Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

KAJIAN TAUHID

Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.


Ilustrasi - Jembatan
Makna: Tauhid adalah jembatan menuju Keridhoan Allah swt
   Salah satu hal pokok  dan urgen yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin adalah masalah aqidah atau tauhid. Karena tauhid dapat mengantarkan kepada pemahaman ajaran Islam secara menyeluruh dan paripurna. Oleh karena itu menjadi sebuah keniscayaan bagi kita mengakaji terus dan mempelajari bagimana hakikat tauhid, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan makna tauhid secara integral dan komprehensif.

1.    Pengertian
Secara bahasa atau etimologis, kata tauhid berasal dari bahasa Arab tauhiid  yang berarti mengesakan.  Kata tauhid adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja lampau wahhada yang merupakan derivasi dari akar kata wahdah yang berarti keesaan, kesatuan, dan persatuan. Dalam ajaran Islam, tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah.
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang(al-Baqarah: 163). Formulasi tauhid yang paling singkat, padat, dan tegas ialah kalimah thayyibah “Laa ilaaha illallah” yang berarti tidak ada Tuhan selain Allah. Kalimah thayyibah tersebut merupakan kalimat penegas dan pembebas bagi manusia dari segala pengkultusan dan penyembahan, penindasan dan perbudakan sesama makhluk/manusia, dan menyadarkan manusia bahwa dia mempunyai derajat yang sama dengan manusia lain.
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, oleh karenanya Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah berkembang menjadi nama salah satu cabang ilmu dalam Islam yaitu Ilmu Tauhid. Ilmu ini mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah SWT.

2. Pokok-Pokok Pembahasan Ilmu Tauhid
            Pokok pembahasan Ilmu Tauhid meliputi tiga hal, yaitu ma’rifat al-mabda’, ma’rifat al-waasithah, dan ma’rifat al-ma’aad.
Ma’rifat al-mabda’ adalah mempercayai dengan penuh keyakinan tentang Pencipta alam, Allah Yang Maha Esa. Hal ini sering diartikan dengan wujud yang sempurna, wujud mutlak, waajib al-wujuud.
            Ma’rifat al-waasithah adalah mempercayai dengan penuh keyakinan tentang para rasul/utusan Allah SWT yang menjadi utusan dan perantara Allah SWT dengan umat manusia untuk menyampaikan ajaran-ajaran-Nya, tentang kitab-kitab Allah SWT yang dibawa oleh para utusan-Nya, dan tentang para malaikat-Nya.
Adapun ma’rifat al-ma’aad adalah mempercayai dengan penuh keyakinan akan adanya kehidupan abadi/kekal setelah mati di alam akhirat dengan segala hal-ihwal yang ada di dalamnya.
            Singkatnya, ilmu ini dinamakan Ilmu Tauhid karena pokok pembahasannya yang paling penting adalah menetapkan keesaan (wahdah) Allah SWT dalam Zat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali dan satu-satunya tujuan. Keyakinan tauhid inilah yang menjadi tujuan paling utama diutusnya Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, sebagai nabi/rasul yang terakhir/pamungkas yang misi utamanya adalah untuk menebarkan kasih sayang bagi alam semesta (rahmatan lil ‘aalamiin) dan ajarannya berlaku hingga akhir zaman.
3. Tauhid Merupakan Ajaran Semua Nabi/Rasul Allah.
            Ajaran tauhid bukan hanya ajaran Nabi Muhammad SAW tetapi merupakan ajaran semua nabi/rasul yang diutus oleh Allah SWT (al-Anbiya': 25).
 Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Nabi Nuh AS mengajarkan tauhid (al-A’raf: 59)
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).
Nabi Hud AS mengajarkan tauhid (Hud: 50)
Nabi Shalih AS mengajarkan tauhid (Hud: 61)
Nabi Syu’aib AS mengajarkan tauhid (Hud: 84)
Nabi Musa AS mengajarkan tauhid (Thoha: 13-14)
Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ismail AS mengajarkan tauhid (al-Baqarah: 133)
Nabi ‘Isa AS juga mengajarkan tauhid (al-Maidah: 72)
 Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.

4. Tujuan Ilmu Tauhid
            Ilmu Tauhid bertujuan untuk memantapkan keyakinan agama melalui akal pikiran, di samping kemantapan hati yang didasarkan pada wahyu dari Allah SWT. Selain itu, ilmu tauhid juga digunakan untuk membela keimanan dengan menghilangkan berbagai keraguan yang mungkin masih melekat atau sengaja dilekatkan oleh penganut agama nontauhid. Dengan kata lain, ilmu tauhid bertujuan untuk mengangkat kepercayaan seseorang dari lembah taklid (ikut-ikutan) ke puncak keyakinan yang kokoh dan mantap.  Itulah sebabnya, Ilmu Tauhid dianggap sebagai induk ilmu-ilmu agama.

