BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di zaman jahiliyah modern ini, banyak diantara kita yang tidak menjalankan
perintah allah namun lebih banyak mengerjakan larangan allah. itu
merupakan sesuatu yang tidak asing kita dengar dan kita kerjakan. Terlebih lagi
ketika kita memasuki bulan ramadhan yakni bulan yang bisa dikatakan spesial
diantara 12 bulan yang ada, maka kita harusnya berlomba-lomba dalam
meningkatkan kualitas dan kuantitas dari ibadah kita dengan tujuan mendapatkan
ridha allah untuk berada di sisi-Nya.
Pada bulan ramadhan,terdapat malam yang merupakan malam penuh berkah yang
sangat ditunggu-tunggu oleh para muslimin,yakni malam lailatul qodar. Malam
lailatut qodar adalah suatu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan, yang dalam Al Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur'an. Pada malam
itu, seluruh umat muslimin didunia akan berlomba-lomba beribadah kepada allah
untuk mendapatkan pahala yang akan menjadi penopang ketika di akhirat kelak.
B.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan malam lailatul qodar dan bagaimana kita
mendapatkannya.
C.
Tujuan
penulisan
Untuk mengetahui
malam lailatul qodar dan cara mendapatkannya
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah dapat memberikan pelajaran mengenai apa
yang dimaksud malam lailatul qodar dan bagaimana cara mendapatkan malam
tersebut, sehingga kita bisa mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
BAB 2
PEMBAHASAN
Meraih Lailatul Qadr (Tafsir al Qadr :1-5)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١)وَمَا أَدْرَاكَ
مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (٢)لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
(٣)تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ
أَمْرٍ (٤)سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (٥)
Sesungguhnya
Kami telah menurunkan al-Quran pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam
kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu
turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar (QS al-Qadr
[97]: 1-5).
Ayat 1
“Sesungguhnya telah Kami turunkan dia pada malam
Kemuliaan.” (ayat 1). Artinya ialah bahwa Kami yaitu Allah Tuhan sarwa sekalian
alam telah menurunkan Al-Qur’an yang mula-mula sekali kepada Nabi-Nya pada
malam Kemuliaan. Lailatul-Qadr, kita
artikan malam kemuliaan, karena setengah dari arti qadr
itu ialah kemuliaan. Dan boleh juga diartikan Lailatul-Qadr malam Penentuan,
karena pada waktu itulah mulai ditentukan khittah atau langkah yang
akan ditempuh Rasul-Nya di dalam memberi petunjuk bagi ummat manusia. Kedua
arti ini boleh dipakai. Kalau dipakai arti Kemuliaan, maka mulai pada malam
itulah Kemuliaan tertunggi dianugerahkan kepada Nabi SAW, karena itulah
permulaan Malaikat Jibril menyatakan diri di hadapan beliau di dalam gua Hira’
sebagai yang telah kita tafsirkan pada Surat Al-‘Alaq yang telah lalu. Dan pada
malam itu pulalah perikemanusiaan diberi Kemuliaan, dikeluarkan dari zhulumaat, kegelapan, kepada nur, cahaya petunjuk Allah
yang gilang-gemilang. Dan jika diartikan penentuan, berartilah di malam itu
dimulai menentukan garis pemisah di antara kufur dengan iman, jahiliyah dengan
Islam, syirik dengan tauhid, tidak berkacau-balau lagi. Dan dengan kedua
kesimpulan ini sudahlah nampak bahwa malam itu adalah malam yang istimewa dari
segala malam. Malam mulai terang-benderang wahyu datang ke dunia kembali
setelah terputus beberapa masa dengan habisnya tugas Nabi yang terdahulu. Dan
Nabi yang kemudian ini, Muhammad SAW adalah penutup dari segala Nabi dan segala
Rasul (Khatimul Anbiya’ wal mursalin).
Allah SWT. berfirman: Innâ
anzalnâhu fî laylah al-qadr (Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran
pada malam kemuliaan). Dalam ayat ini digunakan frasa Innâ (Sesungguhnya
Kami), bukan Innî (Sesungguhnya Aku). Dijelaskan Fakhruddin ar-Razi,
kata tersebut tidak boleh dimaknai li al-jam’i (untuk menunjukkan
makna jamak). Sebab, hal itu mustahil ditujukan kepada Allah, Zat Yang Maha
Esa. Karena itu, kata tersebut harus dimaknai sebagai li at-ta’zhîm (untuk
mengagungkan).[3]
Huruf al-hâ’ (dhamîr
al-ghâib, kata ganti pihak ketiga) dalam ayat ini, tidak memiliki al-ism
azh-zháhir yang menjadi rujukannya. Meskipun demikian, para mufassir
sepakat bahwa dhamîr tersebut menunjuk pada al-Quran.[4]
Menurut al-Qurthubi, tidak disebutkan kata al-Quran karena maknanya
sudah maklum.[5]
Fakhruddin ar-Razi dan az-Zamakhsyari menjelaskan, ketiadaan al-ism
azh-zhâhir itu menjadi salah satu aspek yang menunjukkan keagungan
al-Quran.[6]
Adapun al-Khaththabi dan Abu Hayyan al-Andalusi mengaitkannya dengan surat
sebelumnya: iqra’ bi[i]smi Rabbika; sehingga seolah
dikatakan: Bacalah apa yang Kami turunkan kepadamu berupa firman Kami,
“Innâ anzalnâhu laylah al-qadr.”[7]
Dalam ayat ini diberitakan bahwa al-Quran
diturunkan pada malam al-qadr. Secara fakta, al-Quran turun kepada
Rasulullah saw. secara bertahap selama dua puluh tiga tahun; siang dan malam,
dalam berbagai bulan dan keadaan. Jika demikian, apa makna al-Quran diturunkan
pada suatu malam yang disebut sebagai malam al-qadr itu?
setidaknya ada dua penjelasan. Pertama:
turunnya al-Quran yang diberitakan dalam ayat ini adalah turunnya al-Quran
secara sekaligus dari al-Lawh al-Mahfûzh ke Bayt al-‘Izzah di
langit dunia. Selanjutnya, al-Quran turun kepada Rasulullah saw. selama 23
tahun secara bertahap setiap saat. Penjelasan ini disampaikan Ibnu ‘Abbas; juga
dipilih oleh beberapa mufassir seperti al-Alusi, al-Baghawi, asy-Syaukani,
as-Samarqandi, dan yang lainnya.[8]
Kedua:
turunnya al-Quran pertama kali. Ini merupakan pendapat asy-Sya’bi dan yang
lainnya.[9]
Intinya, awal diturunkannya al-Quran dan diutusnya Rasulullah. saw terjadi pada
malam al-qadr itu. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan (Lihat:
QS al-Baqarah [2]: 185).
Mengapa malam itu disebut sebagai
malam al-qadr? Menurut Ibnu ‘Abbas, Qatadah dan lain-lain,
dinamakan al-qadr karena di dalamnya terjadi penentuan ajal, rezeki
dan berbagai kejadian di dunia yang diberikan kepada malaikat untuk dikerjakan.
Pendapat ini juga dipilih az-Zamakhsyari, asy-Syaukani dan al-Baghawi karena
dinilai sejalan dengan QS ad-Dukhan [44]: 4.[10]
Adapun az-Zuhri memaknai laylah al-qadr sebagai malam al-‘azhamah
wa asy-syaraf (keagungan dan kemuliaan).[11]
Pengertian ini juga sejalan dengan ayat berikutnya yang menjelaskan bahwa malam
tersebut lebih baik dari seribu bulan. Ada juga yang memilih kedua pendapat itu
tanpa menafikan salah satunya, seperti al-Baidhawi, as-Samarqandi, as-Sa’di dan
al-Zuhaili.[12]
Jika diikuti penjelasan ayat-ayat sesudahnya, kedua pendapat itu sama-sama
memiliki pijakan yang kuat. Tidak harus dipilih salah satunya dan menegasikan
makna lainnya.
“Dan sudahkah engkau tahu, apakah dia malam Kemuliaan itu?” (ayat 2). Ayat yang kedua ini tersusun sebagai suatu pertanyaan Allah kepada Nabi-Nya untuk memperkokoh perhatian kepada nilai tertinggi malam itu.
Kemudian Allah SWT berfirman: Wamâ adrâka mâ laylah al-qadr (Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?). Kalimat istifhâm ini memberikan makna tafkhîm sya’nihâ (memuliakan urusannya); seolah-olah perkara tersebut keluar dari pengetahuan makhluk; dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Demikian penjelasan asy-Syaukani.[13]Tidak jauh berbeda, as-Samarqandi juga menafsirkannya sebagai ta’zhîm[an] lahâ (mengagungkan, memuliakannya).[14]
Ayat 3
Pertanyaan itu lalu dijelaskan dalam ayat berikutnya: Laylah al-qadr khayr min alfi syahr[in] (Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan). Menurut Abu Hayyan, seribu bulan yang dimaksud adalah jumlah sebenarnya, yakni 83 tahun. Al-Hasan mengatakan, “Beramal pada malam al-qadr itu lebih utama daripada beramal pada bulan-bulan itu.”[15] Menurut Anas, amal, sedekah, shalat dan zakat pada Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan.[16] Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Mujahid, Amru bin Qays al-Malai, Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan as-Samarqandi.[17] Bahkan menurut as-Syaukani, kesimpulan tersebut (beramal di malam itu lebih baik daripada seribu bulan, selain yang di dalamnya terdapat malam al-qadr) merupakan pendapat sebagian besar mufassirin.[18] Mengenai keutamaan beramal pada malam tersebut juga ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya:
مَنْ قَامَ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
Barangsiapa melaksanakan shalat
pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni (HR
al-Bukhir, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).
Ayat 4Lalu diterangkan pula sebabnya dalam ayat selanjutnya: “Turun Malaikat dan Roh pada malam itu, dengan izin Tuhan mereka, membawa pokok-pokok dari tiap-tiap perintah.” (ayat 4).
Itulah sebab yang nyata dari
kemuliaan malam itu. Laksana satu perutusan, atau satu delegasi,
malaikat-malaikat turun ke muka bumi ini bersama-sama dengan malaikat yang di
sini disebut ROH, yaitu kepala dari sekalian malaikat. Itulah Malaikat Jibril
yang kadang-kadang disebut juga Ruhul-Amin dan kadang-kadang disebut
juga Rahul-Quds, yang menghantarkan wahyu kepada Nabi yang telah
terpilih buat menerimanya, (Mushthafa), Muhammad SAW dia dalam gua
Hira’.
Nilai malam itu menjadi tinggi
sekali, lebih utama dari 1000 bulan, setinggi-tinggi usia biasa yang dapat
dicapai oleh manusia. Pada kali pertama dan utama itu Jibril memperlihatkan
dirinya kepada Muhammad menurut keadaannya yang asli, sehingga Nabi sendiri
pernah mengatakan bahwa hanya dua kali dia dapat melihat Jibril itu dalam
keadaannya yang sebenarnya, yaitu pada malam Lailatul-Qadr, atau malam
Nuzulul-Qur’an itu di Gua Hira’, dan kedua di Sidratul Muntaha
ketika beliau mi’raj. Pada kali yang lain beliau melihat Jibril
hanyalah dalam penjelmaan sebagai manusia, sebagai pernah dia menyerupakan
dirinya dengan sahabat Nabi yang bernama Dahiyyah Al-Kalbi.
Di dalam Surat 44, Ad-Dukhkhan ayat
3, malam itu disebut “lailatinmubaarakatin”, malam yang diberkati
Tuhan.
Amat mulialah malam itu, sebab
malaikat-malaikat dan Roh dapat menyatakan dirinya dan Muhammad SAW mulai
berhubungan dengan Alam Malakut, dan akan terus-meneruslah hal itu selama 23
tahun; 10 tahun di Makkah dan 13 tahun di Madinah, yaitu setelah lengkap wahyu
itu diturunkan Tuhan. Di ujung ayat disebutkan bahwa kedatangan
malaikat-malaikat dan Roh itu dengan izin Tuhan ialah karena akan menyampaikan
pokok-pokok dari tiap-tiap perintah. Setiap perintah akan disampaikan kepada
Rasul SAW, setiap itu pulalah malaikat dan Roh itu akan datang, sehingga
lancarlah perhubungan di antara alam syahadah dengan Alam Ghaib.
Ayat 5
“Sejahteralah dia sehingga terbit fajar.” (ayat 5). Dalam
ayat ini bertambah jelas bahwa malam itu adalah malam SALAAM, malam sejahtera,
malam damai dalam jiwa Rasul Allah. Sebab pada malam itulah beliau diberi
pengertian mengapa sejak beberapa waktu sebelum itu dia mengalami beberapa
pengalaman yang ganjil. Dia merasakan mimpi yang benar, dia mendengar suara di
dekat telinganya sebagai gemuruh bunyi lonceng. Mulai pada malam itu terobat
hati manusia utama itu, Muhammad SAW, yang sudah sekian lama merasa diri
terpencil dalam kaumnya karena perasaannya yang murni sudah sejak kecilnya
tidak menyetujui menyembah berhala dan tidak pernah beliau memuja patung-patung
dari batu dan kayu itu sejak kecilnya. Dan sudah sejak mudanya hati kecilnya
tidak menyetujui adat-adat buruk bangsanya. Pada malam itulah terjawab segala
pertanyaan dalam hati, terbuka segala rahasia yang musykil selama ini. Itulah
malam damai, malam salam, sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar
hari esoknya. Di waktu itu, sebab pada malam itulah “dipisahkan segala
urusan yang penuh hikmah.” (Surat 44 Ad-Dukhkhan ayat 4). “Yaitu
urusan yang benar dari sisi Kami; Sesungguhnya Kami adalah mengutus Rasul.”
(ayat 5). “Sebagai rahmat dari Tuhanmu; Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang
Maha Mendengar, lagi Mengetahui.” (ayat 6).
·
Waktu datang Malam Lailatul Qadar
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21 23 25 27 29 dan akhir malam
bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yg ada dalam masalah ini berbeda-beda
Imam Iraqi telah mengaran suatu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bi
Dzikri Lailatul Qadar membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini)
Imam Syafi'i berkata "Menurut pemahamanku wallahu
a'lam Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab sesuai yg ditanyakan ketika
ditanyakan kepada beliau 'Apakah kami mencari di malam ini?' Beliau menjawab
'Carilah di malam tersebut.'"
Pendapat yg paling kuat terjadi malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:
Pendapat yg paling kuat terjadi malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:
"Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil)
pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan." (Bukhari (4/225) dan
Muslim (1169))
Jika seseorang merasa lemah atau tak mampu janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir krn riwayat dari Ibnu Umar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Carilah di sepuluh hari terakhir jika tak mampu maka janganlah sampai terluput tujuh hari sisanya." (HR. Bukhari (4/221) dan Muslim (1165))
"Aku melihat mimpi kalian telah terjadi barangsiapa yg mencari carilah pada tujuh nari terakhir."
Telah diketahui dalam sunnah pemberitahuan ini ada krn perdebatan para shahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam keluar pada malam Lailatul Qadar ada dua orang sahabat berdabat beliau bersabda:
"Aku keluar utk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar tapi ada dua orang berdebat hingga tak bisa lagi diketahui kapan mungkin ini lbh baik bagi kalian carilah di malam 29 27 25 (dan dalam riwayat lain tujuh sembilan dan lima)." (HR. Bukhari (4/232))
Telah banyak hadits yg mengisyaratkan bahwa amalan Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir yg lain menegaskan dimalam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yg pertama sifat umum sedang hadits keuda adl khusus maka riwayat yg khusus lbh diutamakan daripada yg umum. Dan telah banyak hadits yg lbh menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan tetapi ini dibatasi kalau tak mampu dan lemah tak ada masalah dgn ini cocoklah hadits-hadits tersebut tak saling bertentangan bahkan bersatu tak terpisah.
Jika seseorang merasa lemah atau tak mampu janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir krn riwayat dari Ibnu Umar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Carilah di sepuluh hari terakhir jika tak mampu maka janganlah sampai terluput tujuh hari sisanya." (HR. Bukhari (4/221) dan Muslim (1165))
"Aku melihat mimpi kalian telah terjadi barangsiapa yg mencari carilah pada tujuh nari terakhir."
Telah diketahui dalam sunnah pemberitahuan ini ada krn perdebatan para shahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam keluar pada malam Lailatul Qadar ada dua orang sahabat berdabat beliau bersabda:
"Aku keluar utk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar tapi ada dua orang berdebat hingga tak bisa lagi diketahui kapan mungkin ini lbh baik bagi kalian carilah di malam 29 27 25 (dan dalam riwayat lain tujuh sembilan dan lima)." (HR. Bukhari (4/232))
Telah banyak hadits yg mengisyaratkan bahwa amalan Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir yg lain menegaskan dimalam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yg pertama sifat umum sedang hadits keuda adl khusus maka riwayat yg khusus lbh diutamakan daripada yg umum. Dan telah banyak hadits yg lbh menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan tetapi ini dibatasi kalau tak mampu dan lemah tak ada masalah dgn ini cocoklah hadits-hadits tersebut tak saling bertentangan bahkan bersatu tak terpisah.
