Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

Agar Doa Terkabul



Di antara kesempurnaan dan keagungan nikmat AllahTa’ala yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya, adalah janji Allah Ta’ala dan janji-Nya itu pasti benar- bahwa tiadalah seseorang berdo`a kepada-Nya melainkan Dia mengabulkannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabbmu berfirman, “Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Ghafir: 60).
Allah Ta’ala juga berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo`a apabila ia berdo`a kepada-Ku.” (al-Baqarah: 186).
Lihatlah ungkapan lembut yang terdapat di dalam ayat ini, mengingat al-Qur’an di sini mengungkapkan lafazh ‘as-su’âl’ (bertanya), dan tidak mengatakan setelah itu lafazh ”qul” (katakanlah), sebagaimana yang terdapat pada ayat-ayat pertanyaan lain di dalam al-Qur’an al-Karim. Di dalam ayat ini -Wallahu A’lam- terdapat sebuah isyarat agar membuang perantara (wâsithah) antara seorang hamba dan Tuhannya pada saat beribadah dan berdo`a.


Hal inilah yang wajib diyakini oleh seorang muslim dalam hatinya. Oleh karena itu, Imam Thahawi rahimahullah di dalam kitabnya“al-‘Aqîdah ath-Thahawiyyah Hal. 676, 684 ” berkata,“Allah Ta’ala akan mengabulkan berbagai macam do`a, memenuhi semua kebutuhan, dan Dia memiliki segala sesuatu, sementara tidak ada sesuatu pun yang bisa menguasai-Nya. Tidak ada yang tidak butuh kepada Allah walau hanya sedetik pun, dan barangsiapa yang tidak butuh kepada Allah Ta’ala walau hanya sedetik, maka sungguh dia telah menjadi kafir dan termasuk golongan orang-orang yang dibinasakan.”
Di antara pengabulan Allah Ta’ala terhadap do`a hamba-Nya, adalah orang yang berdo`a bisa melaksanakan ibadah, yaitu: do`a, permohonan dan permintaan, serta pahala yang diperolehnya dari do`a itu, meskipun ternyata do`anya tidak dikabulkan. Ini merupakan satu bentuk dari berbagai bentuk pengabulan do`a tersebut.
Di antara pengabulan Allah Ta’ala terhadap do`a hamba-Nya, adalah kelapangan dada yang diperoleh oleh pemohon dan kelegaan hati, karena telah melaksanakan perintah Tuhannya dengan beribadah kepada-Nya, berdzikir dan berdo`a kepada-Nya, menampakkan rasa fakir dan butuh kepada-Nya, dan mengembalikan hati kepada-Nya dengan penuh rasa tunduk dan hina. Oleh karena itu, pemohon (orang yang berdo`a) meniatkan do`anya untuk mengagungkan Allah Ta’ala dan meninggikan-Nya dengan berharap pahala, diiringi rasa keinginan kuat akan direalisasikan apa yang telah Allah janjikan, yaitu berupa terkabulkannya do`a, dan di antaranya adalah akan terkabulkannya apa ia yang inginkan.
Do`a seorang Mukmin itu tidak ditolak, dan yang paling baik adalah pilihan Allah Ta’ala baginya, apakah berupa do`anya dikabulkan dengan segera, atau Allah Ta’ala akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya di dunia ataupun di akhirat nanti, seperti menolak keburukan darinya, atau Allah Ta’ala akan menabungkan baginya di akhirat sesuatu yang lebih baik dari apa yang dia minta.
Jadi, wajib bagi pemohon melakukan kiat-kiat terkabulnya do`a, baik yang tidak tampak maupun yang tampak:
Kiat yang tidak tampak adalah bertaubat terlebih dahulu (sebelum berdo`a), taubat yang membersihkan dosa, mengembalikan hak-hak orang lain (jika ada padanya), makan, minum dan berpakaian dari yang halal, tempat tinggal dan kendaraan, dari hasil usaha yang halal, menjauhi hal-hal yang diharamkan dan syubhat, kehadiran hati saat berdo`a, kepercayaan kepada Allah Ta’ala serta kuatnya pengharapan dan ketergantungan diri kepada-Nya, rasa takut dan tunduk, mengetuk jiwa dengan suatu ancaman Allah, menyerahkan segala perkara kepada-Nya, dan memutus perhatian kepada selain Dia, seperti yang dilakukan oleh seorang beriman dari keluarga Imrân yang tersebut di dalam surat Ghâfir: 20, dan penasihat Nabi Musa 'alaihis salam yang tersebut di dalam surat al-Qashash: 20, serta dengan menjauhi sifat putus asa dari terkabulnya do`a.
Sedangkan yang tampak, adalah melakukan amal shalih seperti sedekah, berwudhu terlebih dahulu, shalat, mengangkat kedua tangan (saat berdo`a), dan (berdo`a) pada waktu-waktu mustajab sebagaimana dijelaskan oleh dalil, yaitu di dalam waktu mulia, kondisi yang baik dan tempat-tempat yang mulia.

