Marhaban ya Ramadhan..
Sungguh merupakan ni`mat terbesar tatkala kita dihendaki Allah swt untuk bertemu dan bersua dengan bulang suci nan agung, bulan yang penuh berkah dan kemuliaan yakni bulan ramadhan. Dalam pertemuan itu hendaknya kaum muslimin tidak sampai menyia-nyiakan kesempatan emas yang sudah di depan mata, sehingga tujuan utama dalam meraih taqwa akan tercapai.Sungguh merugi orang yang diberikan kesempatan bertemu dengan bulan ramadhan namun dosa-dosanya tidak diampuni; artinya bahwa kita harus memaksimalkan jiwa dan raga kita ini untuk memperbanyak amal shaleh didasarkan pada keikhlasan yang murni kepada Allah swt dan amal yang berdasarkan contoh dan teladan baginda rasul Muhammad saw.
Berikut ini adalah risalah kecil tentang kumpulan hadits-hadits shahih seputar puasa (shaum) dan bulan Ramadhan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Pentingnya risalah ini adalah sebagai bahan referensi yang bisa dijadikan sandaran terpercaya dalam mengamalkan ajaran agama; khususnya tentang shaum dan Ramadhan. Selain itu, ini merupakan upaya meredam kebiasaan sebagian umat Islam, baik kaum terpelajar dan orang awam, yang sering menyampaikan hadits-hadits tentang shaum dan Ramadhan tanpa memberitahukan, atau tanpa mau tahu, tentang dari siapakah hadits itu berasal? Terlebih lagi bagaimana otentitas hadits tersebut; shahih atau dhaif?
Hendaklah seorang muslim lebih perhatian dengan pengamalan hadits-hadits shahih. Sebab, kesibukkan dengan hadits-hadits shahih akan dapat mengurangi tersebarnya hadits-hadits dhaif di tengah umat Islam.
Berikut ini adalah kumpulan hadits-hadits shahih tersebut, sejauh yang bisa kami kumpulkan. Selain itu, kami juga tambahkan seperlunya atsar shahih dari para sahabat dan tabi’in. Kami yakini upaya ini masih sangat memerlukan tambahan di sana sini, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Tabaraka wa Ta’ala.
* * * * *
1. Berpuasa karena melihat hilal, berhari raya juga karena melihat hilal, jika tertutup awan maka genapkan hingga tiga puluh hari
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ
ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena
melihatnya, jika hilal hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan
Sya’ban sampai tiga puluh hari. (HR. Bukhari No. 1909)Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Maka berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena
melihatnya, lalu jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh
hari. (HR. Muslim No. 1080, 4)
إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا
تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ
عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai
kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian
melihatnya, jika kalian terhalang maka takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia.
(HR. Muslim No. 1080, 3)2. Berpuasa Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ومن صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما
تقدم من ذنبه
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan
diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)Makna ‘diampuninya dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab dosa-dosa besar –seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya- hanya bias dihilangkan dengan tobat nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan tidak mengulanginya sama sekali. Hal ini juga ditegaskan oleh hadits berikut ini.
3. Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى
الْجُمْعَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ
“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke Ramadhan,
merupakan penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.”
(HR. Muslim No. 233)4. Shalat pada malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا، غفر له ما
تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan
ihtisab (mendekatkan diri kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang
lalu.” (HR. Bukhari No. 35, 38, 1802)5. Shalat malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka
akan diampuni dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)6. Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَان فُتِّحَتْ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِين
“Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu
neraka dan syetan dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)Dalam hadits lain:
إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة، وغلقت
أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين
“Jika bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu
neraka dan syetan dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)7. Allah Ta’ala Langsung Membalas Pahala Puasa
Firman Allah Ta’ala dalam hadist Qudsi :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا
الصِّيَامَ، فَهُوَ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena
puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1795,
Muslim No. 1151, Ibnu Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah No.
