Mahrom merupakan salah satu masalah yang penting dalam Islam
karena ia memiliki beberapa fungsi yang penting dalam tingkah laku, hukum-hukum
halal/haram. Selain itu juga, Mahrom merupakan kebijaksanaan Allah swt dan
kesempurnaan agama-Nya yang mengatur segala kehidupan. Untuk itu, seharusnya
kita mengetahui siapa-siapa saja yang termasuk mahrom dan hal-hal yang terkait
dengan mahrom.
Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang
berkaitan erat dengan masalah mahrom, Seperti hukum safar, kholwat
(berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain.
Pengertian
Mahrom (Arab: محرم)
adalah semua orang yang haram untuk dinikahi
selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam syariat Islam.[1]
Muslim Asia Tenggara sering salah dalam menggunakan istilah mahrom ini
dengan kata muhrim, sebenarnya kata muhrim
memiliki arti yang lain. Dalam bahasa arab, kata muhrim (muhrimun)
artinya orang yang berihram dalam ibadah haji
sebelum bertahallul. Sedangkan kata mahrom (mahromun) artinya
orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita
nikahi sementara atau selamanya. Namun kita boleh bepergian dengannya, boleh
berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, boleh berjabat tangan, dan
seterusnya.
Pengelompokkan
mahrom
Mahrom terbagi menjadi dua macam
yaitu:
- Mahrom muabbad, artinya tidak boleh dinikahi selamanya; dan
- Mahrom muaqqot, artinya tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal.
Mahrom
muabbad
- Mahrom karena keturunan
1.
Ibu,
nenek dan seterusnya ke atas, baik jalur laki-laki maupun wanita.
2.
Anak
perempuan (putri), cucu perempuan, dan seterusnya, ke bawah baik dari jalur
laki-laki-laki maupun perempuan.
3.
Saudara
perempuan (kakak atau adik), seayah atau seibu.
4.
Saudara
perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya
ke atas baik sekandung.
5.
Saudara
perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya
ke atas baik sekandung.
6.
Putri
saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya
dan seterusnya ke bawah, baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
7.
Putri
saudara laki-laki (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya
dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
- Mahrom karena pernikahan
1.
Istri
bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas
2.
Istri
anak (menantu), istri cucu dan seterusnya ke bawah
3.
Ibu
mertua, ibunya dan seterusnya ke atas
4.
Anak
perempuan istri dari suami lain (anak tiri), cucu perempuan istri baik dari
keturunan rabibah maupun dari keturunan rabib (anak lelaki istri dari suami
lain)
- Mahrom karena sepersusuan
1.
Wanita
yang menyusui dan ibunya.
2.
Anak
perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).
3.
Saudara
perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).
4.
Anak
perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menysusui (anak dari saudara
persusuan).
5.
Ibu
dari suami dari wanita yang menyusui.
6.
Saudara
perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
7.
Anak
perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara
persusuan).
8.
Anak
perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
9.
Istri
lain dari suami dari wanita yang menyesui.
Mahrom
muaqqot
1.
Kakak
atau adik ipar (saudara perempuan dari istri)
2.
Bibi
(ayah atau ibu mertua) dari istri.
3.
Istri
yang telah bersuami dan istri orang kafir jika ia masuk Islam.
4.
Wanita
yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu
sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain.
5.
Wanita
musyrik sampai ia masuk Islam.
6.
Wanita
muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki ahli kitab atau laki-laki kafir.
7.
Wanita
pezina sampai ia bertaubat dan melakukan istibro’ (pembuktian kosongnya rahim).
8.
Wanita
yang sedang ihrom sampai ia tahallul.
9.
Wanita
dijadikan istri kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat.
Referensi
1.
Berkata
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahrom adalah semua orang yang haram untuk
dinikahi selama-lamanya karena seba nasab, persusuan dan pernikahan.” Al-Mughni
6/555.
- Tafsir Ibnu Katsir surat An Nisa : 22-23, Tafsir As Sa’di surat An Nisa 22-23, Asy Syarhul Mumti’, 5 /168-210
- Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik hafizhohullah, 3/76-96, Al Maktabah At Taufiqiyah.
(Sumber:
id.wikipedia.org/wiki/Mahram)
0 Comments:
Posting Komentar