Teringat ketika kita masih
kecil, maka orang tua kita sering mendoakan kita menjadi orang yang pandai atau
pintar. Memang kepandaian merupakan satu hal yang menjadi tolok ukur kesuksesan
seseorang. Tapi apakah kepandaian itu? Mungkin dari kita ada yang menghitung
berdasarkan IQ. Tapi kasihan juga orang yang ditakdirkan dilahirkan dengan IQ
yang rendah, mereka tidak akan pernah menjadi orang pintar. Bahkan kepintaran
dijadikan iklan obat anti masuk angin.
Yang menarik dalam
Islam, kepandaian itu dapat diraih oleh setiap orang, walaupun IQ nya tidak
tinggi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
الْكَيِّسُ
مِنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ
نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ
“Orang
yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal
untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang
dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR.
Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Jadi ada dua
parameter orang yang pandai yaitu orang yang sering bermuhasabah dan melakukan
amal untuk persiapan setelah meninggal.
Muhasabah
Muhasabah dari kata
hisab yang berarti perhitungan atau melakukan evaluasi. Kesibukan aktifitas
kita terkadang melupakan kita untuk mengevaluasi sejauh mana progres aktifitas
dan menilik hal apa yang kurang dan perlu diperbaiki. Padahal evaluasi itu
perlu dilakukan, agar kita bisa bernafas dan menata ulang kehidupan kita.
Al Quran menyuruh
kita untuk muhasabah [QS. Al-Hasyr 18]:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”
Sahabat Umar r.a.
berkata:
”Hisablah
(evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah)
kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan
menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di
dunia.”
Pernyataan sahabat
Umar r.a. diatas bermakna bahwa semakin sering kita melakukan muhasabah maka
semakin lebih sering memperbaiki diri dan semakin ringan hisab di yaumil akhir.
Oleh karena itu, muhasabah bisa dilakukan tiap hari, pekanan, bulanan atau
tahunan.
Muhasabah tidak
hanya bermanfaat untuk akhirat tapi juga untuk kehidupan dunia. Bill Gates,
seorang milyuner, selalu menyempatkan untuk beristirahat seminggu atau “think week” dalam enam bulan sekali dari
kepenatan di perusahaannya, Microsoft. Dia akan beristirahat disuatu tempat
yang sunyi dan membaca buku sekitar 18 jam sehari. Dari kesempatan untuk
berkontemplasi tersebut, muncul ide-ide segar dalam pengembangan software.
Beramal untuk Bekal
Selain itu,
Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya
setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh
Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk
kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan
Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah
juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Orang yang pandai
bukan hanya bisa bekerja atau mengumpulkan harta, tetapi orang yang juga
beramal sholeh untuk hari kemudian. Orang tersebut akan sibuk beraktifitas dan
juga berinfaq atau membantu sesama agar mendapatkan pahala di hari akhir. Dalam
surat Al Qashash 77, Allah SWT berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا
تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Bahkan dalam ayat
ini disebutkan keutamaan terhadap bekal di dunia, dengan tidak melupakan
kebahagiaan di dunia. Beginilah pola hidup yang patut ditiru sehingga terjadi
keseimbangan dalam kehidupan kita agar kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa
diraih.
Secara ringkas,
kepandaian yang hakiki dapat dicapai oleh setiap orang. Kepandaian itu dapat
digapai dengan melakukan muhasabah secara berkala dan beramal untuk kehidupan
di dunia dan akhirat. Semoga kita mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk
menjadi seorang muslim yang pandai.
0 Comments:
Posting Komentar