Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

Pelihara Diri Dengan Yang Halal

Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ketaqwaan. Ilmuilah yang telah diwajibkan Allah terhadap diri kita. Yaitu berupa hukum-hukum agama. Dengan begitu, kita akan selalu beribadah sesuai dengan yang telah disyariatkan Allah, dan kita akan semakin mampu berpegang teguh dengan agamaNya. Sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak.

Pada kesempatan kali ini, kami ingin menyampaikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam 
Muslim dari jalan sahabat Abu Hurairah, bahwasanya Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ الهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

"Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum Mukminin dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul. Maka Allah berfirman,”Wahai para rasul, makanlah segala sesuatu yang baik dan beramal shalihlah (Al Mukminun : 41).” Dan Allah juga berfirman,”Wahai orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik, yang telah kami berikan kepada kalian (Al Baqarah : 172).” Kemudian Rasulullah menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan panjang, kusut rambutnya, kemudian mengangkat tangannya dan mengatakan : Wahai Rabb-ku, Wahai Rabb-ku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, perutnya diisi dengan sesuatu yang haram, maka bagaimana Kami mengabulkan doanya?"[HR Muslim]
Di dalam hadits mulia ini terdapat banyak pelajaran yang bisa kita ambil.
Pertama : Di antara nama Allah adalah thayyib. Maksudnya, Allah memiliki sifat-sifat yang baik, suci dari segala kekurangan dan kejelekan. Allah Maha baik di dalam dzatNya, Maha baik di dalam sifat-sifatNya, nama-namaNya, hukum-hukumNya, perbuatan-perbuatanNya, dan dalam segala apa yang bersumber dariNya.
Sehingga apabila melihat nama-nama Allah yang kita ketahui, maka kita mengetahui bahwa semua nama-nama itu indah. Di dalamnya terkandung sifat-sifat yang indah. Sedikitpun tidak kita dapatkan kekurangan di dalam nama-nama Allah tersebut. Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
"Dan hanya milik Allah-lah nama-nama yang baik" [al A’raf/7 : 180].

Demikian pula di dalam sifat-sifat Allah, maka Allah memiliki sifat-sifat yang baik, Allah Maha mampu, Maha mendengar, Maha melihat dan sifat-sifat baik lainnya yang dimiliki oleh Allah. Dan dalam segala perbuatan Allah, selalu tersimpan hikmah-hikmah yang agung.
Kedua : Karena Allah Maha baik, maka Dia tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Allah tidak menerima amalan-amalan yang tercampur dengan berbuatan syirik, karena amalan syirik bukanlah amalan yang baik. Demikian pula Allah tidak menerima amalan yang tercampur dengan perbuatan bid’ah.

Perlu kita ketahui, ikhwani fiddin … Amalan yang baik, bukanlah amalan yang banyak atau amalan yang dipuji oleh manusia, akan tetapi amalan yang baik ialah amalan yang dilakukan dengan ikhlas, sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana dikatakan Fudhail bin Iyad ketika ia menafsirkan firman Allah:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
"Dan Dia-lah yang telah menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalannya" [al Mulk/67 : 2]
Ia mengatakan, bahwa yang paling baik amalnya ialah, yang paling benar dan yang paling ikhlas. Benar apabila sesuai dengan yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan ikhlas, apabila hanya dilakukan karena mengharap wajah Allah.
Kemudian hadits ini juga menjelaskan adanya amalan yang diterima dan yang ditolak oleh Allah.
Ketiga : Para rasul juga diperintahkan dan dilarang oleh Allah, sebagaimana pula kaum Mukminin.

