
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan adalah
bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Cairan yang dipakai untuk
maksud ini sering disebut minuman, tetapi kata 'makanan' juga bisa
dipakai. Istilah ini kadang-kadang dipakai dengan kiasan, seperti "makanan
untuk pemikiran".
Makanan yang
dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui bertani atau berkebun yang meliputi
sumber hewan dan tumbuhan. Beberapa orang menolak untuk memakan makanan dari
hewan seperti, daging, telur dan lain-lain. Mereka yang tidak suka memakan
daging dan sejenisnya disebut vegetarian yaitu orang yang hanya memakan
sayuran sebagai makanan pokok mereka.
Dalam islam hanya
diperbolehkan untuk memakan makanan yang baik dan halal sesuai dengan yang
dianjurkan oleh ALLAH SWT. Allah
menghalalkan semua makanan dan minuman yang mengandung maslahat danI manfaat bagi badan,
ruh maupun akhlak manusia. Demikian pula sebaliknya, Allah mengharamkan semua
makanan dan minuman yang menimbulkan mudharat atau yang mengandung mudharat
lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan
kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad manusia.Dengan adanya pembahasan ini,kita
sebagai umat islam harus mengetahui bagaimana makanan yang seharusnya kita
konsumsi.
1.2. Rumusan Masalah
a.Bagaimana
kewajiban memakan makanan yang halal?
b.Bagaimana
pendapat para ulama dalam kaidah fiqih mengenai
beberapa ayat al-quran?
c.Apa
sajakah kriteria makanan dan binatang yang diharamkan oleh islam
1.3 Tujuan a.Untuk mengetahui dengan jelas kewajiban memakan makanan yang halal
b.Untuk mengetahui pendapat para ulama mengenai beberapa ayat al-quran tentang makanan halal
c. Untuk
mengetahui apa saja makanan dan binatang yang diharamkan oleh islam
Bab II
PEMBAHASAN
1.Kewajiban mengkonsumsi makanan yang baik dan halal
Bagi seorang muslim, makanan bukan
sekedar pengisi perut dan penyehat badan saja, sehingga diusahakan harus sehat
dan bergizi, tetapi di samping itu juga harus halal. Baik halal pada zat
makanan itu sendiri, yaitu tidak termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah,dan
halal pada cara mendapatkannya.
ALLAH SWT. memerintahkan seluruh
hamba-Nya yang didalam Al-Quran Allah beriman dan yang kafir agar mereka
memakan makanan yang baik dan halal sebagaimana firman Allah swt. :
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS.
Al-Baqarah: 168)
Dan firman-Nya pula:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ
“Hai orang-orang yang
beriman, makanlah yang baik dari yang telah Kami rizkikan kepadamu.”
(QS.Al-Baqarah:172).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Perintah ini (yakni
memakan makanan yang halal lagi baik) ditujukan kepada seluruh manusia, baik
dia seorang mukmin ataupun kafir. Mereka diperintahkan memakan apa yang ada di
bumi, baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang halal. Yaitu
diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas atau
dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik) maksudnya
bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai, darah, daging
babi, dan lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal. 63).
Dia memberikan ancaman masuk neraka dalam sebuah hadits Nabi
,siapa saja yang mengkonsumsi makanan yang haram, sebagaimana sabda beliau:
أَيُّمَا لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى لَهُ
“Daging mana saja
yang tumbuh dari sesuatu (makanan) yang haram, maka neraka lebih pantas baginya”.
Demikian pula orang yang mengkonsumsi
makanan yang haram, ia terancam ibadah (doa)nya tidak diterima dan dikabulkan
oleh Allah, sebagaimana menceritakan ada
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi
seorang laki-laki yang sedang musafir rambutnya kusut dan penuh debu.
Dia menadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdo’a: “Wahai Tuhanku ,
wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram,
dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka : “Bagaimana mungkin
permohonannya dikabulkan? (HR.rkata
Rasulullah Muslim II/703 no.1015)
2.Pendapat para ulama
dari beberapa ayat Al-Qur’an tentang makanan halal
Kaidah Fiqih: Hukum Ashal
segala sesuatu(makanan,minuman,tumbuhan,hewan dll) adalah halal kecuali ada
dalil syar’I yang mengharamkannya.