Adapun waktu-waktu mulia adalah waktu yang ada dalam setahun sekali, seperti pada hari Arafah, pada waktu berada di tempat-tempat masy’ar (Muzdalifah, Mina) bagi orang yang sedang menunaikan ibadah haji, pada malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.

Pada bulan-bulan tertentu, yaitu: bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh hari terakhirnya.

Pada tiap mingguan, yaitu hari Jum’at yang mulai dari semenjak duduknya imam di atas mimbar sampai berakhirnya shalat Jum’at. Lihat Zad al-Ma’ad, (1/104-106), dan di dalam hasil tahqiq Ahmad Syakir rahimahullah terhadap Jami’ at-Tirmidzi, (2/362).

Pada saat-saat tertentu, yaitu pada waktu sahur, pertengahan malam yang terakhir, dan satu waktu pada hari Jum’at. Dikatakan: waktu ini adalah sesaat terakhir waktu Ashar.

Adapun tempat-tempat yang mulia tersebut adalah Mekah dan di tempat-tempat suci ibadah haji bagi mereka yang sedang menunaikan ibadah haji. Di dalam Syarh al-Adzkar, (4/385-386) disebutkan, bahwa do`a akan dikabulkan di lima belas tempat yang ada di Mekah –semoga Allah Ta’ala tetap menjaganya-, lalu setelah itu pengarang kitab ini menuturkan sebuah bait syair, dan dalam menyebutkan tempat-tempat tersebut, beliau menjadikan sebagiannya khusus (ma’rifah) dan sebagian yang lainnya umum (nakirah).

Sedangkan kondisi-kondisi yang bagus untuk berdo`a, adalah do`a ketika barisan tentara mujahidin yang berjihad fi sabilillah maju menyerang, ketika turun hujan, sehabis wudhu, ketika adzan dan waktu antara adzan dan iqamat, do`a ketika mendirikan shalat fardhu, pada waktu sujud, karena sedekat-dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika dia sujud, do`a sehabis shalat fardhu, pada waktu berpuasa hingga berbuka, serta pada waktu berbuka puasa, do`a orang yang beribadah haji hingga dia selesai dari hajinya, do`a orang yang terzhalimi, do`a pemimpin yang adil, do`a orang tua, do`a setelah membaca al-Qur’an dan setelah mengkhatamkannya, sebagaimana terdapat dalam atsar yang diriwayatkan oleh Mujahid dan lainnya, do`a pada majlis-majlis dzikir dan pada forum perkumpulan kaum Muslimin, do`a ketika seseorang bangun karena terkejut pada malam hari, lalu dia mengucapkan kalimat: ‘la ilaha illallah’ (tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah Ta’ala) dan membaca istighfâr serta berdo`a, juga pada saat terdengar bunyi ayam berkokok, do`a pada saat sakit hingga sembuh, pada saat menjenguk orang sakit atau orang yang meninggal dunia, do`a seorang Muslim kepada saudara sesama Muslim tanpa sepengetahuan yang dido`a-kannya, do`anya orang yang sedang bepergian, do`anya orang yang dalam kondisi terdesak/kepepet, dan ini dinamakan dengan ‘du’â al-hâl’ (do`a karena suatu keadaan), serta do`anya orang yang berdzikir kepada Allah menjelang tidur sampai dia tertidur. Dan berdasarkan riwayat, termasuk pula di sini: do`a ketika melihat Ka’bah. Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Pintu langit terbuka, dan do`a dikabulkan pada empat tempat: ketika bala tentara bertemu untuk berjihad, ketika turun hujan, ketika mendirikan shalat, dan ketika melihat Ka’bah.” (HR. ath-Thabrani). Di dalam sanadnya terdapat Afir bin Mi’dan yang telah disepakati riwayatnya lemah. Lihat al-Futuhat ar-Rabbaniyyah, (4/369); dan Tuhfat al-Abrar, hal. 96.