Walaupun mereka adalah orang yang telah diampuni Allah, mereka tetap beribadah kepada Allah, sebagaimana kita lihat bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegakkan qiyamullail sehingga kedua kakinya bengkak. Ditanyakan kepada Beliau:

أَتَكَلَّفُ هَذَا وَقَدْ غَفَرَ الهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ
“Apakah engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan dosa yang akan datang?”
Ditanya seperti ini, bagaimanakah jawab Beliau? Rasulullan Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan jawaban yang menakjubkan:
أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
"Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?" [Muttafaqun alaih].
Begitulah pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai suri tauladan bagi kita sampai hari Kiamat. Demikian pula dengan para sahabat Rasulullah. Mereka selalu bersemangat dalam beribadah kepada Allah. Bahkan di antara mereka ada yang telah dijamin oleh Allah masuk ke dalam surga, akan tetapi, jaminan tersebut tidak menjadikan mereka malas beribadah kepada Allah, tetapi justru membuat mereka lebih bersungguh-sungguh menjalankan syariatNya. Keadaan ini berbeda dengan yang terjadi pada manusia zaman sekarang ini.
Keempat : Di dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menyebutkan, bahwasanya Allah memerintahkan kepada para rasul dan juga kaum Mukminin untuk memakan makanan yang baik. Yaitu makanan yang dihalalkan oleh Allah. Dan dalam mencarinya juga dengan cara yang halal, bukan dengan cara-cara yang dimurkai Allah.
Kemudian Allah memerintahkan agar beramal shalih, karena amal shalih merupakan wujud rasa syukur seseorang kepada Allah. Artinya, setelah seseorang diberi karunia dengan mendapatkan makanan yang halal dan didapatkannya dengan cara yang halal, maka sudah sepantasnya ia bersyukur kepada Allah. Yaitu dengan menyandarkan kenikmatan tersebut kepada Allah dan beramal shalih.
Faidah kelima dari hadits mulya ini, bahwasanya Allah tidak akan mengabulkan doa seseorang, yang di dalam diri orang tersebut terisi dengan hal-hal yang diharamkan Allah, sekalipun ia melakukannya dengan sungguh-sungguh; maka bagaimana Allah akan mengabulkan doa orang yang perutya terisi dengan barang-barang yang haram, makanannya haram, minumannya haram, ataupun makanan dan minuman yang halal akan tetapi dicari dengan cara yang haram?
Oleh karena itu, ikhwani fiddin, ini merupakan sebuah peringatan keras serta ancaman yang berat bagi orang yang tidak mau memperdulikan darimana ia mendapatkan rezekinya. Patut disesalkan, ternyata masih banyak orang yang bermuamalah dengan muamalah yang haram, dan tidak jarang hanya demi sedikit harta, kemudian rela mencarinya dengan melanggar batasan-batasan Allah. Waliyadzu billahi min dzalik. Benarlah yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ
"Akan datang kepada manusia suatu zaman, yaitu seseorang tidak lagi memperdulikan dari mana ia mengambil hartanya, apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalan yang haram".[HR Bukhari].

Kita lihat saat ini, berapa banyak di antara kaum Muslimin yang berjual beli dengan sistim riba, ataupun utang-piutang dengan sistim riba? Ingatlah wahai, kaum Muslimin! Apabila kita masih melakukan perbuatan tersebut, sesungguhnya hanya dosa serta kehinaan yang akan kita dapatkan.
Ikhwani fiddin, karena harta merupakan amanah dari Allah dan kita akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah, maka marilah kita renungan, dari manakah harta yang kita dapatkan? Apakah kita dapatkan dengan cara yang halal, ataukah sebaliknya dengan cara yang haram?
Dengan begitu, kita berharap semoga terhindar dari harta yang haram, sehingga doa yang kita panjatkan, dikabulkan oleh Allah.
Disamping itu, karena doa merupakan ibadah yang agung, maka marilah kita lakukan dengan penuh keikhlasan, sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah, dan kita penuhi syarat-syaratnya. Insya Allah, doa kita akan diterima dan dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits yang mulia ini. Mudah-mudahan bermanfaat. Kebenaran hanya datang dari Allah, dan kesalahan datang dari kami dan dari setan. Dan Allah berlepas diri dari kesalahan tersebut.

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin

[Diangkat dari Syarah Hadits Arbain, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini

Blog Archive


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP

Blog Archive