Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

GENERASI ULUL ALBAB



Manusia terlahir ke muka bumi dalam kondisi “telanjang”. Telanjang fisik, telanjang ilmu, telanjang karakter, tapi Allah swt dengan segala sifat-sifat  keMahaan-Nya membekali manusia dengan berbagai macam karunia untuk mengarungi kehidupan, sesuai dengan firmannya:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu, dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." – (QS.An-Nahl {16}:78)

Ayat di atas merupakan dasar pemahaman manusia tentang betapa manusia itu lemah, tak berdaya, tunduk bahkan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali dengan pertolongan Allah swt. Pendengaran yang digunakan untuk mendengar hal-hal yang baik, hikmah, pelajaran, nasihat taqwa dan tidak digunakan dalam mendengar prasangka buruk, kabar fasik, kebohongan, gosip yang memecah belah umat manusia, dan kata-kata yang buruk. Penglihatan yang hanya dipakai dalam kebaikan dan ma`ruf, melihat dan menafakuri kebesaran Allah swt berupa alam semesta, benda-benda langit dan bumi, gunung-gunung, lautan, pepohonan yang rindang dan menjauhkan dari melihat hal-hal yang dapat melalaikan dari dzikir (ingat) kepada Allah swt. Hati yang tercipta menjadi raja dan pengendali setiap aktivitas. Ikatlah dengan erat hati ini agar terus dapat dekat dan tak pernah jauh dari Allah swt. Dengan hati yang ikhlas dan bersih kepada Allah swt maka kita akan diberikan manfaat baik di dunia maupun kelak di akhirat tatkala semua harta dan keturunan tidak mampu menolong kita. Sesuai Firman Allah swt:
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ
إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
89. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS.Asy-Syu`ara {26}:88-89)

Apabila ketiga potensi berupa pendengaran, penglihatan dan hati tersebut mampu berintegrasi dan memiliki konektivitas tinggi, maka tidak diragukan lagi bahwa kita termasuk ke dalam hamba-hamba-Nya yang bersyukur.
Untuk menjadi hamba yang pandai bersyukur tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan tak sesulit mencium sikut sendiri. Hal tersebut bisa dicapai manakala pengejawantahan hidup ini berawal dari kekuatan hati sehingga akan berpengaruh positif kepada akal. Maka orang yang konsisten dan istiqamah dalam syukur kepada Allah swt akan memiliki wujud lain yakni orang yang senantiasa menggunakan akalnya atau bahasa qurannya di sebut Ulul Albab.