1897, Ibnu Hibban No. 3416)8. Disediakan Pintu Ar Rayyan bagi orang yang puasa
Haditsnya:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ
الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ
مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ
مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan
dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada
yang memasuki melaluinya kecuali mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang
berpuasa? Maka mereka berdiri, dan tidak ada yang memasukinya seorang pun
kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup, dan tidak ada
lagi seorang pun yang masuk melaluinya.” (HR. Bukhari No. 1797, 3084, Muslim
No. 1152, At Tirmidzi No. 762, Ibnu Majah No. 1640)9. Bau mulut orang puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ
لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ
رِيحِ الْمِسْكِ
… Demi Yang Jiwa Muhammad ada di tanganNya, bau mulut orang yang berpuasa
lebih Allah cintai u dibanding bau misk (kesturi) …” (HR. Bukhari No. 1904 dan
Muslim No. 1151)10. Dua kebahagiaan bagi orang berpuasa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
للصائم فرحتان يفرحهما: إذا أفطر فرح، وإذا
لقي ربه فرح بصومه
“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka,
dan ketika berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR. Bukhari No. 1805,
7054. Muslim no. 1151. At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i No. 2211, 2212, 2213,
2215, 2216. Ibnu Majah No. 1638. Ad Darimi No. 1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al
Baihaqi dalam As Sunan No. 7898. Ibnu Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005.
Ahmad No. 4256, dari Ibnu Mas’ud. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 10077.
Abdurrazzaq No. 7898)11. Anjuran bersahur
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR.
Bukhari No. 1923, Muslim No. 1095)12. Keutamaan bersahur
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا
تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ
عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walau
kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat
mendoakan orang yang makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan: sanadnya shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 11086)Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ
أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.”
(HR. Muslim No. 1096)13. Disunnahkan menta’khirkan sahur:
Dari ‘Amru bin Maimun Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم أعجل
الناس إفطارا وأبطأهم سحورا
Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang
paling bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam sahurnya. (HR. Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7916. Al Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52.
Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 9025)Imam An Nawawi mengatakan: “sanadnya shahih.” (Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/362), begitu pula dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar, bahkan menurutnya keshahihan hadits tentang bersegera buka puasa dan mengakhirkan sahur adalah mutawatir. (Lihat Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 17/9. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/199)
14. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertadarus Al Quran bersama Malaikat Jibril
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:
وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ
لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Jibril menemuinya (nabi) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia
(Jibril) bertadarus Al Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)15. Kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama bulan Ramadhan melebihi hembusan angin
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ
يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام يَلْقَاهُ فِي كُلِّ
لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan
kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril
menemuinya. Dan, Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia bertadarus
Al Quran bersamanya. Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar
sangat dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari No.
3220)16. Memberikan makanan buat orang yang berbuka puasa
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ
أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa maka
dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi
sedikit pun pahala orang itu. (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih.
Ahmad No. 21676, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 3332. Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman No. 3952. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No.
6415. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairih. Lihat Ta’liq
Musnad Ahmad No. 21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)17. Memperbanyak doa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ
الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوم
Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang
berpuasa sampai dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang teraniaya.
(HR. At Tirmidzi No. 2526, 3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387, Imam
Ibnul Mulqin mengatakan: “hadits ini shahih.” Lihat Badrul Munir, 5/152.
Dishahihkan oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz As sunnah An Nabawiyah,
1/85. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At
Tirmidzi No. 2526)18. Doa ketika berbuka puasa
Berdoa diwaktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Berikut ini adalah doanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ
الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa
dia membaca: “Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya
Allah.” (HR. Abu Daud No. 2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad
Daruquthni, 2/185, katanya: “isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra
No. 3329, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih sesuai syarat
Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No. 4395. Dihasankan Syaikh Al Albani dalam
Shahihul Jami’ No. 4678)19. I’tikaf di-‘asyrul awakhir (10 hari tertakhir) Ramadhan
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى
تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari
terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya
pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No.
2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ
الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan 10
hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR. Bukhari No.
