Daftar Isi
Kata
Pengantar
Daftar
isi
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3
Tujuan
1.4
Manfaat
Bab II
Pembahasan
2.1 Kriteria
Pemimpin yang Baik Menurut
Islam
2.2 Kewajiban
Seorang
Pemimpin
2.3 Tanggung
Jawab Seorang Pemimpin di Hadapan
Allah
2.3 Kisah
Khulafaur
Rasyidin
Bab III
Penutupan
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam kehidupan yang sudah berbeda dengan masa lalu ini, terkadang para
pejabat lebih mementingkan diri sendiri dibanding rakyatnya. Jalanan yang sudah
tidak layak pakai, rakyat yang kelaparan, bantuan yang terlambat untuk para
korban bencana alam masih terdengar dimana-mana. Padahal para pemimpin
seharusnya lebih memperhatikan rakyatnya karena mereka menjadi seorang pemimpin
juga karena pilihan para rakyat.
Menjadi pemimpin yang baik memang sangatlah sulit karena banyak godaan yang
datang. Tetapi apabila gelar pemimpin dijalani dengan baik pasti tidaklah
terasa sulit. Salah satunya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukan. Apabila seorang pemimpin itu bertanggung jawab, godaan macam
apapun tidak mungkin diliriknya. Karena pemimpin tersebut memegang satu
prinsip, yaitu bertanggung jawab atas apa yang dilakukan kepada rakyatnya.
Karena segala perbuatan yang dilakukan di dunia ini akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak.
Setiap manusia yang terlahir dibumi dari yang pertama hingga yang terakhir
adalah seorang pemimpin, setidaknya ia adalah seorang pemimpin bagi dirinya
sendiri. Bagus tidaknya seorang pemimpin pasti berimbas kepada apa yang
dipimpin olehnya. Karena itu menjadi pemimpin adalah amanah yang harus
dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut,karena kelak
Allah akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.
1.2 Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
kriteria pemimpin yang baik menurut Islam?
b. Bagaimana
kewajiban seorang pemimpin?
c. Bagaimana
tanggung jawab seorang pemimpin di hadapan Allah?
d. Bagaimana
kisah Khulafaur Rasyidin sebagai pemimpin yang bertanggung jawab?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui
kriteria pemimpin yang baik menurut Islam.
1.4 Manfaat
a. Menyadarkan betapa pentingnya tanggung jawab seorang pemimpin itu
terhadap rakyatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kriteria
Pemimpin yang Baik Menurut Islam
Menjadi pemimpin memanglah tidak mudah, apalagi untuk menjadi seorang
pemimpin yang baik. Seorang pemimpin dianggap sempurna oleh para bawahannya.
Salah sedikit, bisa menjadi bahan omongan anak buahnya. Padahal menjadi orang
yang sempurna yang tak pernah salah jelas mustahil. Yang bisa adalah upaya
untuk terus memperbaiki diri agar menjadi pemimpin yang lebih baik.
Pemimpin yang baik diukur dari tindakannya, bukan sekedar pandai berteori,
namun miskin pelaksanaan. Kriteria pemimpin yang baik menurut Islam, antara
lain :
a.
Beriman dan
Beramal Shaleh
Para pemimpin
yang dipilih seharusnya adalah orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan
perintah Allah dan RasulNya. Karena beriman dan beramal shaleh merupakan
jalan kebenaran yang membawa kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia
maupun akhirat.
b. Niat yang Lurus
Sesuai dengan
Hadits Riwayat Bukhari-Muslim :
"Dari Amīr
al-Mu’minīn, Abū Hafsh ‘Umar bin al-Khaththāb r.a, dia menjelaskan bahwa dia
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan
tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai
dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena
urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut”
Karena itu,
wajib untuk memilih pemimpin yang memiliki niat yang lurus, yang menjadi
pemimpin hanya karena mencari keridhoan Allah SWT saja. Karena menjadi pemimpin
adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
c.
Laki-laki
Dalam Al-qur'an
surat An-Nisaa' ayat 34 telah diterangkan bahwa laki-laki adalah pemimpin dari
kaum wanita.
“Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya
tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta
suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara“
d. Tidak Meminta
Jabatan
Rasullullah
bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah r.a., ”Wahai Abdul Rahman bin
Samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika
kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul
tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan
karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
e.
Berpegang pada
Hukum Allah
Ini salah satu
kewajiban utama seorang pemimpin. Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat
49, ”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka”
f.
