
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling
agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat
merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan
tuntunan Rasulullah.
Banyak dalil-dalil Al-Quran yang menjelaskan tentang makna tauhid;Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)
Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis
salam adalah beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala secara
ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا
لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku". (QS: Adz-Dzariyaat: 56)
Dan bila kita telah tahu bahwasanya Alloh Subhanahu wa Ta'ala menciptakanmu
untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah
kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut
shalat bila tidak disertai dengan bersuci.
Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah itu,
sebagaimana rusaknya shalat bila disertai adanya hadatz (tidak suci). Alloh Subhanahu
wa Ta'ala berfirman [artinya]: "Tidaklah pantas orang-orang musyrik
itu memakmurkan mesjid-mesjid Alloh, sedang mereka mengakui bahwa mereka
sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu
kekal di dalam neraka" (QS: At-Taubah: 17)
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa ibadah yang bercampur dengan
kesyirikan akan merusak ibadah itu sendiri. Dan ibadah yang bercampur dengan
syirik itu akan menggugurkan amal sehingga pelakunya menjadi penghuni neraka,
Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman [artinya]: "Sesungguhnya
Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS:
An-Nisaa': 48)
Kemurnian
ibadah akan mampu dicapai bila memahami 4 kaidah yang telah Alloh Subhanahu
wa Ta'ala nyatakan dalam firman-Nya:
Kaidah
Pertama
Engkau
harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasululloh ShallAllohu
'alaihi wa Sallam, mereka meyakini bahwa Alloh Subhanahu wa Ta'ala sebagai
Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi
manfa'at, Yang memberi madzarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid
rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim, Alloh Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
"Katakanlah:
'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa
[menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang
mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan
menjawab:'Alloh'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa
[kepada-Nya]." (QS: Yunus: 31)
Kaidah
Kedua
Mereka
(musyrikin) berkata :"Kami tidak berdo'a kepada mereka (Nabi, orang-orang
shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan
mereka nantinya akan memberi syafa'at. Maksud kami kepada Alloh Subhanahu wa
Ta'ala, bukan kepada mereka. Namun hal tersebut dilakukan dengan cara
melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka".
Dalil
tentang mendekatkan diri yaitu firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala [artinya]:
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh
(berkata):"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya".
Sesungguhnya Alloh akan memutuskan di
antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Alloh
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar" (QS:
Az-Zumar: 3)
Adapun
dalil tentang syafa'at yaitu firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala [artinya]:
"Dan mereka menyembah selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala apa yang tidak
dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, dan mereka
berkata:"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Alloh".
Katakanlah:"Apakah kamu mengabarkan kepada Alloh apa yang tidak
diketahui-Nya di langit dan tidak [pula] di bumi" Maha Suci Alloh dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan [itu]." (QS: Yuunus: 18)
Syafa'at
itu ada 2 macam:
• Syafa'at munfiyah (yang ditolak)
• Syafa'at mutsbitah (yang diterima)
Syafa'at
munfiyah adalah syafa'at yang dicari dari selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
Sebab tidak seorangpun yang berkuasa dan berhak untuk memberikannya kecuali
Alloh Subhanahu wa Ta'ala, Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman
[artinya]: "Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan
Alloh] sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan
yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zalim". (QS: Al-Baqarah: 254)
Adapun
syafa'at mutsbitah adalah syafa'at yang dicari dari Alloh Subhanahu wa
Ta'ala. Pemberi syafa'at itu dimuliakan dengan syafa'at, sedangkan yang
diberi hak untuk memberikan syafa'at adalah orang yang diridhai Alloh Subhanahu
wa Ta'ala, baik ucapan maupun perbuatannya setelah memperoleh izin-Nya.
Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman [artinya]: "Siapakah yang
mampu memberi syafa'at disamping Alloh tanpa izin-Nya?" (QS:
Al-Baqarah:255)
Kaidah
Ketiga
Sesungguhnya
Nabi ShallAllohu 'alaihi wa Sallam menerangkan kapada manusia tentang
macam-macam sistem peribadatan yang dilakukan oleh manusia. Diantara mereka ada
yang menyembah matahari dan bulan, diantara mereka ada pula yang menyembah
orang-orang shaleh, para malaikat, para wali, pepohonan, dan bebatuan.
