Kekeliruan dalam berdoa
Doa merupakan senjatanya orang
yang beriman. Doa juga merupakan curahan dan ungkapan hati seorang hamba yang
ditunjukkan kepada sang Rabbi Tuhan semesta alam. Oleh karena doa merupakan
sebuah munajat dan permohonan, maka seharusnya disampaikan dengan cara yang
baik dan disyari`atkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Analoginya adalah ketika
seorang bawahan hendak memohon sesuatu kepada pimpinannya, maka sudah barang
tentu orang itu datang dengan sopan, berkata dengan santun, dan menjaga setiap
gerak-gerik tindakannya agar tidak mengganggu dan menyakiti pimpinannya itu. Begitupun
seorang hamba, ketika memanjatkan doa kepada Allah swt, maka dia harus berdoa
dengan cara yang baik dan dicontohkan oleh Rasulullah saw sehingga akan membuka
tabir penutup antara dia dan Rabbnya dan doapun dikabulkannya. Namun saat
sekarang ini tidak sedikit orang yang masih “salah kaprah” dalam berdoa, entah
enggan untuk mencari ilmunya atau memang tidak mau menerima hal yang baik dan
benar secara syar`i. Berikut ini akan disampaikan kekeliruan-kekeliruan dalam
berdoa, dengan harapan kita semua bisa menjaga adab dan etika berdoa serta
berdoa sesuai dengan tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya.
1.
Mengangkat kedua
tangan setelah sholat-sholat wajib.
Hal ini termasuk dalam
kategori bid’ah jika dilakukan secara terus menerus oleh pelakunya. Yang
merupakan sunnah setelah sholat-sholat wajib adalah berdzikir dengan
beristighfar, tahlil, tasbih, tahmid, takbir serta berdo’a dengan do’a-do’a
yang warid (dalam sunnah) tanpa mengangkat kedua tangan. Inilah yang selalu
dilakukan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan beliau tidak pernah
mengangkat kedua tangan beliau dalam berdo’a setelah sholat-sholat wajib. Maka
perbuatan ini hendaknya tidak dikerjakan karena menyelisihi sunnah dan komitmen
(membiasakan) dengannya adalah bid’ah.
2.
Mengangkat (baca:
menengadahkan) kedua tangan di tengah-tengah sholat wajib.
Seperti orang yang mengangkat kedua tangannya
ketika bangkit dari ruku’ seakan-akan dia sedang qunut, dan yang semisal
dengannya. Hal ini termasuk dari perbuatan-perbuatan yang tidak disebutkan
dalam sunnah dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, tidak pernah dikerjakan
oleh para khalifah (yang empat) dan tidak pula oleh para sahabat, dan perbuatan
apa saja yang seperti ini sifatnya maka dia termasuk ke dalam sabda beliau
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
مَنْ أَحْدَثَ فِي
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang memunculkan perkara baru
dalam perkara (agama) kami ini, yang perkara ini bukan bagian darinya (agama)
maka dia tertolak”. Muttafaqun ‘alaihi
Dan dalam riwayat Muslim.
Dan dalam riwayat Muslim.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan
yang tidak ada contohnya pada urusan (agama) kami, maka amalan itu tertolak”.
3.
Melalaikan
kekhusyukan dan konsentrasi ketika berdo’a.
Allah -Ta’ala- berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
“Berdo`alah kepada Tuhan kalian dengan
berendah diri dan suara yang lembut”. (QS. Al-A’raf: 55)
Dan Allah -Ta’ala- juga berfirman:
Dan Allah -Ta’ala- juga berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka
berdo`a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu kepada Kami. “ (QS. Al-Anbiya`: 90)
Maka orang yang berdo’a sudah sepantasnya untuk khusyu’, merendah, tunduk, dan berkonsentrasi, inilah adab-adab dalam berdo’a. Orang yang berdo’a tentunya bersemangat agar permintaannya diberikan dan dipenuhi keinginannya, maka sudah sepantasnya kalau dia juga bersemangat untuk menyempurnakan dan memperindah do’anya untuk diangkat ke hadapan Penciptanya sehingga do’anya bisa dikabulkan.
Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Mundziry dari ‘Abdullah bin ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا سَأَلْتُمُ اللهَ فَاسْأَلُوْهُ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالْإِجَابَةِ, فَإِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيْبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ
“Jika kalian meminta sesuatu kepada Allah,
maka mintalah kepada-Nya dalam keadaan kamu yakin akan dikabulkan. Karena
sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan (permintaan) seorang hamba yang
berdo’a kepada-Nya dengan hati yang lalai”.
4.
Putus asa dari
dikabulkannya do’a dan terlalu tergesa-gesa ingin dikabulkan.
Perbuatan ini termasuk penghalang-penghalang
dikabulkannya do’a, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary
dan Muslim bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
يُسْتَجَابُ أَحَدُكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ, يَقُوْلُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Akan dikabulkan do’a salah seorang di antara kalian sepanjang dia tidak tergesa-gesa (dalam berdo’a), dia mengatakan, “Saya sudah berdo’a tapi belum dikabulkan”.
Dan telah kita terangkan bahwa orang yang berdo’a hendaknya yakin do’anya akan dikabulkan, karena dia sedang berdo’a kepada Yang Maha Pemurah dan Maha Baik. Allah -Ta’ala- berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagi kalian”. (QS. Ghafir: 60)
يُسْتَجَابُ أَحَدُكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ, يَقُوْلُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Akan dikabulkan do’a salah seorang di antara kalian sepanjang dia tidak tergesa-gesa (dalam berdo’a), dia mengatakan, “Saya sudah berdo’a tapi belum dikabulkan”.