5. Sumber Ilmu Tauhid
            Sumber utama ilmu tauhid adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW yang banyak berisi penjelasan tentang eksistensi/keberadaan Allah, keesan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan persoalan-persoalan Ilmu Tauhid lainnya. Para ulama memahami Al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan soal-soal tersebut, menguraikan dan menganalisinya, dan mereka berusaha memperkuat pendapatnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi SAW. Dalil-dalil akal yang telah dipersubur dengan filsafat dan peradaban umat juga menjadi sumber yang tidak kurang pentingnya dalam mengembangkan ilmu tauhid. Oleh karena itu, pembicaraan-pembicaraan Ilmu Tauhid selalu didasarkan pada dua hal, yaitu dalil naqli (tertulis dalam Al-Qu’an dan Hadis Nabi) dan dalil aqli (akal pikiran).

6. Pembagian Ilmu Tauhid
            Berdasarkan jenis dan sifat keyakinan tauhid, para ulama membagi Ilmu Tauhid dalam tiga bagian, yaitu:
(1)       Tauhiid rubuubiyah, yakni meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur alam semesta.
(2)       Tauhiid uluuhiyah/ubudiyah, yakni meyakini bahwa hanya kepada Allah SWT-lah manusia harus ber-Tuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah, bukan kepada yang selain-Nya.
(3)       Tauhiid sifaatiyah, yakni meyakini bahwa hanya Allah SWT yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan.

7. Urgensi Tauhid dalam Islam
            Urgensi tauhid dalam Islam dapat dilihat antara lain dari:
(1)    Sejarah perjuangan Rasulullah SAW yang hampir selama periode Makkah (lebih kurang 13 tahun) Beliau mengerahkan usahanya untuk membina tauhid ummat Islam. Beliau selalu menekankan tauhid dalam setiap ajarannya. Sebelum seseorang diberi pelajaran lain, maka tauhid ditanamkan lebih dahulu kepada mereka.
(2)    Setiap ibadah mahdloh, seperti shalat dan puasa, senatiasa mencerminkan jiwa tauhid itu, yakni dilakukan secara langsung tanpa perantara.
(3)    Setiap perbuatan yang bertentangan dengan jiwa dan sikap tauhid, yaitu perbuatan syirk, dinilai oleh Al-Qur’an sebagai:
(a)   Dosa yang paling besar (an-Nisa': 48)
(b)   Kesesatan yang paling fatal (an-Nisa': 116)
(c)   Penyebab diharamkannya masuk syurga (al-Maidah: 72)
(d)   Dosa yang tidak akan diampuni Allah SWT (an-Nisa': 48)
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
8. Manifestasi Tauhid dalam Kehidupan
            I’tikad dan keyakinan tauhid mempunyai konsekuensi berfikir dan bersikap tauhid yang nampak pada:
(1)    Tauhid dalam ibadah dan doa, yaitu tidak ada yang patut disembah kecuali hanya Allah dan tidak ada dzat yang pantas menerima doa kecuali hanya Allah (al-Faatihah: 5)
(2)    Tauhid dalam mencari nafkah dan berekonomi, yaitu tidak ada dzat yang memberi rizki kecuali hanya Allah (Hud: 6). Dan pemilik mutlak dari semua yang ada adalah Allah SWT (al-Baqarah: 284, An-Nur: 33).
(3)     Tauhid dalam melaksanakan pendidikan dan dakwah, yaitu bahwa yang menjadikan seseorang itu baik atau buruk hanyalah Allah SWT. Dan hanya Allah yang mampu memeberikan petunjuk (hidayah) kepada seseorang (al-Qoshosh: 56, an-Nahl: 37).
(4)    Tauhid dalam berpolitik, yaitu penguasa yang Maha Muthlaq hanyalah Allah SWT (al-Maidah: 18, al-Mulk: 1) dan seseorang hanya akan memperoleh kekuasaan karena anugerah Allah semata (Ali Imran: 26). Demikian pula, kemulyaan serta kekuasaan hanyalah kepunyaan Allah SWT (Yunus: 65)
(5)    Tauhid dalam menjalankan hukum, yaitu bahwa hukum yang benar adalah hukum yang datang dari Allah SWT, dan sumber kebenaran yang muthlak adalah Allah SWT (Yunus: 40 dan 67).
(6)    Tauhid dalam sikap hidup secara keseluruhan, yaitu bahwa tidak ada yang patut ditakuti kecuali hanya Allah (at-Taubah: 18, al-Baqarah: 150). Tidak ada yang patut dicintai
(secara absolut) kecuali hanya Allah (at-Taubah: 24). Tidak ada yang dapat menghilangkan kemudharatan kecuali hanya Allah (Yunus:107). Tidak ada yang memberi karunia kecuali hanya Allah (Ali Imran: 145). Bahkan yang menentukan hidup dan mati seseorang hanyalah Allah SWT (Ali Imran: 145)
Sampai pada ucapan sehari-hari senantiasa disandarkan dan dikembalikan kepada Allah, seperti:
-          Mengawali pekerjaan yang baik membaca Bismillah (atas nama Allah)
-          Mengakhiri pekerjaan yang baik membaca Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)
-          Berjanji dengan ucapan Insya Allah (Jika Allah menghendaki)
-          Bersumpah dengan ucapan Wallahi, Billahi, Tallahi (demi Allah)
-          Menghadapi suatu kegagalan mengucapkan Masya Allah (semua berjalan atas kehendak Allah)
-          Tertimpa musibah mengucapkan Inna lillahi wainna ilaihi raji’un (kami semua milik Allah dan kami semua akan kembali kepada Allah)
-          Memohon perlindungan dari sesuatu keadaan yang tidak baik dengan ucapan A’udzubillahi min dzalik (aku berlindung kepada Allah dari keadaan demikian ….)
-          Mengagumi sesuatu dengan ucapan subhanallah (Maha Suci Allah)
-          Terlanjur berbuat khilaf mengucapkan Astaghfirullah (Aku mohon ampun kepada Allah)
Selanjutnya, kita harus berusaha sekuat tenaga menghindarkan diri dari kepercayaan-kepercayaan serta perilaku-perilaku yang dapat mengganggu dan merusak jiwa dan ruh tauhid kita, seperti: mempercayai adanya azimat, takhyul, pellet, meminta-minta kepada selain Allah, mengkultuskan sesuatu selain Allah.
Di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sangat canggih dewasa ini, dimana IPTEK tersebut berbasis bilangan biner/ digital (01), agar kita tidak terkena dampak negatifnya maka pembinaan mental tauhid/ iman dan taqwa (IMTAQ) digital (01) merupakan solusi yang tepat. Dengan kata lain, perkembangan IPTEK digital yang canggih harus diimbangi dengan pembinaan IMTAQ yang digital pula. IPTEK 01 harus diimbangi IMTAQ 01. Maksudnya, penggunaan teknologi secanggih apa pun harus senantiasa dalam rangka mencari ridha Allah, laa ilaaha = tidak ada Tuhan (0) dan illallah =kecuali Allah (1).
Hanya dengan mental tauhid yang digital (01) ini, insya Allah kita dapat menanggulangi derasnya banjir informasi, dengan cara memilih dan memilah mana informasi yang sampah dan mana informasi yang bermanfaat, sehingga kita tidak akan hanyut atau bahkan tenggelam dalam sampah informasi dunia modern sekarang ini yang akan membuat kita kian jauh dari jalan kebenaran yang hakiki, yaitu jalan menuju Allah SWT.