Kaidah ini
disimpulkan oleh para ulama dari beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya firman
Allah
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah:
29)
Ayat ini menunjukkan
bahwa segala sesuatu (termasuk makanan dan binatang) yang ada di bumi adalah
nikmat dari Allah, maka ini menunjukkan bahwa hukum asalnya adalah halal
dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, karena Allah
tidaklah memberikan nikmat kecuali yang halal dan baik.
Dan berdasarkan firman-Nya pula:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya
Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa
yang terpaksa kamu memakannya”. (QS. Al-An’am: 119)
Maka semua makanan
yang tidak ada pengharamannya dalam syari’at Islam berarti hukumnya adalah
halal sepanjang tidak menimbulkan mudharat kepada dirinya. Demikian pula
binatang yang tidak ada pengharamannya dalam dalil-dalil syar’i dan tidak
termasuk ke dalam golongan binatang yang haram dikonsumsi, baik karena kesamaan
jenis, bentuk atau sifat, maka hukumnya halal dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan
untuk keperluan lain seperti dijadikan kendaraan, perhiasan, hiburan atau selainnya.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’ bersabda: “Apa saja yang dihalalkan oleh
Allah di dalam Rasulullah kitabNya
itulah yang halal, dan apa saja yang diharamkan oleh-Nya itulah yang haram,
adapun yang tidak dijelaskan, berarti termasuk yang dimaafkan bagimu. Dan
terimalah pemaafan Allah itu, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu,
kemudian beliau membaca firman Allah:
وَماَ كَانَ رَبُّكَ نَسِيَّا
“Dan
tidaklah Tuhanmu lupa”. (QS. Maryam:64.) (HR. Hakim II/406
no.3419 dan dia menshahihkannya).
3.Kriteria makanan
atau binatang yang diharamkan dalam islam
Di dalam syari’at
Islam,makanan atau binatang yang haram dikonsumsi itu ada dua jenis:
Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya).
Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya).
Maksudnya hukum asal dari makanan tersebut haram berdasarkan
Al Qur’an dan sabda Nabi Berdasarkan firman Allah hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui
beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan
itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di antaranya ialah:
1.Darah
Darah yang mengalir dari binatang atau
manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan
makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu
kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan
diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging
halal, boleh :dimakan karena sulit dihindari. Hal ini berdasarkan firman Allah:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
2. Daging babi
Para ulama telah
sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah…”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Demikian pula lemak babi yang
dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal
dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan (food additive).
Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
3. Khamar (minuman keras)
Sebagaimana firman Allah swt.
Sebagaimana firman Allah swt.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Al-Ma`idah: 90)
secara marfu’: Dan diriwayatkan dari Ibnu
‘Umar
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua
yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah haram”. (HR. Muslim
III/1587 no.2003)
Dan dapat
dianalogikan dengannya semua makanan dan minuman yang bisa menyebabkan
hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan macamnya.
4. Semua binatang buas yang
bertaring,dengan taringanya ia memangsa
bersabda: Rasulullah
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Semua
binatang buas yang bertaring, maka mengkonsumsinya adalah haram.” (HR. Muslim
III/1534 no.1933).
Beliau berkata:Juga apa yang
diriwayatkan oleh Abu Tsa’labah Al-Khusyani
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
– صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
melarang memakan semua binatang buas yang mempunyair“Rasulullah taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).
melarang memakan semua binatang buas yang mempunyair“Rasulullah taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).
Yang dimaksudkan di sini adalah semua
binatang buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk menghadapi dan
memangsa manusia dan binatang lainnya. (Lihat I’lamul Muwaqqi’in, karya Ibnul
Qayyim II/117).
5. Semua jenis burung dan bercakar,dengan
cakarnya ia menyerang mangsanya
Sebagaimana hadits
yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring danr“Rasulullah semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)
melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring danr“Rasulullah semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)
Yang dimaksud burung yang memiliki cakar di atas adalah yang
buas, seperti burung Elang dan Rajawali. Sehingga tidak termasuk sebangsa ayam,
burung merpati dan sejenisnya.
Abu Musa Al-Asy’ari berkata:
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا
“Saya melihat Rasulullah memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا
“Saya melihat Rasulullah memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)
6. Semua binatang yang diperintahkan untuk dibunuh
Di antara binatang-binatang yang
diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh
Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi bersabda:
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Lima
binatang jahat yang boleh dibunuh, baik di tanah haram (Mekkah dan Madinah, pent)
atau di luarnya: tikus, kalajengking, burung buas, gagak, dan anjing hitam.”
(HR.Bukhari III/1204 No.3136, dan Muslim II/856 no.1198)
Demikian pula cecak, termasuk binatang
yang diperintahkan untuk dibunuh, , dia berkata:sebagaimana diriwayatkan oleh
Sa’ad bin Abi Waqqash
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
“Bahwa memerintahkan untuk membunuh cecak, dan
beliau menamakannya Nabi Fuwaisiqah
(binatang jahat yang kecil)”. (HR. Muslim IV/1758 no.2238)
Nabi bersabda dalam riwayat lain.
مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِي الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِي الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
“Barangsiapa membunuh
cecak dengan sekali pukulan, ditulis baginya seratus kebajikan, barangsiapa
yang membunuhnya pada pukulan yang kedua maka baginya kurang dari itu, dan pada
pukulan yang ketiga baginya kurang dari itu.” (HR. Muslim IV/1758 no.2240)
Di dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi membunuh binatang -binatang tersebut, maka
itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab, jika sekiranya
binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau sekedar
dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang
mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.
7. Semua Binatang Yang Dilarang Untuk Dibunuh.
Di antara binatang yang dilarang untuk
dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ
“Sesungguhnya melarang membunuh empat jenis binatang,
yaitu: semut, lebah,rNabi burung hud-hud
dan burung shurad (sejenis burung gereja).” (HR. Abu Daud II/789 no.5267. Dan
Syaikh Al-Albani men-shahih-kannya).
Menurut pendapat sebagian ulama, kodok juga termasuk
binatang yang tidak boleh , dibunuh. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Abdurrahman bin Utsman berkata:
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا
“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah melarangnya untukrkodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya).
“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah melarangnya untukrkodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya).
Dia melarang membunuh
binatang-binatang itu,rdalam
hadits tersebut, Nabi berarti dilarang
pula memakannya. Sebab, jika binatang itu termasuk yang boleh dimakan,
bagaimana cara memakannya kalau dilarang membunuhnya?
8. Keledai jinak (bukan yang
liar)
Ini merupakan
pendapat Empat Imam madzhab selain Imam Malik dalam sebagian , ia meriwayatkan
darinya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik yang berseru:berkata: Bahwa ada seorang
pesuruh Rasulullah
إِنَّ الله ورسوله يَنْهَيَاكُمْ عَنْ لُحُوْمِ ِالْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ,
فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya
Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan daging-daging keledai yang
jinak, karena dia adalah najis”. (HR. Bukhari V/2103 no.5208, dan Muslim
III/1540 no.1940)
ia berkata:Adapun keledai liar, maka
halal dikonsumsi. Sebagaimana hadits Jabir
أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
“Saat(perang)
Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi melarang kami dari (memakan) keledai jinak”.
(HR. Muslim III/1541 no.1941, dan Imam Ahmad III/322 no.14490)
Inilah pendapat yang paling kuat,
sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di
kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”. (Lihat Al-Mughni beserta
Asy-Syarhul Kabir IX/65).
9. Binatang Yang Lahir Dari Perkawinan
Dua Jenis Binatang Yang Berbeda, Yang Salah Satunya Halal Dan Yang Lainnya
Haram.