Dan telah kita terangkan bahwa orang yang berdo’a hendaknya yakin do’anya akan dikabulkan, karena dia sedang berdo’a kepada Yang Maha Pemurah dan Maha Baik. Allah -Ta’ala- berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagi kalian”. (QS. Ghafir: 60)
Dan barangsiapa yang tidak
dikabulkan permintaannya maka dia tidak lepas dari dua keadaan:
Pertama: Ada penghalang yang menghalangi dikabulkannya do’a, misalnya: do’anya untuk memutuskan silaturahmi atau untuk kesewenang-wenangan atau karena dia (orang yang berdo’a) telah memakan makanan yang haram. Maka hal ini kebanyakannya menghalangi dikabulkannya do’a.
Kedua: Pengabulan do’anya diundurkan atau dia diselamatkan dari kejelekan yang semisalnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry -radhiallahu ‘anhu-, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
Pertama: Ada penghalang yang menghalangi dikabulkannya do’a, misalnya: do’anya untuk memutuskan silaturahmi atau untuk kesewenang-wenangan atau karena dia (orang yang berdo’a) telah memakan makanan yang haram. Maka hal ini kebanyakannya menghalangi dikabulkannya do’a.
Kedua: Pengabulan do’anya diundurkan atau dia diselamatkan dari kejelekan yang semisalnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry -radhiallahu ‘anhu-, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ
يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيْعَةُ رَحْمٍ إِلاَّ
أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ: إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ,
وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ, وَإِمَّا أَنْ يُصْرَفَ عَنْهُ
مِنَ السُّوْءِ مِثْلِهَا. قَالُوْا: إِذَنْ نُكْثِرَ, قَالَ: اللهُ أَكْثَرُ
“Tidak ada seorang muslim
pun yang berdo’a dengan sebuah do’a yang tidak mengandung dosa dan pemutusan
silaturahmi, kecuali Allah akan memberinya salah satu dari tiga perkara: Akan
dipercepat pengabulan do’anya, atau akan dipersiapkan (disimpan) untuknya di
akhirat, atau dihindarkan dia dari bahaya yang semisal dengannya”. Mereka (para
sahabat) berkata, “Kalau begitu kami akan memperbanyak (do’a)”. Beliau
menjawab, “Allah lebih banyak (pemberiannya)”. Riwayat Ahmad dan Abu Ya’la
dengan sanad yang jayyid, dan haditsnya shohih dengan beberapa pendukung: dari
‘Ubadah bin Ash-Shomit riwayat At-Tirmidzy dan Al-Hakim, dan juga dari Abu
Hurairah riwayat Ahmad dan selainnya.
Adapun hadits yang diriwayatkan (dengan lafadz):
Adapun hadits yang diriwayatkan (dengan lafadz):
اِسْأَلُوْا بِجَاهِيْ, فَإِنَّ جَاهِيْ عِنْدَ اللهِ
عَظِيْمٌ
“Mintalah kalian (kepada Allah) dengan menggunakan kedudukanku, karena sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangatlah besar”.
Maka ini adalah hadits yang
palsu, tidak shohih penisbahannya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-.
5.
Melampaui batas
dalam berdo’a, misalnya dia berdo’a untuk suatu dosa atau untuk memutuskan silaturahmi.
Ini termasuk penghalang dikabulkannya do’a, dan
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah bersabda:
سَيَكُوْنُ قَوْمٌ يَعْتَدُوْنَ فِي الدُّعَاءِ
“Kelak akan ada kaum yang melampaui batas dalam berdo’a”. Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan selain keduanya, dan hadits ini hasan.
Allah -Ta’ala- berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdo`alah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-A’raf: 55)
Dan di antara bentuk melampaui batas dalam berdo’a adalah berdo’a untuk suatu dosa atau untuk memutus silaturahmi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzy dan selainnya dari ‘Ubadah bin Ash-Shomit -radhiallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
سَيَكُوْنُ قَوْمٌ يَعْتَدُوْنَ فِي الدُّعَاءِ
“Kelak akan ada kaum yang melampaui batas dalam berdo’a”. Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan selain keduanya, dan hadits ini hasan.
Allah -Ta’ala- berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdo`alah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-A’raf: 55)
Dan di antara bentuk melampaui batas dalam berdo’a adalah berdo’a untuk suatu dosa atau untuk memutus silaturahmi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzy dan selainnya dari ‘Ubadah bin Ash-Shomit -radhiallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَا عَلَى الْأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللهَ بِدَعْوَةٍ إِلاَّ آتَاهُ اللهُ إِيَّاهَا, أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلِهَا, مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحْمٍ
“Tidak ada seorang pun muslim di muka bumi
ini yang berdo’a kepada Allah dengan sebuah do’a kecuali Allah akan
mengabulkannya atau Allah akan hindarkan dia dari kejelekan yang semisalnya.
Sepanjang dia tidak berdo’a untuk sebuah dosa atau untuk memutuskan silaturahmi”.
sampai akhir hadits, dan haditsnya hasan.
[Diterjemah dari Al-Minzhar hal. 41-43 karya
Asy-Syaikh Saleh Alu Asy-Syaikh]
0 Comments:
Posting Komentar