Birrul Waalidain
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ
Al Birr yaitu kebaikan,
berdasarkan sabda Rasulullah SAW. : “Al Birr adalah
baiknya akhlaq“. (HR. Muslim)
Birrul Walidain بِرِّ الْوَالِدَيْنِ merupakan kebaikan-kebaikan yang
dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya,
kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal
tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak
beriman. Manakala wajibatul walid (kewajipan orang tua)
adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya seperti
sabda Nabi SAW., “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya
untuk boleh berbakti kepadanya”.
Sedangkan ‘Uququl Walidain عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ bermaksud
durhaka terhadap mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.
Berkata Imam Al Qurtubi – mudah-mudahan Allah
merahmatinya -: “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah
menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang
mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang
menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya
memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara
maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah
pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara
yang mandub (disukai/ disunnahkan).”[i]
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah –
mudah-mudahan Allah merahmatinya -: Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul
Musaafir “Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan
menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa (senang)
kembali“.[ii]
Hukum Birrul Walidain
Para
Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua
hukumnya adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.
Syari’at
Islam meletakkan kewajipan birrul walidain menempati ranking ke-dua setelah
beribadah kepada Allah SWT. dengan mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan
Sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya terdapat tiga ayat yang menunjukkan
kewajipan yag khusus untuk berbuat baik kepada kedua orang tua:
وَٱعبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشرِكُواْ
بِهِۦ شَيئاۖ وَبِٱلوَٲلِدَينِ إِحسَـٰنًا
“Dan
hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan
sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa“.
(QS. An Nisa’ : 36).
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعبُدُوٓاْ
إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلوَٲلِدَينِ إِحسَـٰنًاۚ إِمَّا يَبلُغَنَّ عِندَكَ ٱلكبَرَ
أَحَدُهُمَآ أَو كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنہرهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَولاً كرِيمًا
“Dan
Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya
semata-mata dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika
salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada
umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, makajanganlah engkau berkata
kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha” dan janganlah
engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan
yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS. Al Isra’: 23).
وَوَصَّينَا ٱلإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيهِ حَمَلَتهُ أُمُّهُ ۥ وَهنًا عَلَىٰ وَهنٍ وَفِصَـٰلُهُ
فِى عَامَينِ أَنِ ٱشكرلِى وَلِوَٲلِدَيكَ إِلَىَّ ٱلمَصِيرُ
“Dan Kami
wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah
mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung
hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua
tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu;
dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan).” (QS.
Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya,
“Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah
satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah
SWT.: “bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata
beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak
bersyukur pada kedua ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan
sebab itu.”[iii].
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan
Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada
kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)[iv].
Al
Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya – meriwayatkan daripada
i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian
mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mahu
memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan)
katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih
dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta“.
(HR Muslim)
Keutamaan Birrul Walidain
1. أَحَبُّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللهِ بَعْدَ
الصَّلاَةِ (amal yang paling
dicintai disisi Allah SWT selepas Solat) (
Sebagaimana
dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku
pernah bertanya kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?”
Rasulullah bersabda “Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi
“Apa lagi selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua
orang tua” Aku tanya lagi “ Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad
dijalan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini tidak
beerti jika melakukan Solat tepat pada waktu dan jihad fisabilillah menafikan
kewajipan birrul walidain kerana Rasulullah SAW. pernah menolak permohonan
salah seorang sahabat untuk jihad fisabilillah kerana masalah hubungan dengan kedua
ibu bapanya. Lantas Rasulullah SAW. memerintahkan beliau segera pulang
menyelesaikan permasalahan tersebut dahulu.
2. مُسْتَجَابُ الدَّعْوَةِ (doa mereka mustajab)
Di antara
buktinya adalah kisah ulama besar hadits yang sudah ma’ruf di tengah-tengah
kaum muslimin, Imam Bukhari rahimahullah. Beliau buta sewaktu kecil lalu
ibunya seringkali berdoa agar Allah SWT. memulihkan penglihatan beliau.