Memutuskan
Perkara Dengan Adil
Rasulullah
bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan
datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan
diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kedzalimannya”
(H.R. Baihaqi dari Abu Hurairah)
g. Menasehati
rakyat
Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya)”
h. Tidak Menerima
Hadiah
Seorang rakyat
yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud
tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu,
hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya.
Rasulullah
bersabda, ”Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan” (H.R.
Thabrani)
i. Tegas
Ini merupakan
sikap seorang pemimpin yang selalu diidam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan
berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang
salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah
SWT dan rasulNya.
j. Lemah Lembut
Doa Rasullullah
:
"Ya Allah,
barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka
persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia
berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya"
Selain kriteria yang ada di atas seorang pemimpin dapat dikatakan baik bila
ia memiliki sifat Sidiq (jujur), Tablig (menyampaikan), Amanah (dapat
dipercaya), dan fatonah (cerdas).
a. Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak akan ada lagi KPK karena
tidak ada lagi korupsi yang terjadi.
b. Tablig adalah menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi
juga yang lain. Selain menyampaikan seorang pemimpin juga tidak boleh menutup
diri saat diperlukan rakyatnya karena Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang
pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan
kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan,
hajat, dan kemiskinannya” (H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
c. Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda, ”Jika seorang
pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka”
(H.R. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). Karena itu seorang pemimpin harus
ahli sehingga dapat dipercaya.
d. Fatonah ialah cerdas. Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat
dipercaya, dan dapat menyampaikan, tetapi juga cerdas. Karena jika seorang
pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan
ia tidak dapat memajukan apa yang dipimpinnya.
2.2
Kewajiban Seorang Pemimpin
Kewajiban seorang pemimpin antara lain adalah bertanggung
jawab terhadap rakyat dan apa yang telah dilakukannya. Tanggung jawab seseorang
berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi
kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang
pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku dirinya, keluarganya,
saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah dalam
surat at-Tahrim ayat 6, “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka” Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah SAW : “Setiap
kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya..” (Al Hadit)
Tanggungjawab vertikal ini bertingkat-tingkat tergantung
levelnya. Kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala
negara, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya sesuai dengan ruang
lingkup yang dipimpinnya. Seorang mukmin yang cerdas tidak akan menerima
kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan
memperbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi tanggungannya. Para
salafus sholih banyak yang menolak jabatan karena ia khawatir tidak mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pemimpin dalam level apapun akan dimintai
pertanggungjawabannya dihadapan Allah atas semua perbuatannya disamping seluruh
apa yang terjadi pada rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruknya perilaku dan
keadaan rakyat tergantung kepada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan
dimintai pertanggungjawabannya ketika memilih seorang pemimpin. Bila mereka
memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta akseptabilitas
sehingga kelak pemimpin itu akan membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan dan
rakyat juga dibebani pertanggungjawaban itu.
Seorang penguasa tidak akan terlepas dari beban berat
tersebut kecuali bila selalu melakukan kontrol, mereformasi yang rusak pada
rakyatnya, menyingkirkan orang-orang yang tidak amanah dan menggantinya dengan
orang yang sholeh. Pertolongan Allah tergantung niat, sesuai dengan firman
Allah :
بِكُلِّ
وَاللَّهُ قَلْبَهُ يَهْدِ بِاللَّهِ يُؤْمِن وَمَن
اللَّهِ بِإِذْنِ إِلَّا مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ
عَلِيمٌ شَيْءٍ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah akan ditunjuki hatinya dan Allah
Maha Mengetahui atas segala sesuatu” (At-Taghabun:11)
2.3
Tanggung Jawab Seorang Pemimpin di Hadapan Allah
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa Khalifah
Rasyidin ke V, Umar bin Abdil Aziz, dalam suatu shalat tahajjudnya membaca ayat
22-24 dari surat Ash-Shaffat :
(22) احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا
وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
(23) فَاهْدُوهُم إِلَى صِرَاطِ
الْجَحِيم دُونِ اللَّهِ مِنْ
(24) مَسْئُولُونَ إِنَّهُم وَقِفُوهُم
“Kumpulkanlah orang-orang yang dzalim beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan
yang selalu mereka sembah, selain Allah. Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan
ke neraka. Dan tahanlah mereka di tempat perhentian karena mereka sesungguhnya
mereka akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban)”
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena
merenungi besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat bila telah
melakukan kedzaliman.