Akhirnya, berdo`a itu haruslah dengan do`a-do`a yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagai do`a yang yakin akan dikabulkan, dan berdo`a dengan (bertawassul dengan) nama Allah Yang Agung, sebagaimana tersebut di dalam dua hadîts yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Hibban rahimahullah di dalam Shahih-nya, Imam Ahmad dan Tirmizi. Redaksinya:

Hadîts riwayat Abdullah bin Buraidah radhiyallahu 'anhu dari bapaknya, dia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendengar seseorang sedang berdo`a dan ia mengucapkan:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنِّيْ أُشْهِدُكَ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، الأْحَدُ، اَلصَّمَدُ، اَلَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ.
(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwasanya Engkaulah Allah, yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Yang Maha Esa, yang bergantung kepada-Nya segala urusan, yang tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia), lalu beliau bersabda,

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ، لَقَدْ سَأَلَ اللهَ بِاسْمِهِ اْلأَعْظَمِ، الَّذِيْ إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ، وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى.
”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh dia telah meminta kepada Allah Ta’ala dengan menyebut nama-Nya Yang Maha Agung, yang dengannya jika Dia dipanggil niscaya Dia akan menjawab, dan jika Dia dimintai niscaya Dia akan memberi.

Hadîts bersumber dari riwayat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendengar seseorang sedang berdo`a:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بأن لك الحمد، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْمَنَّانُ، بَدِيْعُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ،يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ.
(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan menyebut bahwa hanya bagi-Mu-lah segala pujian, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau Yang Maha Memberi, Pencipta langit dan bumi, Pemilik keagungan dan kemuliaan, wahai Dzat Yang Maha Hidup lagi Maha Terjaga), lalu berliau bersabda, “Sungguh dia telah meminta kepada Allah dengan menyebut nama-Nya Yang Maha Agung.”

Dan do`a yang paling bermanfaat, adalah memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah berkaitan dengan kedudukan ayat:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (al-Fatihah: 5) Ad-Da` wa ad-Dawa`, hal. 5-9., pernah berkata, “Manusia di dalam dua landasan ini (yaitu: ibadah dan memohon pertolongan) terbagai menjadi empat kelompok: Yang paling mulia dan utama adalah kelompok ahli beribadah yang selalu memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. Ibadah kepada Allah Ta’ala merupakan puncak tujuan yang selalu mereka inginkan, maka mereka memohon AllahTa’ala agar Dia menolong mereka untuk bisa beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, sebaik-baik apa yang diminta kepada Allah Ta’ala adalah pertolongan untuk bisa mendapatkan keridhaan-Nya. Dan inilah yang pernah diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada kekasihnya, Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu Beliau berkata, “Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku sangat mencintaimu, maka janganlah engkau lupa untuk mengucapkan di setiap kali habis shalat do`a:

اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.
“Ya Allah, tolonglah aku untuk bisa berdzikir kepada-Mu, mensyukuri (nikmat)-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan baik.” Maka, do`a yang paling bermanfaat, adalah memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Dan sebaik-baik pemberian Allah Ta’ala adalah diperkenankannya permohonan. Seluruh do`a yang ma’tsur (berasal dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) pada dasarnya berkisar pada hal tersebut dan menolak lawannya, dan untuk menyempurnakannya, serta mempermudah meraih sebab-sebabnya. Maka, cobalah Anda merenungkannya!

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, “Aku telah merenungkan tentang do`a yang paling bermanfaat, ternyata do`a tersebut adalah memohon pertolongan dari Allah Ta’ala untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Lalu, aku menemukannya ada pada surat al-Fatihah dalam ayat:

‏ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (al-Fatihah: 5).

Aku memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah, Tuhan ‘Arsy Yang Maha Agung, dengan menyebut nama-nama-Nya yang indah (asmaul-husna) dan sifat-sifatnya yang luhur, agar membimbing kami kepada nikmat yang sangat mulia ini, mengaruniai kami agar bisa melaksanakannya dengan baik dan mensyukurinya, mengilhami kami dengan do`a yang baik (shalih), dan agar memberi kami kemustajaban dan bisa mengambil sebab-sebab terkabulnya do`a.

