Hari pertama anak itu sampai menancapkan 50 paku di pagar
rumah, dan sebanyak itu pula dia berada dalam nafsu amarahnya. Lalu setiap hari
jumlah paku yang ditancapkannya itu semakin hari semakin berkurang. Dan
seketika itu juga dia tersadar bahwa ternyata menahan amarah lebih mudah
daripada memakukan paku ke pagar. Pada akhirnya tibalah hari dimana anak
tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya itu dan tidak mudah
marah serta tidak cepat kehilangan kesabaran. Lalu anak itu memberitahukan hal tersebut
kepada ayahnya, yang kemudian menyuruhnya untuk mencabut kembali paku yang
telah tertancap di pagar depan rumahnya setiap hari satu paku disaat setiap
kali dia tidak marah.
Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya
memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah
berkata: “Hmm..kamu sudah berhasil dengan baik anakku.. Tapi lihatlah lubang--lubang
di pagar bekas paku yang kau tancapkan ternyata masih ada dan membekas dan
tidak akan kembali kepada kondisi seperti sebelumnya.” Anaknya terdiam, lalu
ayahnya berkata kembali: “Ketika kamu menyatakan sesuatu dalam kemarahan, maka
kata-katamu akan membekas di hati orang lain layaknya lubang paku ini. Kamu
dapat menusukkan pisau pada seseorang lalu mencabutnya kembali. Tetapi tidak
peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada. Dan luka karena
kata-kata sama buruknya seperti luka fisik.”
Akhirnya anak laki-laki itu tersadar dan mampu menahan
amarah setiap ada hal-hal yang membuatnya marah. Dengan panuh keyakinan bahwa
ketika kita tidak bisa membalas perbuatan orang lain, maka Allah swt lah yang
akan membalasnya baik dari kebaikan ataupun keburukan..
0 Comments:
Posting Komentar