Mereka
semua diperangi oleh Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa Sallam, dalilnya
adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala [artinya]: "Dan
perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan dien ini menjadi milik
Alloh semuanya." (QS: Al-Baqarah: 193)
Sedangkan
dalil larangan beribadah kepada matahari dan bulan adalah firman Alloh Subhanahu
wa Ta'ala [artinya]: "Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan
janganlah [pula] kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Alloh Yang
menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." (QS:
Fushilat: 37)
Dan
dalil larangan beribadah kepada orang-orang shaleh adalah: "Katakanlah:'Panggillah
mereka yang kamu anggap selain Alloh, maka mereka tidak akan mempunyai
kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya'.
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb
mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat [kepada Alloh] dan mengharapkan
rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu
yang [harus] ditakuti." (QS: Al-Ishra: 56-57)
Adapun
dalil tentang larangan beribadah kepada para malaikat adalah: "Dan
[ingatlah] hari [yang di waktu itu] Alloh mengumpulkan mereka semuanya kemudian
Alloh berfirman kepada malaikat:"Apakah mereka ini dahulu menyembah
kamu?" Malaikat-malaikat itu menjawab:"Maha Suci Engkau.Engkaulah
pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah
menyembah jin; kebanyakan mereka
beriman kepada jin itu".Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa
[untuk memberikan] kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian
yang lain.Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim:"Rasakanlah olehmu
azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu". (QS:
Sabaa': 40-42)
Larangan
beribadah kepada para Nabi dalilnya: "Dan [ingatlah] ketika Alloh Subhanahu
wa Ta'ala berfirman: "Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia:"Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain
Alloh". 'Isa menjawab:"Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku [mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakannya
maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
perkara yang ghaib-ghaib"Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali
apa yang Engkau perintahkan kepadaku [mengatakannya] yaitu:"Sembahlah
Alloh, Rabbku dan Rabbmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka.
Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka.
Dan Engkau adalah Maha Meyaksikan atas segala sesuatu. Jika engkau menyiksa
mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni
mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS:
Al-Maidah: 116-118)
Adapun
dalil tentang larangan penyembahan terhadap pepohonan, bebatuan adalah hadits
Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata: "Kami keluar bersama Rasululloh ShallAllohu
'alaihi wa Sallam menuju Hunain. Kami adalah para pemuda yang telah
mengenal bentuk-bentuk kesyirikan. Orang-orang musyrik mempunyai tempat duduk
untuk beristirahat dan menggantungkan senjata. Tempat itu dikenal sebagai Dzatu
Anwath. Lalu kami melalui pohon bidara dan [sebagian] kami mengatakan:
"Wahai Rasululloh, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang
mereka (musyrikin) miliki. Maka Nabi ShallAllohu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Allohu Akbar, itu adalah assunnan (jalan), kamu kamu telah mengatakan
-demi dzat yang menguasai diriku- sebagaimana yang telah dikatakan oleh Bani
Israel kepada Musa, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah
ilah (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa ilah (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu
ini adalah kaum yang bodoh". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa
menjawab: "Patutkah aku mencari Ilah untuk kamu yang selain dari pada
Alloh, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat." (QS:
Al-A'raf: 138-140)
Kaidah
Keempat
Sesungguhnya
kaum musyrik zaman kita labih parah kesyirikannya dibanding musyrikin zaman
dahulu, sebab musyrikin zaman dahulu, mereka berdo'a secara ikhlas kepada Alloh
Subhanahu wa Ta'ala ketika mereka ditimpa bahaya, akan tetapi mereka
berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan senang.
Sedangkan orang-orang musyrik zaman
sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam bahaya
maupun ketika sedang senang, hal ini sebagaimana diterangkan Alloh Subhanahu
wa Ta'ala dalam Al-Qur'an: "Maka apabila mereka naik kapal mereka
berdo'a kepada Alloh dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya, maka tatkala Alloh
menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali]
mempersekutukan [Alloh], agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan
kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang [dalam kekafiran]. Kelak
mereka akan mengetahui [akibat perbuatannya]." (QS: Al-Ankabut:
65-66).
(Sumber: Dasar-Dasar Memahami Tauhid Media Muslim Info e-Books
Project. Oleh Syeikh Muhammad At-Tamimi)
0 Comments:
Posting Komentar