Oh, alangkah bahagianya orang yang seperti itu.

Jika Allah Ta’ala berkenan mengabulkan do`a anda, dan anda pasti mendapat suatu kebaikan, maka bersyukurlah dan pujilah Allah Ta’ala atas apa yang telah Dia berikan kepada anda. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwasanya beliau telah bersabda,

مَا يُمْنَعُ أَحَدُكُمْ إِذَا عَرَفَ اْلإِجَابَةَ مِنْ نَفَـسِهِ، فَشُفِيَ مِنْ مَرَضٍ، أَوْ قَدِمَ مِنْ سَفَـرٍ، أَنْ يَقُوْل : اْلحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِـمُّ الصَّالِحَاتُ.
“Tidak dilarang bagi salah seorang dari kalian, jika dia telah mengetahui do`anya telah dikabulkan, sehinga dia disembuhkan dari sakit dan tiba dari perjalanan (dengan selamat), untuk mengucapkan do`a: “Segala puji hanya bagi Allah, Dzat yang dengan karunia-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.” (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim, dan al-Hakim berkata, ‘hadîts ini shahih isnadnya’, namun Imam Dzahabi tidak mengomentarinya, padahal dalam sanadnya terdapat kelemahan).

Wahai hamba Allah, jika anda telah mengetahui semua faidah ini yang berkaitan dengan kedudukan do`a, pengaruh-pengaruhnya terhadap pemohon, terhadap yang dido`akan, maka bersungguh-sungguhlah untuk berdo`a, dan pergunakan dengan sebaik-baiknya seluruh umur anda untuk berdo`a. Berbahagialah bagi orang yang seperti itu, dan orang-orang yang selalu dido`akan (baik) di dunia ini, yang masih hidup maupun yang sudah mati.

Jauhilah hal-hal yang memperlambat dan menghalangi terkabulnya do`a, di antaranya.:

1. Do`anya lemah, karena terdapat unsur pelanggaran di dalamnya.

2. Pemohon lemah, dikarenakan hatinya lemah pada saat menghadap kepada Allah Ta’ala

3. Ada yang menjadi penghalang terkabulnya do`a tersebut, karena pemohon terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan oleh AllahTa’ala, seperti melakukan hal-hal yang haram pada makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan tempat kerja, memasuki pekerjaan yang diharamkan, atau menyewakan tempat kepada penjual barang-barang haram. Juga, seperti melekatnya kotoran maksiat pada hati, berbuat bid’ah di dalam agama, dan kelalaian sudah menguasai hati.

Ada sebuah hadîts dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda,

لاَ يَرُدُّ الْقَـدْرَ إِلاَّ الدُّعَاءُ، وَلاَ يَزِيْدُ فِي اْلعُمْرِ إِلاَّ اْلبِرُّ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيْبُهُ.
“Tidak ada yang bisa menolak takdir kecuali do`a, dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali perbuatan baik. Sesungguhnya seseorang boleh jadi terhalang rizkinya karena dosa yang diperbuatnya.” (HR. Tirmizi)

4. Di antara hal-hal yang memperlambat terkabulnya do`a adalah tergesa-gesa ingin dikabulkan, serta mengeluh lalu tidak berdo`a.

Jauhilah hal-hal yang menyebabkan anda dido`akan jelek oleh orang yang terzhalimi, sekalipun dia orang kafir atau orang yang durhaka. Sebab, kedurhakaannya itu hanya pada dirinya sendiri. Karena, do`a orang yang terzhalimi itu mustajab, dia akan naik terangkat ke langit seolah seperti percikan api.

Alangkah celaka orang yang mendapat do`a jelek dari orang-orang yang terzhalimi! Semoga Allah Ta’ala merahmati Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ketika beliau mengatakan: “Betapa besarnya perbedaan antara orang yang tidur sementara mata orang lain terbangun untuk mendo`akan baik untuknya, dengan orang yang tidur sementara mata orang lain terbangun untuk mendo`akan jelek kepadanya.”

Wahai hamba Allah, takutlah kepada Allah Ta’ala dari perbuatan menzhalimi hamba-hamba-Nya, bersikap lembutlah kepada orang lain, tahanlah diri dari kezhaliman terhadap mereka, dan jangan anda lepas lisan anda menyentuh kehormatan mereka.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]

Share:

Related Posts:

0 Comments:

Posting Komentar

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini

Blog Archive


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer