يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“ Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kalian beserta orang-orang
yang jujur. ” (Q.S. At Taubah: 119)
Seorang muslim
adalah seorang yang jujur. Dia mencintai kejujuran melazimkannya lahir batin di
dalam hati (Shidqul qalb), ucapan (Shidqul hadits) dan perbuatan (Shidqul
‘amal), karena kejujuran merupakan kebaikan, dan kebaikan menunjukkan kepada
surga. Surga merupakan tujuan yang paling mulia bagi seorang muslim dan
merupakan tujuan yang paling diidam-idamkannya. Adapun kebalikan dari jujur
adalah dusta. Sifat ini menunjukkan kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan
kepada neraka, sedang-kan neraka merupakan hal yang paling ditakuti seorang
muslim.
Rasulullah bersabda, “Hendaklah kamu sekalian
berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing kearah kebajikan. Dan kebajikan
membimbing kearah syurga. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan
bersungguh-sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis disisi Allah
sebagai orang jujur. Dan hindarilah perbuatan dusta. Sebab dusta membimbing
kearah kejelekan. Dan kejelekan membimbing kearah neraka. Tiada henti-hentinya
seseorang berbuat dusta dan bersungguh-sungguh dalam melakukan dusta sehingga
dia ditulis disisi Allah sebagai pendusta” (HR. Bukhari Muslim)
Kejujuran merupakan simbol
kemuliaan akhlak manusia yang mengaku beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Sebuah kata sederhana, tetapi menjadi syarat utama yang harus dibawa
calon-calon pelamar penghuni Surga. Dan orang-orang yang jujur
dapat dipastikan dengan Izin Allah swt akan menggapai semua yang
dicita-citakannya dalam hidup yakni kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman
jiwa raga dunia dan Akhirat. Subhanallah..
Kebalikannya adalah sifat pendusta/pembohong,
sebuah tindakan ‘pengecut’ dari seseorang dalam menghadapi atau menerima ujian
dan karunia Allah SWT. Pendusta selalu menyembunyikan kebenaran yang telah
diakui hati nuraninya dan menunjukkan ‘kebalikan’-nya kepada manusia lain
dengan motif keuntungan pribadi.
Pantas sekali Allah SWT menghadiahi pendusta dengan
hukuman berat. Sebuah tempat yang paling bawah di neraka sudah disediakan.
Kedustaan adalah ciri orang-orang munafik. Seperti yang terukir dalam QS.Al-Munafiqun
{63):01.
إِذَا
جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ
لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu,
mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul
Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.”
Kejujuran adalah harga mati. Jika kejujuran hilang dari
muka bumi, maka peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan
manusia. Kepalsuan seorang penguasa dalam berjanji dan curang dalam mengelola
negara akan menimbulkan kesusahan masal pada rakyatnya. Kepalsuan seorang
karyawan untuk memperoleh keuntungan ‘haram’ dan menjilat pimpinan demi
perlakuan yang lebih baik, cepat atau lambat itu akan membuat kehancuran
perusahaan. Kebohongan seorang istri kepada suami dalam mengurus rumah
tangga akan bermuara pada jauhnya iklim sakinah dalam keluarga, begitupun
sebaliknya. Kejujuran antara suami, istri dan anak akan membuat
ketentraman dan keberkahan, karena Allah SWT akan selalu menaungi keluarga
hamba-Nya yang jujur.
Seorang mahasiswa yang selalu tidak jujur dalam
ujian, hanya akan menghasilkan prestasi ‘semu’. Sifat tercela itu akan
terus terbawa ketika bekerja dan berinteraksi dalam lingkungan berikutnya. Bukankah
kebohongan yang pertama akan disusul kebohongan-kebohongan berikutnya?
(hayo ngaku!)
Jurus-jurus lisan pelaku yang tidak jujur ;
-Wah, jaman susah seperti ini kog jujur!. Lha wong
tidak jujur saja masih tetep susah.
-Kalo saya jujur, kapan saya bisa beli rumah dan mobil?
-Biarlah saya tidak jujur, toh hasilnya akan saya
sisihkan untuk beramal dan nyumbang anak yatim. Dan saya akan bertobat dan
berbuat jujur, nanti!.
- Kenapa saya harus takut?lha wong semua orang disini
melakukannya yang penting TST-lah (tahu sama tahu), beres!.dsb
Begitulah seorang munafik yang akan selalu mencari
kambing hitam dan pembenaran.
Begitu merajalelanya kedustaan menimbulkan kelangkaan
spesies orang jujur. Sehingga orang jujur banyak dicari untuk diberi
penghargaan yang istimewa.
Dalam pandangan syari’at, jujur dalam bahasa arab
disebut ‘ash Sihdqu’. Ada beberapa macam jujur, yaitu:
1. Jujur Hati (Shidqul Qalbi)
Begitu banyak ayat dalam Al-Qur’an
yang menerangkan kalau ‘status’ kondisi hati akan mempengaruhi secara
keseluruhan kepada empunya.
Hati akan mensifati semua kelakuan yang dilakukan anggota badan lainnya.
Rasulullah bersabda, “Ingatlah dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah seluruhnya. Itulah kalbu.” (HR. Bukhari)
Hati akan mensifati semua kelakuan yang dilakukan anggota badan lainnya.