9. Keteladanan Orang yang memiliki tauhid yang kokoh
1. Siti Masitoh
Siti Masitoh adalah salah seorang perempuan yang memiliki perangai yang baik, berbudi dan pandai menjaga tauhidnya. Beliau hidup pada masa Raja Firaun. Ketika Firaun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengakui dirinya sebagai Tuhan, maka Masyitoh adalah orang yang menolak dengan menjawab bahwa Tuhannya dan Tuhan Firaun adalah Allah. Saat mendengar kalimat Allah disebut, Firaun langsung murka, sehingga menyebabkan Masitoh dan seluruh keluarganya mendapatkan siksa tragis dari Firaun. Masitoh dihadapkan pada suatu tungku dengan kuali raksasa berisi air yang sangat mendidih. Firaun kemudian bertanya sekali lagi kepadanya, apabila engkau mengakui bahwa aku adalah tuhan, maka engkau dan keluargamu selamat dari kuali ini. Masitoh dengan imannya yang kuat menjawab, bahwa hanya Allah lah Tuhannya dan Tuhan seluruh ummat manusia. Ketika mendengar itu, Firaun lagsung memerintahkan kepada pengawalnya agar langsung melemparkan masitoh dan seluruh keluargannya ke dalam kuali yang mendidih itu. Keluarga msitoh pun menjadi syuhada yang tetap dikenang sampai sekarang sebagai salah seorang yang paling kuat menjaga iman dan ketauhidannya.
2. Ashab al-kahfi
Ashabul kahfi adalah tujuh orang pmuda yang dikejar-kejar oleh seorang raja yang zalim untuk dibunuh. Mereka dianggap sebagai perusak aqidah nenek moyang raja dan keturunannya. Mereka lari mencari perlindungan untuk menyelematkan diri dari kebiadaban raja. Menurut kisah, nama raja tersebut bernama diqyanus (249-251 M). Kisah tentang Ashabul kahfi ini dirangkum oleh al-Quran dalam sebuah surat yang bernama surat al-Kahfi.
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). (QS. Al-Kahfi: 25)

10. Kesimpulan
            Tauhid yang bersih akan melahirkan suatu sikap dan perilaku yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT, yang disebut dalam al-Qur’an sebagai sikap dan perilaku sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami patuh). Dan mereka yang tidak patuh dinilai sebagai orang-orang yang menuhankan hawa nafsunya (al-Jasiyah: 23).
 Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
            Nabi SAW bersabda, “Tidak berzina orang yang berzina kalau dia beriman dan tidak mencuri seorang pencuri kalau dia beriman ….”   Artinya, tidak mungkin seseorang itu berbuat maksiyat atau jahat jika dia orang beriman.  Wallahu a’lam.

Sumber:
http://bahroni.staff.stainsalatiga.ac.id


Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP