
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa anaknya telah meninggal di kawasan Qudaid atau ‘Asfan. Maka ia pun berkata, “Wahai Kuraib (budak beliau), lihatlah berapa orang yang telah berkumpul untuk menyalatkannya.” Kuraib berkata, “Maka aku pun keluar, ternyata orang-orang telah berkumpul untuknya. Lalu aku memberitahukannya kepada Ibnu Abbas.” Dia bertanya, “Apakah jumlah mereka telah mencapai empat puluh orang?” Kuraib menjawab, “Ya.” Kemudian Ibnu Abbas berkata, “Keluarkanlah mayatnya, karena aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا شَفَّعَهُمْ اللَّهُ فِيهِ
Dari Aisyah radhiallahu anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
مَا مِنْ مَيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ
Dari Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhu dia berkata:
صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِي نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا
“Aku pernah di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikut menshalati jenazah wanita yang meninggal pada masa nifasnya. Maka beliau berdiri menghadap ke bagian tengah tubuh jenazah tersebut”. (HR. Al-Bukhari no. 1331 dan Muslim no. 964)
Dari Abdurrahman bin Abi Laila rahimahullah dia berkata:
كَانَ زَيْدٌ يُكَبِّرُ عَلَى جَنَائِزِنَا أَرْبَعًا وَإِنَّهُ كَبَّرَ عَلَى جَنَازَةٍ خَمْسًا فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُهَا
Penjelasan ringkas:
Beberapa perkara mengenai shalat jenazah:
1. Shalat jenazah merupakan hal yang fardhu kifayah, jika sudah ada sekelompok kaum muslimin yang menyalatinya maka sudah gugur kewajiban dari yang lainnya.
2. Shalat jenazah hanya berupa takbir dalam keadaan berdiri, tanpa ruku’ dan sujud.
3. Mengenai jumlah takbir pada shalat jenazah, ada beberapa riwayat yang berbeda. Hadits Zaid di atas, menunjukkan bolehnya bertakbir sebanyak 5 kali walaupun kebanyakannya adalah 4 kali.
4. Imam berdiri menghadap ke bagian tengah tubuh jenazah jika jenazahnya wanita, dan ini berlaku umum pada setiap wanita walaupun dia meninggal dalam keadaan nifas. Adapun jika jenazahnya lelaki maka imam menghadap ke bagian kepalanya, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu riwayat At-Tirmizi no. 1034 dan selainnya, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz hal. 109
5. Disunnahkan bagi keluarga mayit untuk tidak menyelenggarakan shalat jenazah kecuali setelah orang yang akan menyalatinya telah mencapai jumlah 40 orang bahkan kalau memungkinkan sampai 100 orang, berdasarkan keutamaan yang terdapat dalam hadits Ibnu Abbas dan Aisyah radhiallahu anhuma di atas. Kecuali jika menunggu jamaah mengharuskan jenazah lambat dikuburkan dengan keterlambatan yang sangat, maka disunnahkan untuk segera menyalatinya berdasarkan perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk menyegerakan penyelenggaraan jenazah.
Kemudian, keutamaan dalam kedua hadits tersebut akan didapatkan oleh si mayit dengan syarat ke-40 orang yang menyalatinya itu adalah orang yang bertauhid kepada Allah dan tidak berbuat kesyirikan.
Dari sini kita bisa mengambil pendalilan disyariatkannya setiap muslim untuk tinggal di lingkungan yang baik, dimana para penghuninya adalah orang-orang yang bertauhid.
Bacaan Dalam Shalat Jenazah
Dari Thalhah bin Abdillah bin ‘Auf rahimahullah dia berkata:
صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَى جَنَازَةٍ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ قَالَ لِيَعْلَمُوا أَنَّهَا سُنَّةٌ
Auf bin Malik radhiallahu anhu berkata:
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَنَازَةٍ فَحَفِظْتُ مِنْ دُعَائِهِ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ قَالَ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الْمَيِّتَ
(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya. Bersihkanlah ia dengan air, salju, dan air yang sejuk, dan bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran. Gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan istri di dunia dengan istri yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).” Hingga saya (Auf) berangan-angan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.” (HR. Muslim no. 963)
Penjelasan ringkas:
Sudah diterangkan pada dua artikel sebelumnya dalam ‘Kaifiat Shalat Jenazah’ bahwa shalat jenazah terdiri dari 4 kali takbir. Adapun perinciannya, maka disebutkan dalam hadits Abu Umamah Sahl bin Hunaif radhiallahu anhu dimana beliau berkata:
السنة في الصلاة على الجنازة أن يكبر ثم يقرأ بأم القرآن ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يخلص الدعاء للميت ولا يقرأ إلا في الأولى
Sementara pada takbir yang keempat tidak disyariatkan untuk membaca apa-apa karena tidak adanya dalil yang shahih dalam permasalahan. Jadi, setelah takbir yang keempat langsung salam.
Maka hadits Abu Umamah di atas merinci dua hadits (hadits Ibnu Abbas dan Anas) yang kami bawakan di atas. Yaitu bahwa Al-Fatihah dibaca pada takbir pertama dan doa kepada jenazah dibaca pada takbir yang ketiga. Adapun lafazh shalawat pada takbir yang kedua, maka disyariatkan untuk membaca shalawat yang biasa dibaca di dalam shalat. Wallahu a’lam.
Referensi: kitab Ahkam Al-Jana`iz karya Asy-Syaikh Muhammad Al-Albani rahimahullah.
Sumber
0 Comments:
Posting Komentar