Segala sesuatu yang telah, sedang dan akan terjadi sungguh tidak luput sedetikpun dari pandangan dan pengawasan Allah swt. Allah swt menetapkan qudrah dan iradah-Nya bagi seluruh hamba dan makhluk-Nya. Namun setiap yang terjadi di hadapan kita harus menjadi `ibroh (pelajaran) untuk membina kehidupan yang baik di bawah naungan dan lindungan Allah swt. Hanya orang-orang yang diklaim oleh Allah swt sebagai Ulul Albablah yang akan mampu menerima hikmah dengan keluasan hati dan kebeningan jiwa atas segala fenomena penciptaan alam semesta dan seluruh isinya. Sesuai dengan firman Allah swt:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya  malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS Ali Imran 190).
Pertanyaannya adalah apakah kita sudah termasuk ke dalam golongan ulul albab?. Untuk mencapai gelar Ulul Albab, maka harus diketahui terlebih dahulu tanda-tanda Ulul Albab.
Tanda-Tanda Ulul-Albab        
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (QS Ali Imran 191).
Apa tanda-tanda ulul-albab? Selain beberapa keistimewaan yang diberikan Allah kepada mereka seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt di atas, terdapat lima tanda lagi menurut Al-Quran.
Tanda pertama: Bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan dalam Al-Quran: “Dan orang yang bersungguh-sungguh dalam ilmu pengetahuan mengembangkannya dengan seluruh tanganya, sambil berkata: ‘Kami percaya, ini semuanya berasal dari hadirat Tuhan kami (Allah swt),’ dan tidak mendapat peringatan seperti itu kecuali ulul-albab.” (QS.3:7)
Termasuk dalam bersungguh-sungguh mencari ilmu ialah kesenangannya menafakuri ciptaan Allah di langit dan di bumi. Allah menyebutkan tanda ulul-albab ini sebagai berikut: “Sesungguhnya dalam proses penciptaan langit dan bumi, dalam pergiliran siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul-albab.” (QS.3:190).
Abdus Salam, seorang Muslim pemenang hadiah Nobel, berkat teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata, “Al-Quran mengajarkan kepada kita dua hal: tafakur dan tasyakur. Tafakur adalah merenungkan ciptaan Allah di langit dan di bumi, kemudian menangkap hukum-hukum yang terdapat di alam semesta. Tafakur inilah yang sekarang disebut sebagai science. Tasyakur ialah memanfaatkan nikmat dan karunia Allah dengan menggunakan akal pikiran, sehingga kenikmatan itu makin bertambah; dalam istilah modern, tasyakur disebut teknologi. Ulul-albab merenungkan ciptaan Allah di langit dan bumi, dan berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian  rupa, sehingga karunia Allah ini dilipatgandakan nikmatnya.”
Saling bergandengannya ilmu pengetahuan dan iman takwa seseorang akan menjadikannya sebagai orang yang pada hakikatnya memiliki super power. Kekuatan yang integral dan komfrehensif dalam mengarungi kehidupan dunia yang penuh dengan perjuangan. Ada sebuah tadzkiroh serta `ibrah tentang adanya kesesuaian dan keharmonisan antara ilmu dan iman, yakni sebuah uraian tentang ilmu kimia.
Dalam ilmu Kimia, kita mengenal istilah unsur dan senyawa. Unsur adalah zat tunggal seperti H (Hidrogen), O (Oksigen), Na (Natrium), Cl (Chlor), C (Carbon), N (Nitrogen) dan lain-lain. Hingga saat ini kita mengenal 117 unsur yang ada di dunia.
Senyawa adalah zat yang terbentuk dari beberapa unsur, seperti Air. Air terbentuk dari unsur Hidrogen (H) dan Oksigen (O) yang dalam rumus Kimianya ditulis H2O. Contoh senyawa lainnya adalah garam dapur, yang terbentuk dari unsur Natrium (Na) dan Chlor (Cl), dengan rumus Kimia NaCl. Sianida juga merupakan sebuah senyawa yang tersusun dari unsur C (Carbon) dan N (Nitrogen), sehingga rumus kimia Sianida adalah CN.
Ada yang sangat unik bin ajaib dari fenomena Kimiawi tersebut. Setiap hari kita mengkonsumsi garam dapur. Bagaimana rasanya jika kita makan sayur tanpa garam? Apa yang unik dari penciptaan garam dapur ini? Coba simak baik-baik tentang cipataan Allah yang satu ini:
Garam dapur, ternyata terbentuk dari unsur-unsur yang sangat berbahaya! Inilah salah satu keajaiban dunia yang patut kita renungkan. Garam dapur (NaCl) adalah sebuah senyawa yang terbentuk dari unsur Natrium (Na) dan unsur Chlorida (Cl). Kalau kita lihat satu per satu, Natrium adalah suatu unsur yang berbahaya. Sangat eksplosif, kena air sedikit saja bisa meledak dan mengeluarkan api. Sedangkan Chlor (Cl) dalam bentuk gas, klorin berwarna kuning kehijauan, dan sangat beracun. Ringkasnya, Natrium adalah zat yang sangat berbahaya. Chlor juga zat yang sangat berbahaya. Tapi setelah keduanya bersatu membentuk Natrium Chlorida, maka kedua sifat buruknya (membakar dan beracun) musnah! Bahkan Natrium Chlorida (garam) adalah zat yang sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai penyedap rasa.
Jika garam dapur adalah zat berguna yang dibentuk oleh dua zat yang berbahaya, maka sebaliknya terjadi pada Sianida. Sianida (CN) adalah racun yang terbentuk dari Carbon (C) dan Nitrogen (N). Carbon (arang) adalah zat yang berguna untuk proses pemurnian dalam dunia industri, dan digunakan untuk membakar sate di Warung Sate Tegal. Nitrogen juga merupakan zat yang sangat berguna dalam dunia medis, bahkan sekarang digunakan untuk mengisi ban mobil agar lebih stabil. Anehnya, Carbon (C) dan Nitrogen (N) yang keduanya adalah zat yang berguna, tapi ketika keduanya bersatu membentuk Sianida (CN) maka daya guna dan kemanfaatannya mendadak sirna, dan muncul sifat baru yang berbahaya. Sianida (CN) adalah racun.
Inilah sebuah hikmah yang Allah ciptakan. Sebuah misteri Kimia yang menakjubkan. Lalu apa hikmah di balik misteri Kimia yang unik ini?
Misteri Kimia Racun Sianida