Suatu
malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis
salam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan
penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata
benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.[v]
Hal di
atas menunjukkan benarnya sabda Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
manjurnya do’a orang tua pada anaknya.
Dari Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ
الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang
tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi[vi])
3. سَبَبُ نُزُوْلِ الرَّحْمَةِ (sebab turunnya rahmat)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar
usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali
silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Bukan beerti membalas budi kerana
jasa mereka tidak mungkin terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Seorang
anak tidak akan dapat membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan
ayahnya sebagai hamba, lalu dia merdekakan.” (HR. Muslim)
5. Al ummu hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk mendapat
perlakuan yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah
SAW. dan berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus
berbakti pertama kali ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Orang
tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!
Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!,
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ”
(HR. Bukhari dan Muslim)
6. Taat kepada orang tua adalah
salah satu penyebab masuk Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda,
“Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat
bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang
sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara
keduanya, saat umur mereka sudah tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.”
(HR. Muslim)
7. Durhaka kepada orang tua,
termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu
Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Mahukah kalian
kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mahu,
wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat
syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil
bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau
terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap
beliau segera terdiam. (HR Bukhari dan Muslim)
Melaksanakan
Birrul Walidain
Semasa Mereka Masih
Hidup
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sehubungan
dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat:
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS.
Luqman: 15)
Tidak
bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta
menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya
menyerah dan menghentikan mogok makannya.
2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…”(QS. Al-Ahqaaf: 15)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…”(QS. Al-Ahqaaf: 15)
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang tua ibu bapa…” (QS. An-Nisaa’: 36)
Perintah
berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan
lanjut hingga keadaan mereka melemah dan sangat memerlukan bantuan dan
perhatian daripada anaknya.
Abu Bakar
As Siddiq ra. adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam
berbaktinya terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang
sangat udzur, beliau masih melayan bapanya dengan lemah lembut dan
tidak pernah putus asa untuk mengajak ayahnya beriman kepada Allah. Penantian
beliau yang cukup lama berakhir apabila ayahnya menerima tawaran untuk beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah
berfirman dalam QS. 14 : 40 – 41 ayat yang do’a agar anak, cucu dan seluruh
anggota keluarganya menjadi orang-orang yang muqiimas Solat (mendirikan
Solat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini merupakan suatu kemuliaan yang
diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.
3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Nabi
Ibrahim ‘alaihiisalam mempunyai ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya
menyalahi dengan Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam tetapi tetap menunjukan birrul
walidain yang dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya
beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak ayahnya agar
kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan Allah
pada QS. 19 : 41-45.
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk
Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka
Inginkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Oleh
sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang
yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah,
serta telah berbuat baik kepadanya.
8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang
yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela
Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila Mereka Meninggal Dunia (بَعْدَ وَفَاتِهِمَا)
1. Mensolati/Berdo’a terhadap Keduanya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
3. Menunaikan Janji/Wasiat Kedua Orang Tua
4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua
Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua
Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
“Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban)
“Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah
SAW. yang telah ditinggal ayahnya Abdullah kerana meninggal dunia saat
Rasulullah SAW. masih dalam kandungan ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul
walidain ibunya mengajak Rasulullah ketika berusia enam (6) tahun untuk
berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanan
pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa hingga
akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul
Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun aqidah
pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah SAW. berbakti pula kepada
pengasuhnya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.
والله أعلمُ بالـصـواب
[i] Al Jami’ Li Ahkamil
Qur’an Jil 6 hal 238
[ii] Ghadzaul Al Baab
1/382
[iii] Al Kabaair milik
Imam Adz Dzahabi hal 40
[iv] Riwayat Tirmidzi
dalam Jami’nya (1/ 346), Hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash
Shahiihah No. 516
[v] Asy-Syifa` Ba’da
Al-Maradhkarya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy sebagai yang dinukilnya dari
kitab Hadyu as-Saary Fi Muqaddimah Shahih al-Buukhary karya al-Hafizh
Ibn Hajar al-‘Asqalany
[vi] HR. Al Baihaqi
dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani mengatakan hadits
ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no.
1797
0 Comments:
Posting Komentar