694, Ahmad No. 8662, Ibnu Hibban No. 2228, Al Baghawi No. 839, Abu Ya’la No.
5843, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan, 2/53)20. Tarawihnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ
يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ
عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar
menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu
terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)21. Terawih pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat dan witir 3 rakaat
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي
غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
“Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat shalat
malam, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.” (HR. Bukhari No. 2013, 3569,
Muslim No. 738)Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
جاء أبي بن كعب إلى رسول الله صلى الله عليه
وسلم فقال : يا رسول الله ، إن كان مني الليلة شيء يعني في رمضان ، قال : « وما
ذاك يا أبي ؟ » ، قال : نسوة في داري ، قلن : إنا لا نقرأ القرآن
فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثمان ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه
الرضا ولم يقل شيئا
Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
berkata: “Wahai Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu pada
bulan Ramadhan).” Rasulullah bertanya: “Kejadian apa itu Ubay?”, Ubay menjawab:
“Ada beberapa wanita di rumahku, mereka berkata: “Kami tidak membaca Al Quran,
maka kami akan shalat bersamamu.” Lalu Ubay berkata: “Lalu aku shalat bersama
mereka sebanyak delapan rakaat, lalu aku witir,” lalu Ubay berkata: “Nampaknya
nabi ridha dan dia tidak mengatakan apa-apa.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya
No. 1801. Ibnu Hibban No. 2550, Imam Al Haitsami mengatakan: sanadnya hasan.
Lihat Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)22. Terawih pada masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta terawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat
Pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab Radhilallahu ‘Anhu dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat.
وصح أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان
وعلي عشرين ركعة، وهو رأي جمهور الفقهاء من الحنفية والحنابلة وداود، قال الترمذي:
وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب النبي صلى الله عليه
وسلم عشرين ركعة، وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي، وقال: هكذا أدركت الناس
بمكة يصلون عشرين ركعة
“Dan telah shahih, bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan Ali
sebanyak 20 rakaat, dan itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli fiqih dari
kalangan Hanafi, Hambali, dan Daud. Berkata At Tirmidzi: ‘Kebanyakan ulama
berpendapat seperti yang diriwayatkan dari Umar dan Ali, dan selain keduanya
dari kalangan sahabat nabi yakni sebanyak 20 rakaat. Itulah pendapat Ats
Tsauri, Ibnul Mubarak. Berkata Asy Syafi’i: “Demikianlah, aku melihat manusia
di Mekkah mereka shalat 20 rakaat.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan:
وَعَنْ يَزِيد بْن رُومَانَ قَالَ ” كَانَ
النَّاس يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَر بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ” وَرَوَى مُحَمَّد
بْن نَصْر مِنْ طَرِيق عَطَاء قَالَ ” أَدْرَكْتهمْ فِي رَمَضَان يُصَلُّونَ
عِشْرِينَ رَكْعَة وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ الْوِتْر ”
“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar
melakukan 23 rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia
berkata: “Aku berjumpa dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20
rakaat dan tiga rakaat witir.” (Fathul Bari, 4/253)Beliau melanjutkan:
وَرَوَى مُحَمَّد اِبْن نَصْر مِنْ طَرِيق
دَاوُدَ بْن قَيْس قَالَ ” أَدْرَكْت النَّاس فِي إِمَارَة أَبَانَ بْن
عُثْمَان وَعُمْر بْن عَبْد الْعَزِيز – يَعْنِي بِالْمَدِينَةِ – يَقُومُونَ
بِسِتٍّ وَثَلَاثِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ ” وَقَالَ مَالِك هُوَ
الْأَمْرُ الْقَدِيمُ عِنْدَنَا . وَعَنْ الزَّعْفَرَانِيِّ عَنْ الشَّافِعِيِّ ” رَأَيْت النَّاس يَقُومُونَ بِالْمَدِينَةِ بِتِسْعٍ
وَثَلَاثِينَ وَبِمَكَّة بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ، وَلَيْسَ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ
ضِيقٌ ”
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku
menjumpai manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul
Aziz –yakni di Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir tiga
rakaat.” Imam Malik berkata,”Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.”
Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39
rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah masalah yang lapang.” (Ibid)23. Orang yang sia-sia puasanya
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ
صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya
kecuali hanya lapar saja. (HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi
No. 2720)Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9685), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad Darimi No. 2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)
24. Boleh mencium isteri jika mampu menahan diri
Diriwayatkan dari Umar Radhilallahu ‘Anhu:
عنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ هَشَشْتُ يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا فَقَبَّلْتُ
وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ قُلْتُ لَا بَأْسَ
بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفِيمَ
Suatu hari bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat itu saya
sedang puasa. Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
saya berkata: “Hari ini, Aku telah melakukan hal yang besar, aku mencium isteri
padahal sedang puasa.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa
pendapatmu jika kamu bekumur-kumur dengan air dan kamu sedang berpuasa?”, Saya
(Umar) menjawab: “Tidak mengapa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Lalu, kenapa masih ditanya?” (HR. Ahmad, No. 138, 372. Al Hakim, Al
Mustadrak No. 1572, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 7808, 8044. Ibnu
Khuzaimah No. 1999)Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 1572). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 138). Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits di atas menerangkan bahwa mencium isteri dan berkumur-kumur hukumnya sama yakni boleh, kecuali berlebihan hingga bersyahwat, apalagi mengeluarkan air mani.
Dari Abu Salamah, bahwa ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل بعض
نسائه وهو صائم. قلت لعائشة: في الفريضة والتطوع؟ قالت عائشة: في كل ذلك،
في الفريضة والتطوع
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium sebagian isterinya dan dia
sedang puasa.” dan aku juga berpuasa.” Aku (Abu Salamah) berkata kepada ‘Aisyah:
“Apakah pada puasa wajib atau sunah?” Beliau menjawab: “Pada semuanya, baik
puasa wajib dan sunah.” (HR. Ibnu Hibban No. 3545)Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban bitartib Ibni Balban, No. 3545)
25. Berpuasa ketika safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa atau berbuka, tergantung kekuatan orangnya
Dari Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
يا رسول الله: أجد بي قوة على الصيام في
السفر. فهل علي جناح ؟، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “هي رخصة من الله فمن
أخذ بها فحسن. ومن أحب أن يصوم فلا جناح عليه”.
“Wahai Rasulullah, saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar, apakah
salah saya melakukannya?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menjawab: “Itu adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barang siapa yang mau
mengambilnya (yakni tidak puasa) maka itu baik, dan barang siapa yang mau
berpuasa maka tidak ada salahnya.” (HR. Muslim No. 1121. Al Baihaqi, As Sunan
Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah No. 2026)Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى مكة
عام الفتح في رمضان فصام حتى بلغ كراع الغميم فصام الناس معه فقيل له يا رسول الله
إن الناس قد شق عليهم الصيام فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون فأفطر
بعض الناس وصام بعض فبلغه أن ناسا صاموا فقال أولئك العصاة
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada tahun Fath
(penaklukan) menuju Mekkah pada saat Ramadhan. Dia berpuasa hingga sampai
pinggiran daerah Ghanim. Manusia juga berpuasa bersamanya. Dikatakan kepadanya:
“Wahai Rasulullah, nampaknya manusia kepayahan berpuasa.” Kemudian Beliau
meminta segelas air setelah asar, lalu beliau minum, dan manusia melihatnya.
Maka sebagian manusia berbuka, dan sebagian lain tetap berpuasa. Lalu,
disampaikan kepadanya bahwa ada orang yang masih puasa.” Maka Beliau bersabda:
“Mereka durhaka.” (HR. Muslim No. 1114. Ibnu Hibban No. 2706, An Nasa’i No.
2263. At Tirmidzi No. 710. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No.7935)Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa dalam keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفره.
فرأى رجلا قد اجتمع الناس عليه. وقد ضلل عليه. فقال: “ماله ؟” قالوا: رجل صائم.
فقال رسول الله عليه وسلم: “ليس من البر أن تصوموا في السفر”.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya. Dia
melihat seseorang yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak kehausan dan
kepanasan. Rasulullah bertanya: “Kenapa dia?” Meeka menjawab: “Seseorang yang
puasa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada
kebaikan kalian berpuasa dalam keadaan safar.” (HR. Muslim No. 1115)Jika diperhatikan berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa ketika dalam safar, apalagi perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh karena itu, para imam hadits mengumpulkan hadits-hadits ini dalam bab tentang anjuran berbuka ketika safar atau dimakruhkannya puasa ketika safar. Contoh: Imam At Tirmidzi membuat Bab Maa Ja’a fi Karahiyati Ash Shaum fi As Safar (Hadits Tentang makruhnya puasa dalam perjalanan), bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan dalam Shahihnya:
باب ذكر خبر روي عن النبي صلى الله عليه وسلم
في تسمية الصوم في السفر عصاة من غير ذكر العلة التي أسماهم بهذا الاسم توهم بعض
العلماء أن الصوم في السفر غير جائز لهذا الخبر
“Bab tentang khabar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang penamaan
berpuasa saat safar adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan penamaan mereka dengan
nama ini. Sebagian ulama menyangka bahwa berpuasa ketika safar adalah TIDAK
BOLEH karena hadits ini.”Tetapi, jika orang tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja dia berpuasa sebab berbagai riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu di atas.
Ini juga dikuatkan oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
لا تعب على من صام ولا من أفطر. قد صام رسول
الله صلى الله عليه وسلم، في السفر، وأفطر.
“Tidak ada kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada kesulitan bagi
yang berbuka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berpuasa dalam
safar dan juga berbuka.” (HR. Muslim No. 1113)Dari Ibnu Abbas juga:
سافر رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان.
فصام حتى بلغ عسفان. ثم دعا بإنء فيه شراب. فشربه نهارا. ليراه الناس. ثم أفطر.
حتى دخل مكة .قال ابن عباس رضي الله عنهما: فصام رسول الله صلى الله عليه وسلم
وأفطر. فمن شاء صام، ومن شاء أفطر.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada
Ramadhan, dia berpuasa singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta sewadah air
dan meminumnya siang-siang. Manusia melihatnya, lalu dia berbuka hingga masuk
Mekkah.” Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berpuasa dan berbuka. Barang siapa yang mau maka dia puasa,
dan bagi yang mau buka maka dia berbuka.” (Ibid)Dengan mentawfiq (memadukan) berbagai riwayat yang ada ini, bisa disimpulkan bahwa anjuran dasar bagi orang yang safar adalah berbuka. Namun, bagi yang kuat dan sanggup untuk berpuasa maka boleh saja berbuka atau tidak berpuasa sejak awalnya. Namun bagi yang sulit dan lelah, maka lebih baik dia berbuka saja. Wallahu A’lam
26. Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada seorang wanita Anshar bernama Ummu Sinan:
فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي
حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي
“Sesungguhnya Umrah ketika bulan Ramadhan sama dengan memunaikan haji atau
haji bersamaku.” (HR. Bukhari No. 1863, Muslim No. 1256)27. Tentang Lailatul Qadar
Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا
مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada
sepuluh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1105)Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي
السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ
مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam melihat Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka
bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat mimpi kalian
telah bertepatan pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin
mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam terakhir.” (HR.