Sianida adalah zat buruk yang terbentuk oleh dua zat yang baik. Ini adalah tamsil (perumpamaan) bagi kita bahwa kebaikan dan amal shaleh yang telah kita kerjakan jangan sampai menjadi “sinida” karena kesombongan dan berbangga diri bahkan sampai merendahkan orang lain. Karena banyaknya amalan sholeh seseorang namun tidak mampu menjaga diri dari sifat-sifat yang buruk pula, maka amalan sholeh tersebut akan digerogoti oleh jahat dan buruknya amalan orang tersebut. Dan muflish  adalah bisa jadi sebagai “sianida”nya, sesuai dengan peringatan Rasulullah saw terhadap para sahabat ketika beliau menjelaskan bahwa orang yang muflish (bangkrut) adalah orang yang amalan baiknya habis terkikis oleh amalan jahat dan dzalimnya, dan apabila tidak memiliki amalan baik maka dosa dari orang yang terdzalimi itu akan dipindahkan kepada orang jahat tersebut. Na`udzubillah min dzalik.
Misteri Kimia Garam Dapur
Garam dapur (Natrium Chlorida) adalah zat berguna yang terbentuk oleh dua zat yang berbahaya. Inilah i’tibar luar biasa yang diberikan Allah untuk kita tiru. Kita harus mampu bersatu (berjamaah) untuk membentuk sebuah kekuatan baru yang positif, walaupun secara individual kita memiliki kekurangan. Oleh karena itu ayo bersatu, jagalah ukhuwah islamiyyah, galang kekuatan, hadapi dunia dengan tetap bersandar kepada tali (agama) Allah swt ! Jadilah bermanfaat untuk orang lain, seperti Natrium Chlorida. Karena:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik manusia adalah orang yang memberikan manfaat bagi orang lain.
Tanda kedua: Mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, kemudian ia pilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak orang. Allah berfirman:
قُلْ لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
 “Katakanlah, tidak sama kejelekan dan kebaikan, walaupun banyaknya kejelekan itu mencengangkan engkau. Maka takutlah kepada Allah, hai ulul-albab.” (QS.5:100)
Tanda ketiga: Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan oleh orang lain:
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan mereka ituulah ulul-albab.” (QS.Az-Zumar {39}:18)
Tanda keempat: Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya; diperingatkannya mereka kalau terjadi ketimpangan, dan diprotesnya kalau terdapat ketidakadilan. Dia tidak duduk berpangku tangan di labolatorium; dia tidak senang hanya terbenam dalam buku-buku di perpustakaan; dia tampil di hadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan di tengah-tengah masyarakat. Firman Allah swt:
هَذَا بَلاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ وَلِيَعْلَمُوا أَنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُولُو الألْبَابِ   
“(Al-Quran) ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan dia, dan supaya mereka mengetahui bahwasannya Dia adalah Tuhan Yang Maha esa dan agar ulul-albab mengambil pelajaran.” (QS.Ibrahim {14}:52)
“Hanyalah ulul-albab yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan Supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. 13:19-22)
Tanda kelima: Tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Berkali-kali Al-Quran menyebutkan bahwa ulul-albab hanya takut kepada Allah:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai ulul-albab.” (QS A-Baqarah {2}:197)
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا  
“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai ulul-albab.” (QS. Ath-Thalaq {65}:10)
Ulul-Albab: Generasi unggul Intelektual
Sampai di sini, tampaknya seorang ulul-albab tak jauh berbeda dengan seorang intelektual; ini jika dilihat dari beberapa tanda ulul-albab yang telah disebutkan seperti: bersungguh-sungguh mempelajari ilmu, mau mempertahankan keyakinannya, dan merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya. Namun dalam ayat lain, Allah swt dengan jelas membedakan seorang ulul-albab dengan intelektual:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
“Apakah orang yang bangun di tengah malam, lalu bersujud dan berdiri karena takut menghadapi hari akhirat, dan mengharapkan rahmat Tuhannya: samakah orang yang berilmu seperti itu dengan orang-orang yang tidak berilmu dan tidak memperoleh peringatan seperti itu kecuali ulul-albab.” (QS. Az-Zumar {39}:9)
Dengan merujuk kepada firman Allah di atas, maka itulah “tanda khas” yang
membedakan ulul-albab dengan ilmuwan atau intelektual lainnya. Ulul-albab rajin
bangun tengah malam untuk bersujud dan rukuk di hadapan Allah. Dia merintih pada waktu dini hari, mengajukan segala derita dan segala permohonan ampunan kepada Allah Swt, semata-mata hanya mengharapkan rahmat-Nya.
Tanda khas yang lain disebutkan dalam Al-Quran: “Dia zikir kepada Allah
dalam keadaan berdiri, dalam keadaan duduk, dan keadaan berbaring.” (QS
3:191)
Kalau dapat saya simpulkan dalam satu rumus, maka ulul-albab adalah sama dengan intelektual plus ketakwaan, intelektual plus kesalehan. Di dalam diri ulul-albab bersatu padu sifat-sifat ilmuwan, sifat-sifat intelektual, dan sifat orang yang dekat dengan Allah swt. Sebetulnya Islam mengharapkan bahwa dari setiap jenjang pendidikan lahir ulul-albab, bukan sekadar sarjana yang tidak begitu banyak gunanya, kecuali untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rutin. Islam mengharapkan dari jenjang-jenjang pendidikan lahir ilmuwan yang intelektual dan yang sekaligus ulul-albab. Subhanallah..Wallahu A`lam.
JADILAH GENERASI-GENERASI ULUL ALBAB WAHAI IKHWAH FILLAH..!!
Taklukkan medan terjal dunia untuk berlabuh di pulau kenikmatan akhirat




Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini

Blog Archive


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP

Blog Archive