapa yang
terus-menerus melakukan shalat malam, maka itu mencukupkannya dari melakukan
shalat dhuha terus-menerus, sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dahulu demikian. Barangsiapa yang tidak melakukan shalat malam, maka
shalat dhuha menjadi pengganti shalat malam baginya." [4]
Yang rajih, insya
Allah adalah pendapat pertama, karena keumuman anjuran melakukan
shalat al-dhuha Hal inilah yang dirajihkan oleh Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau menyatakan,
"Yang rajih adalah (bahwa shalat dhuha) adalah sunnah mutlak yang
terus-menerus dilakukan. Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
"Setiap
persendian dari salah seorang kalian wajib untuk bersedekah setiap hari."
Para ulama
menjelaskan bahwa persendian manusia berjumlah tiga ratus enam puluh persendian
dalam tubuh, sehingga setiap orang harus bersedekah tiga ratus enam puluh
sedekah per hari. Namun, sedekah ini bukanlah sedekah harta, tapi berupa amalan
taqarrub kepada Allah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
فَفِي كُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ
وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ
صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا
مِنْ الضُّحَى
'Setiap tasbih adalah
sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap
takbir adalah sedekah,amar makruf nahi munkar adalah sedekah. Semua itu
tercukupkan dengan shalat dua rakaat yang dilakukan di waktu dhuha.'
Berdasarkan hadits
ini, kami berpendapat bahwa shalat dhuha adalah sunnah yang selalu dikerjakan,
karena kebanyakan manusia tidak mampu memberikan sedekah hingga tiga ratus enam
puluh sedekah." [5] Wallahu a'lam.
PENUTUP
Setelah
membaca dan memahami bacaan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa shalat sunnah
Dhuha memiliki banyak keutamaan. Dan tentunya, banyak ulama yang berpendapat
mengenai hukum dilaksanakannya shalat sunnah Dhuha. Ada yang mengatakannya
sebagai sunnah mutlak setiap hari, ada yang mengatakannya sebagai shalat sunnah
namun tidak dilakukan setiap hari, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.
Namun, kita
dapat mengetahui pula yang pada intinya, shalat sunnah Dhuha dianjurkan dan
memiliki banyak keutamaan penting di sisi Allah swt. Sebagai umat muslim, sudah
seharusnya kita mengerjakan yang baik, dan meninggalkan yang buruk. Yang pada
artinya, kita akan lebih baik apabila meluangkan waktu sejenak untuk menghadap
Sang Pencipta. Dan pada hal ini, dalam waktu Dhuha.
Penulis: Ario Anindito, Siswa Kelas XII IPA 1
MAN Insan Cendekia Gorontalo
0 Comments:
Posting Komentar