Bukhari No. 1911, 6590, Muslim No.1165 Ibnu Hibban No. 3675, Al Baihaqi dalam
As Sunan Al Kubra No. 8327, Ibnu Khuzaimah No. 2182, Malik dalam Al Muwaththa’
No. 697Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, sebagai berikut:
قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما
في السبع الأواخر فمن كان أن يكون صلى الله عليه وسلم لما علم تواطأ رؤيا الصحابة
أنها في السبع الأخير في تلك السنة أمرهم تلك السنة بتحريها في السبع الأواخر
والمعنى الثاني أن يكون النبي صلى الله عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في
السبع الأواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن طلبها في العشر كله
Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke
tujuh terakhir karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui
adaya kesesuaian dengan mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh
malam terakhir pada tahun itu, maka beliau memerintahkan mereka pada tahun itu
untuk mencarinya pada tujuh malam terakhir. Kedua, perintah Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat untuk mencari pada tujuh malam terakhir
dikaitkan jika mereka lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari
semuanya. (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ
الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى
السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada
sepuluh malam terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau
tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR.
Muslim No. 1165, 209)- Kemungkinan besar adalah pada malam ganjilnya
Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي
نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
“Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya,
dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No.
638, 1912, 1923)Dalam riwayat lain:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ
الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari
sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1913)Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua, datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.
- Malam ke 24, 25, 27 dan 29?
Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
التمسوا في أربع وعشرين
“Carilah pada malam ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 1918)Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ
وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima (pada
sepuluh malam terakhir, pen).” (HR. Bukhari No. 49, 1919)Berkata seorang sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ
هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا
أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا
“Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah
itu, itu adalah malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam memerintahkan kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah
pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi
harinya putih terang benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim No. 762)Bukan hanya Ubay bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain. Salim meriwayatkan dari ayahnya Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِي
الْوِتْرِ مِنْهَا
“Seorang laki-laki melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada sepuluh
malam terakhir, maka carilah pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim No. 1165)Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadr adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang kepastiannya sangat banyak, sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya Lailatul Qadr adalah wallahu a’lam.
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:
وَقَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي لَيْلَة
الْقَدْر اِخْتِلَافًا كَثِيرًا . وَتَحَصَّلَ لَنَا مِنْ مَذَاهِبهمْ فِي ذَلِكَ
أَكْثَر مِنْ أَرْبَعِينَ قَوْلًا
“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang
banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40
pendapat.” (Fathul Bari, 4/262. Darul Fikr)28. Doa ketika Lailatul Qadar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca ketika Lailatul Qadar.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا
قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika
aku mengetahui bahwa pada suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku
ucapkan?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karim
tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.” (HR. At Tirmidzi No. 3513, At Tirmidzi berkata:
hasan shahih. Ibnu Majah No. 3850. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As
Silsilah Ash Shahihah No. 3337, Shahihul Jami’ No. 4423, dan lainnya)29. Orang yang tidak berpuasa tanpa alasan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, secara marfu’:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ
غَيْرِ عُذْرٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
Barang siapa yang tidak berpuasa pada Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula
sakit, maka tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun,
jika dia melakukannya. (HR. Bukhari No. 1934)Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عرى الاسلام، وقواعد الدين ثلاثة، عليهن أسس
الاسلام، من ترك واحدة منهن، فهو بها كافر حلال الدم: شهادة أن لا إله إلا الله،
والصلاة المكتوبة، وصوم رمضان
Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam
difondasikan, dan barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir
dan darahnya halal ( untuk dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah,
shalat wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Ya’ala No. 2349, Alauddin Al
muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 23, juga Ad Dailami dan dishahihkan
oleh Imam Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid: aku tidak mengetahui melainkan
hadits ini telah dimarfu’kan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al
Haitsami mengatakan sanadnya hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al
‘Ilmiyah. Tetapi didhaifkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah)Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
وعند المؤمنين مقرر: أن من ترك صوم رمضان بلا
مرض، أنه شر من الزاني، ومدمن الخمر، بل يشكون في إسلامه، ويظنون به الزندقة،
والانحلال.
“Bagi kaum mukminin telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa
Ramadhan padahal tidak sakit adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk, bahkan
mereka meragukan keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq dan tanggal
agamanya.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat juga Imam Al
Munawi, Faidhul Qadir, 4/410. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)Wallahu A’lam
Sumber
0 Comments:
Posting Komentar