Hal ini karena
menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada
menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil
peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.
berkata:Jabir bin Abdullah
berkata:Jabir bin Abdullah
حَرَّمَ رسول الله صلى الله عليه وسلم – يَعْنِي يَوْمَ خَيْبَرٍٍ – لُحُوْمَ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ، وَلُحُوْمَ الْبِغَالِ
“Rasulullah mengharamkan
-yakni pada saat perang Khaibar- daging keledai jinakr dan daging bighal.” (HR.
Ahmad III/323 no.14503, dan At-Tirmidzi IV/73 no.1478)
Dan keharaman ini berlaku
untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan hewan
yang haram dimakan.
10. Anjing
Para ulama sepakat akan
haramnya memakan anjing, karena ia termasuk binatang telah mengharamkan hargarbuas yang bertaring. Di samping itu Nabi jual-beli anjing dan menganggapnya sebagai
sesuatu yang buruk, , ia berkata:sebagaimana diriwayatkan dari Abu Mas’ud
Al-Anshari
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
melarang dari harga (jual-beli) anjing, upahr“Bahwa Rasulullah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
melarang dari harga (jual-beli) anjing, upahr“Bahwa Rasulullah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)
bersabda: bahwa Rasulullah tDan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)
“Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)
bersabda:Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya jika Allah swt. mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya jika Allah swt. mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)
Diriwayatkan ,ia berkata: “Kami diperintahkan
untuk membunuh dari Ibnu Umar anjing,
kecuali anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga tanaman.” (HR. Muslim
III/1200 no.1571)
11. Binatang Yang Buruk Atau
Menjijikkan.
Semua yang menjijikkan
–baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ
“Dan
dia (Muhammad) mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157)
Namun kriteria binatang yang buruk dan
menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti berbeda. Ada yang menjijikkan
bagi seseorang misalnya, tetapi tidak menjijikkan bagi yang lainnya. Maka yang
dijadikan standar oleh para ulama’ adalah tabiat dan perasaan orang yang normal
dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya memakan apa saja.
Karena kepada merekalah Al-Qur’an diturunkan pertama kali dan dengan bahasa
merekalah semuanya dijelaskan. Sehingga merekalah yang paling mengetahui mana
binatang yang menjijikkan atau tidak. (lihat penjelasan syekhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa IX/26, dan seterusnya).
Kalau binatang itu tidak
diketahui oleh orang Arab, karena tidak ada binatang sejenis yang hidup di
sana, maka dikiyaskan (dianalogikan) dengan binatang yang paling dekat
kemiripannya dengan binatang yang ada di Arab. Jika ia mirip dengan binatang
yang haram maka diharamkan, dan sebaliknya. Tetapi jika tidak ada yang mirip
dengan binatang tersebut maka dikembalikan kepada urf (tradisi/penilaian)
masyarakat setempat. Kalau mayoritas mereka menganggapnya tidak menjijikkan, maka
Imam at-Thabari membolehkan untuk dimakan, karena pada asalnya semua binatang
boleh dimakan, kecuali kalau itu mengandung mudharat.
12. Semua makanan yang bermudharat
terhadap kesehatan manusia -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan
segera maupun dengan cara perlahan.
Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis
dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.
berfirman:Allah swt.
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
berfirman:Allah swt.
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
bersabda:Juga Nabi
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak
boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”. (HR.
Ahmad I/313 no.2867, dan Ibnu Majah no.2431)
Kedua: Haram Lighairihi (makanan yang haram karena faktor eksternal).
Maksudnya hukum asal
makanan itu sendiri adalah halal, akan tetapi dia berubah menjadi haram karena
adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan
dari hasil mencuri atau dibeli dengan uang hasil korupsi, transaksi riba, upah
pelacuran, sesajen perdukunan, dan lain sebagainya.
1.
Binatang
Disembelih Untuk Sesaji
Hewan
ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus,
misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada
dewa tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan
ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah
haram dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang
membatalkan keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini
sebagaimana firman Allah :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
2. Binatang Yang Disembelih Tanpa
Membaca Basmalah
Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan dagingnya kecuali jika lupa. berfirman: Allah swt.
Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan dagingnya kecuali jika lupa. berfirman: Allah swt.
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.”
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.”
(QS.
Al-An’am: 121)
3. Bangkai
Allah berfirman:Yaitu semua binatang yang mati
tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS.
Al-Ma`idah: 3)
Jenis-jenis bangkai
berdasarkan ayat di atas:
1. Al-Munhaniqoh, yaitu binatang yang mati
karena tercekik.
2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal secara marfu’:tini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal secara marfu’:tini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa saja yang terpotong dari binatang dalam keadaan binatang
itu masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad V/218 no.21953,
Abu Daud II/123 no.2858, At-Tirmidzi IV/74 no.1480, dan ia men-shahih-kannya).
Diperkecualikan darinya 3
bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:
1.
Ikan, karena dia termasuk
hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal
bangkainya kecuali kodok.
2.
Belalang. Berdasarkan hadits
Abdullah bin Umar
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
3. Janin yang berada dalam perut hewan yang
disembelih.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
4. Makanan Halal Yang Diperoleh Dengan
Cara Haram
Pada dasarnya semua
makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi
sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat
berubah menjadi haram, jika diperoleh . Misalnya, makanan hasil curian,Idengan cara yang diharamkan Allah atau dibeli dari uang hasil korupsi,
manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini
sebagaimana firman Allah :
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
5. Jallalah
Yaitu binatang yang
sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau
najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung,
seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan
selainnya.
Hukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. , ia berkata:Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
Hukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. , ia berkata:Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
“Rasulullah melarang
memakan Jallalah dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379r No. 3785, dan
di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
Rasulullah
berkata:Dalam riwayat lain, Abdullah bin Umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
“ melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
“ melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787
Agar Jallalah tersebut
menjadi halal diharuskan untuk dikurung minimal tiga hari, dan diberi makanan
yang bersih atau suci, sebagaimana yang , bahwa ia pernah mengurung ayamtdicontohkan oleh Abdullah bin Umar yang suka makan feses (kotoran atau najis)
selama tiga hari. (Hadits Shahih riwayat Ibnu Abi Syaibah. Lihat Irwa’
Al-Ghalil, karya Syaikh Al-Albani No.2504).
Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).
Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).
6. Semua Makanan Halal Yang Tercampur
Najis
Contohnya seperti
mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau
cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam ditanya tentang minyakrhadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi samin (lemak) yang kejatuhan tikus, maka
beliau bersabda:
أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ . وَكُلُوا سَمْنَكُمْ
“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)
“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)
Jadi jika yang kejatuhan
najis adalah makanan padat, maka cara membersihkannya adalah dengan membuang
najisnya dan makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk
dimakan. Akan tetapi jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa
cairan, maka hukumnya dirinci; jika najis ini merubah salah satu dari tiga
sifatnya (bau, rasa, dan warna), maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak
boleh dikonsumsi, demikian pula sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah disebutkan diatas adalah,bahwa sesungguhnya Allah swt.
Menghalalkan makanan yang baik serta membawa manfaat bagi yang memakannya.
Tidak diperbolehkan untuk memakan yang malah membawa mudharat.
3.2. Saran
Demikianlah tugas penyusunan
makalah ini kami persembahkan. Harapannya adalah bahwa sebagai generasi umat
islam yang beragama kita dapat lebih mengetahui makanan yang baik untuk
dikonsumsi dan bermanfaat.Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa
difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para
pembaca, khususnya dari dewan guru yang telah membimbing kami dan para siswa
demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
majalah gontor.net
majalah gontor.net
Google.com
Buku Fiqih
Sumber Gambar: http://yrfn.ca/wp-content/uploads/2010/11/good-food-box.jpg
Penulis: Nurul Fauziyah, Siswa Kelas XII IPA 2, MAN Insan Cendekia Gorontalo.
Terimakasih, penjelasannya lengkap
BalasHapusTerimakasih, sangat membantu saya memahami materi pengertian makanan halalan thoyyiban. Semoga menjadi amal sholeh buat penulis.
BalasHapus