Dalam riwayat lain, Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan
besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat nanti dengan kata-katanya
yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya
Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak
meratakan jalan untuknya?”
Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para
salafus sholih tentang tanggung jawab pemimpin di hadapan Allah kelak.
2.4
Kisah Khulafaur Rasyidin
Suatu ketika Umar bin Khattab keluar untuk melakukan
patroli malam dalam rangka mencari informasi di masyarakat. Sampailah beliau di
perkampungan Ali setelah menempuh lima mil dari Madinah. Beliau melihat-lihat,
ternyata di dalamnya ada sebuah kemah yang apinya menyala. Ketika beliau
mendekat, beliay melihat seorang perempuan yang di sekelilignya terdapat
anak-anak kecil yang sedang menangis.
Umar pun bertanya tentang kondisi mereka, lalu perempuan
tersebut menjawab, "Kami dihantam dingin dan kerasnya malam"
Umar berkata, "Mengapa anak-anak itu menangis?"
Perempuan tersebut menjawab, "Mereka menangis
lantaran kelaparan"
Umar bertanya lagi, "Apa yang ada di dalam
periuk?"
Dia menjawab, “Air yang saya gunakan untuk mendiamkan mereka sampai mereka
tidur.” Kemudian perempuan tersebut berkata, “Allah di antara kami dan Umar.”
Perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa orang yang diajak bicara adalah
Umar.
Lalu Umar berkata kepadanya, “Semoga Allah SWT merahmatimu. Apakah
Umar tidak mengetahui kondisi kalian?”
Perempuan tersebut menjawab, “Mahasuci Allah, apakah dia mengurusi urusan
kami, buktinya dia melupakan kami.”
Lantas Umar berjalan dengan cepat menuju ke Baitul Mal. Dia kembali
lagi dengan memikul sendiri makanan di atas pundaknya. Dia membawakan tepung
yang bagus dan minyak untuk perempuan tersebut dengan dipikul di atas
punggungnya sendiri. Dia menolak seorang pun yang hendak menggantikannya
memikulkan barang tersebut seraya mengatakan bahwa sesungguhnya siapa pun tidak
akan dapat menggantikan untuk memikul dosa-dosanya di hari kiamat.
Umar memasakkan makanan untuk anak-anak tersebut sedangkan si
perempuan kagum dengan tindakan Umar ini.
Dia berkata kepada Umar, “Semoga Allah SWT membalasmu dengan
kebaikan. Demi Allah, Anda lebih berhak memegang kekuasaan dari pada Umar, Sang
Amirul Mukminin.” (Perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa orang yang
diajak bicara adalah Umar)
Dari kisah diatas, dapat diambil pelajaran yang sangat besar yaitu mengenai
tanggung jawab seorang pemimpin kepada rakyatnya. Kepemimpinan merupakan amanat
dan setiap amanat akan dimintai pertanggung jawabannya sebagaimana hadits sahih
yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang berkata:
Aku mendengar
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang
imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya
dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai
tanggungjawab atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap
rumah suaminya dan akan dimintai tanggungjawabnya serta pembantu adalah penanggungjawab
atas harta benda majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
BAB III
PENUTUPAN
3.1
Kesimpulan
Menjadi seorang pemimpin yang baik adalah idaman bagi rakyat. Apabila kita
bisa menjadi pemimpin yang baik, maka kehidupan rakyat akan terjamin. Tanggung
jawab terhadap apa yang dilakukan merupakan salah satu kunci untuk menjadi
pemimpin yang baik. Karena dengan memegang prinsip tanggung jawab, maka ke
depannya kita bisa membuat kehidupan rakyat menjadi lebih baik.
3.2
Saran
Kita harus menjadi pemimpin yang baik, pemimpin yang bertanggung jawab.
Karena menjadi pemimpin bukanlah sebuah kemuliaan dan kesempatan, melainkan
sebuah amanat yang harus dilakukan dengan baik. Segala perbuatan yang dilakukan
akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari akhir. Sebagaimana dalam
surat Al-Mudatsir ayat 38,
كُلُّ
نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ ٌرَهِينَة
“Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Daftar
Pustaka
new.drisalah.com/index.php/inspirasi/25-pemimpin-dalam-islam.html
Penulis: Nastiti Purnama Sari, Siswi Kelas XII IPA 2, MAN Insan Cendekia Gorontalo.
0 Comments:
Posting Komentar