Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
SEORANG IBU
DAN TIGA KARUNG BERAS
Saat itu
setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa
kekantin sekolah. Sang anak
mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut
dan kemudian berkata kepada ibunya: " Ma, saya mau berhenti sekolah dan
membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata
"Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus
tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa
merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya
mama yang akan bawa kesana" Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau
mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah
pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi
juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil
melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh. Tak berapa lama, dengan
terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan
menurunkan sekantong beras dari bahunya pengawas yang bertanggung jawab
menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu
menimbangnya dan berkata : " Kalian para wali murid selalu suka mengambil
keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi
kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu
ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal Bulan
berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas
seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat.
Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih dengan beras yang
sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan
dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu
berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama,
kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya
kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya". Sang ibu sedikit
takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini
jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya
berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam- macam jenis beras". Menerima
pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa
lagi. Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas
kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama
kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa
pulang saja berasmu itu !". Dengan berlinang air mata sang ibu pun
berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu,
sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata
sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas
lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan
membengkak. Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya
menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi
untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah
untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah
lagi." Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada
dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya. Setiap hari
pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung
sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung
sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan
kesekolah. Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas
itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan
berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa
diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buru- buru menolak dan
berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah
anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu
sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi
tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya
masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala
sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga
tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan
tinggi qing hua dengan nilai 627 point. Dihari perpisahan sekolah, kepala
sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama.
Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi
mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat
tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan
menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah.
Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan
berkata : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan sang
ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang
ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun
mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan.
Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun
memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: "Oh
Mamaku..................
Inti dari
Cerita ini adalah: Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa,
sepanjang jaman dan sepanjang kenangan" Inilah kasih seorang mama yang
terus dan terus memberi kepada anaknya tak mengharapkan kembali dari sang anak.
Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal lelah
dengan satu harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses dimasa
depannya. Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada
dengan satu kalimat: " Terimakasih Mama.. Aku Mencintaimu, Aku
Mengasihimu... selamanya".
0 Comments:
Posting Komentar