Rasulullah bersabda, “Ingatlah dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah seluruhnya. Itulah kalbu.” (HR. Bukhari)
Jika hati sudah tidak jujur berarti standar kebenaran
dalam diri sudah rusak. Setiap perintah yang akan menggerakan tubuh akan
melewati dulu proses quality standard di hati. Bayangkan kalo hati itu rusak!
maka semua perbuatan akan dilakukan dengan standar semaunya.
Memelihara hati dilakukan dengan cara : (1) ikhlas
dalam bertindak (2) memupuk tawakal (3) berusaha selalu khusyuk (4) selalu
berdzikir
الَّذِينَ
آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat
Allahlah hati menjadi tenang.” (QS.13:28)
Dan hati yang salim-lah yang akan menuntun kita ke Surga. Itulah suatu hari dimana semua harta dan tahta di dunia tidak berarti sedikitpun bagi manusia.
Dan hati yang salim-lah yang akan menuntun kita ke Surga. Itulah suatu hari dimana semua harta dan tahta di dunia tidak berarti sedikitpun bagi manusia.
2. Jujur saat Berucap (Shidqul Hadist)
Ucapan yang benar akan menyelamatkan
dan menentramkan manusia disekitarnya. Berucap dengan jujur berarti
telah memikirkan dulu setiap yang akan dikeluarkan dari rongga
mulut, bukan malah berpikir belakangan setelah ucapan diutarakan.
Mengutarakan yang benar berarti berani menanggung resiko dicaci dan dipuji. Keberanian ini timbul karena keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan sebuah kejujuran. Tidak ada yang sulit bagi Allah SWT, adalah mudah menolong hamba seketika itu juga dengan tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka.
Mengutarakan yang benar berarti berani menanggung resiko dicaci dan dipuji. Keberanian ini timbul karena keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan sebuah kejujuran. Tidak ada yang sulit bagi Allah SWT, adalah mudah menolong hamba seketika itu juga dengan tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki
bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa
menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
yang besar.” (QS. Al-Ahzab {33}:70-71) Sebaliknya nasib
pendusta di dunia, dia akan mencicipi siksaan. Dia akan dilabeli
sebagai ‘orang ini tidak dapat dipercaya’ dan pengkhianat. Lebih celaka
lagi bila didoakan tidak baik oleh semua orang yang telah teraniaya karenanya.
3. Jujur dalam Amal (Shidqul Amal)
Ucapan dan perbuatan yang tidak
matching alias tidak konsekuen akan membuat kebencian yang sangat besar
dari Allah SWT. Omongan dan
perbuatan ibarat langit dan bumi. Ucapannya manis tapi perlakuannya
pahit. Bicaranya halus namun perbuatannya kasar dan menyakitkan. Omdo alias
omong doang!. NATO (no
action talk only). Teori tok, praktek nol.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
كَبُرَ
مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaf {61}:2-3)
4. Jujur bila Berjanji (Shidqul Wa’d)
Berhati-hatilah dalam membuat janji.
Amati, janganlah kita termasuk orang yang pelit yakni hanya mau melakukan
sesuatu kebaikan jika sudah mendapatkan sesuatu.
Jangan mudah berjanji, berusahalah jujur pada diri sendiri dan ukurlah kemampuan diri. Sehingga tidak terjebak dalam keterpaksaan dan ketidakikhlasan.
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa’at) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”(QS.17:34)
Jangan mudah berjanji, berusahalah jujur pada diri sendiri dan ukurlah kemampuan diri. Sehingga tidak terjebak dalam keterpaksaan dan ketidakikhlasan.
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa’at) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”(QS.17:34)
Kalaupun harus berjanji, lakukan dengan tulus.
Mintalah pertolongan Allah SWT agar dimudahkan dalam melaksanakannya
sehingga terpenuhi dengan tepat dan baik. Berjanji kepada siapapun, pada
hakekatnya berjanji kepada Allah SWT.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS.16:91)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS.16:91)
5. Jujur dengan kenyataan (Shidqul Haal)
Manusia jujur akan menampilkan diri
apa adanya, tanpa topeng yang dibuat-buat. Dia tidak akan memakai topeng
orang lain dalam dirinya. Dia tanggalkan pakaian kepalsuan. Tidak perlu
mendompleng nama besar orang lain. Tidak perlu bersembunyi dalam diri orang lain.
Semua itu hanya akan menghasilkan profil dan status fatamorgana yang singkat.
Karena cepat atau lambat manusia akan menemukan keaslian dari kita,
walaupun dibungkus rapi.
Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan kepada umatnya, “Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang yang memakai dua pakaian palsu.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan kepada umatnya, “Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang yang memakai dua pakaian palsu.” (HR. Muslim)
Mari kita tinggalkan segala kepalsuan yang telanjur
menempeli diri kita. Hadapilah resiko kejujuran dengan berani. Pada
dasarnya hanya kepada Allah lah kita merasa takut. Takut tidak bisa
mempertanggungjawabkan segala perilaku kita. Takut tidak diperkenankan
memasuki Surganya Allah.
Rasulullah SAW bersabda, “Pegang teguhlah 6 perkara niscaya akau memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara.Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiyat. Dan, tahanlah tanganmu dari meminta-minta.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban dari ‘Ubadah bin Shamit)
Rasulullah SAW bersabda, “Pegang teguhlah 6 perkara niscaya akau memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara.Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiyat. Dan, tahanlah tanganmu dari meminta-minta.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban dari ‘Ubadah bin Shamit)
Kejujuran bukanlah suatu kelebihan tetapi sebuah keharusan
dan kewajiban.
Wallahul Muwafiq..
0 Comments:
Posting Komentar