IKHLAS
Rasulullah saw. bersabda : “Sesuatu
yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah syirik kecil. Para sahabat
bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Apakah syirik kecil itu?’ Beliau bersabda, ‘Riya’.
Allah Ta’ala akan berfirman kepada mereka pada hari pembalasan, ‘Pergilah kamu
kepada orang-orang yang kamu pameri waktu di dunia, maka lihatlah apakah kamu
dapat memperoleh kebaikan dari mereka?”.
Al-Faqih mengatakan bahwa mereka
diperlakukan seperti itu karena amal mereka sewaktu di dunia hanyalah tipuan belaka.
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka”. (Q.S. An-Nisa: 142)
Maksudnya Allah akan membatalkan
pahala amal mereka, karena amal-amal mereka tidak ikhlas. Seseorang akan
memperoleh pahala apabila amalnya itu ikhlas karena Allah. Apabila seseorang
beramal karena orang lain, berarti dia menyekutukan Allah, sehingga Allah lepas
tangan darinya.
Rasulullah saw. bersabda : “Allah
Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Aku
tidak membutuhkan amal yang di dalamnya terkandung persekutuan kepada selain
Aku. Barangsiapa mengerjakan suatu amal perbuatan yang di dalamnya terkandung
persekutuan kepada selain Aku, maka Aku lepas darinya”.
Hadits di atas mengandung petunjuk
bahwa Allah Ta’ala tidak akan menerima sedikitpun amal, kecuali amal yang
dikerjakan karena ikhlas kepada-Nya. apabila amal itu tidak ikhlas, maka Ia
tidak akan menerimanya dan di akhirat tidak ada pahala bagi orang yang
mengerjakannya, bahkan tempat kembalinya adalah neraka Jahannam. Dalil yang
menunjukkan hal itu adalah Firman Allah yang berbunyi : “Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di
dunia”. (Q.S. Al-Isra: 18)
Maksudnya, barangsiapa yang dengan
amalnya hanya mengharapkan dunia dan tidak menginginkan pahala akhirat, maka
Allah akan memberikannya di dunia sesuai dengan apa yang Ia kehendaki. Allah
berhak untuk membinasakan orang yang seperti itu dan berhak pula memberikan
kesenangan di dunia kepadanya, kemudian kelak di akhirat ia akan dimasukkan ke
dalam neraka dalam keadaan hina. Akan tetapi, barangsiapa menginginkan pahala
akhirat dan berusaha melakukan setiap alam dengan ikhlas, maka amalnya akan
diterima oleh Allah.
Meskipun begitu, masing-masing dari
dua kelompok manusia itu (baik yang beramal bukan karena Allah maupun yang
beramal ikhlas karena Allah) senantiasa mendapatkan kemurahan hati Allah yang
tidak bisa dihalangi oleh siapapun. Maksudnya, Allah tetap mengaruniakan
rezeki-Nya kepada siapa saja, baik orang mukmin maupun orang kafir, orang baik
maupun orang jahat.
Rasulullah saw. bersabda :
“Adakalanya orang yang berpuasa tidak memperoleh bagian apa-apa dari puasanya
itu, kecuali lapar dan dahaga. Terkadang ada orang yang mengerjakan solat malam
tidak memperoleh apa-apa dari salat malamnya itu, kecuali bangun malam dan
letih”.
Maksudnya, apabila puasa dan salat
malam itu dikerjakan bukan karena Allah, maka tidak ada pahala baginya.
Sementara orang bijak mengumpamakan, bahwa orang yang mengerjakan ibadah karena
riya (pamer kepada orang lain) dan sum’ah (menginginkan popularitas) adalah
seperti orang yang pergi ke pasar dan memenuhi kantongnya dengan kerikil,
kemudian orang-orang berkata, “Betapa penuhnya kantong orang itu”, namun ia
sendiri tidak bisa mengambil manfaat, kecuali hanya pujian orang. Jika ia ingin
membeli sesuatu, maka kerikil itu sama sekali tidak bisa dipergunakan sebagai
alat beli dan ia tidak mendapatkan apa-apa. Demikian pula orang yang beramal
karena riya dan sum’ah, ia tidak akan bisa mengambil manfaat apa-apa dari
amalnya, kecuali hanya pujian orang, dan kelak di akhirat ia tidak akan
mendapatkan pahala, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Dan Kami periksa semua amal yang
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”.
(Q.S. Al-Furqan: 23)
Seorang mujahid berkata : “Ada
seseorang datang kepada Nabi saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya
aku bersedekah dengan suatu sedekah, kemudian dengan sedekah itu di samping
mengharapkan keridaan Allah Ta’ala aku juga ingin dikatakan orang yang baik
(oleh orang lain)’. Kemudian turunlah ayat (Q.S. Al-Kahfi: 110) yang artinya,
‘Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal saleh dan jangan mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah
kepada Tuhannya”.
Maksudnya, barangsiapa menginginkan
pahala dari Allah, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dengan ikhlas dan
tidak mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhannya.
Seorang bijak mengatakan,
barangsiapa mengerjakan tujuh hal tanpa disertai dengan tujuh hal yang lain,
maka apa yang ia kerjakan itu tidak akan bermanfaat, yaitu :
1.
Seseorang
yang beramal karena takut , namun tidak memelihara diri. Ia mengatakan, “Saya
takut akan siksaan Allah”, tetapi ia tidak meninggalkan perbuatan-perbuatan
dosa, maka ucapannya itu sama sekali tidak bermanfaat bagi dirinya.
2.
Seseorang
yang beramal dengan penuh harapan namun tidak berusaha. Ia mengatakan, “Saya
mengharapkan pahala Allah”, tetapi ia tidak berusaha mencapainya dengan amal
saleh, maka apa yang ia ucapkan itu tidak ada gunanya.
3.
Niat
tanpa realisasi. Di dalam hati ia berniat untuk beribadah dan berbuat baik,
namun ia tidak merealisasikannya. Dengan tindakan, maka apa yang ia niatkan itu
tidak akan bermanfaat bagi dirinya.
4.
Doa
tanpa kesungguhan. Ia berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan untuk
mengerjakan perbuata-perbuatan yang baik, namun ia tidak bersungguh-sungguh
untuk mengerjakannya, maka doanya itu tidak ada baginya. Yang lebih penting
hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam beramal, niscaya Allah akan membrinya
kekuatan. Allah berfirman : “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam
(mencari keridaan) Kami, niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik”. (Q.S. Al-Ankabut: 69)
5.
Mohon
ampunan tanpa penyesalan. Ia mengucapkan, “Saya mohon ampun kepada Allah”,
namun ia tidak menyesali dosa-dosanya, maka permohonannya itu sia-sia.
6.
Dalam
hal-hal yang kelihatan ia kerjakan dengan baik, namun dalam hal-hal yang tidak
diketahui orang lain, ia tidak mengerjakannya dengan baik. Tindakan semacam itu
tidak mendatangkan kebaikan kepada pelakunya.
7.
Seseorang
yang beramal dengan sungguh-sungguh tanpa ikhlas. Maksudnya ia
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan ibadah, namun amal ibadahnya itu tidak
ikhlas karena Allah Ta’ala. Karenanya, amal-amal yang tidak ikhlas itu tidak
akan bermanfaat apa-apa bagi dirinya, bahkan hal itu merupakan penipuan bagi
dirinya sendiri.
Semoga Amalan-amalan kita senantiasa didasari oleh niat ikhlas karena Allah swt bukan karena siapapun apalagi karena ingin dipuji dan dianggap mulia. Wallahu A`lam
0 Comments:
Posting Komentar