Kesimpulan jika seorang muslim mencari malam Lailatul
Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir 21 23 25 27 dan 29. Kalau
lemah dan tak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir maka carilah pada malam
ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25 27 dan 29. Wallahu a'lam.
Dalam keterangan 3 ayat
Lailatul-Qadr, ditambah 3 ayat pembuka dari Surat Ad-Dukhkhan teranglah bahwa
Malam Lailatul-Qadr itu adalah malam mula turunya Al-Qur’an.
Bilakah masa Lailatul-Qadr itu?
Al-Qur’an telah menjelaskannya lagi. Di dalam Surat 2, Al-Baqarah ayat 185
jelas bahwa “Bulan Ramadhan adalah bulan yang padanyalah diturunkan Al-Qur’an,
menjadi petunjuk bagi manusia, dan keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan
pemisah, di antara yang hak dengan yang batil.
Tetapi menjadi perbincangan panjang
lebar pula di antara ahli-ahli Hadis dan riwayat, bilakah, malam apakah yang
tepat Lailatul-Qadr itu? Sehingga di dalam kitab Al-Fathul-Bari syarah Bukhari
dari Ibnu Hajar Al-Usqallani yang terkenal itu, disalinkan beliau tidak kurang
dari 45 qaul tentang malam terjadinya Lailatul-Qadr, masing-masing
menurut pengalaman dengan catatan Ulama-ulama yang merawikannya, sejak dari
malam 1 Ramadhan sampai 29 atau malam 30 Ramadhan ada saja tersebut Ulama yang
merawikannya di dalam kita tersebut. Dan semuanya pun dinukilkan pula oleh
Syaukani di dalam “Nailul-Authar”nya. Ada satu riwayat dalam Hadis
Bukhari dirawikan dari Abu Said Al-Khudri bahwa tentang malam bulan Ramadhan
itu diramaikan dan diisikan penuh dengan ibadat. Tetapi terdapat juga riwayat
yang kuat bahwa Lailatul-Qadr itu ialah pada malam sepuluh akhir dari Ramadhan,
artinya sejak malam 21. Karena sejak malam 21 itu Nabi SAW lebih memperkuat
ibadatnya daripada malam-malam yang sebelumnya, sampai beliau bangunkan kaum
keluarganya yang tertidur.
Abdullah bin Masud, dan Asy-Sya’bi
dan Al-Hasan dan Qatadah berpendapat bahwa malam itu ialah malam 24 Ramadhan.
Alasan mereka ialah karena ada Hadis dari Wastilah bahwa Al-Qur’an diturunkan
pada 24 Ramadhan.
Suatu riwayat lagi dari As-Sayuthi,
yang kemudian sekali dikuatkan oleh Syaikh Khudhari, Guru Besar pada Fuad I
University (1922), jatuhnya ialah pada 17 Ramadhan. Orang yang berpegang pada
17 Ramadhan ini mengambil istimbath daripada ayat 41 dari Surat 8,
Al-Anfal karena di sana tersebut:
“… dan apa yang Kami turunkan kepada
Hamba Kami pada Pemisahan, hari bertemu dua golongan.”
“Hari bertemu dua golongan” ialah
dalam peperangan Badar, pada 17 Ramadhan, sedang “Hari Pemisahan” ialah hari
turunnya Al-Qur’an yang pertama, yang disebut juga malam yang diberi berkat
sebagai tersebut di dalam Surat 44 Ad-Dukhkhan di atas tadi. Maka oleh karena
berhadapan dua golongan di Perang Badar itu, golongan Islam dan golongan
musyrikin terjadi 17 Ramadhan, mereka menguatkan bahwa Lailatul-Qadr, mulai
turunnya Al-qur’an di gua Hira’, ialah 17 Ramadhan pula, meskipun jarak
waktunya adalah 15 tahun.
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan penggalan ayat al-Quran di atas dapat disimpulkan bahwa
malam lailatul qodar adalah malam yang penuh berkah dimana malaikat turun ke
bumi sehingga bumi terasa sesak, dan juga kita bisa mendapatkan malam lailatul
qodar yakni pada malam 10 terakhir bulan ramadhan.
B.
Referensi
Penulis: Erizal Mohi, Siswa Kelas XII IPA 2,
MAN Insan Cendekia Gorontalo
0 Comments:
Posting Komentar