Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
gambar_Jembatan khaju, peninggalan Bani Abbasyiah |
Kemunduran Dinasti Bani
Abbasiyah
A. Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, faktor-faktor
penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah
terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat
kuat, sehingga benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan
Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung
berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa
mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah
Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu
sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perebutan
Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khilafah Abbasiyah
didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib
kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa.
Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani
Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua
sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa
itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah
(kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas
ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian,
orang-orang Persia tidak merasa
puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia
pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan
bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan
mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.
Fanatisme kebangsaan
ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah
menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan
pegawai dan tentara. Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang
besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat
menjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam
kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H),
seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang
diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah
berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih
kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki
pada periode keempat (447-590H).
2. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan
Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi
berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak
dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah
kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya
ditandai dengan pembayaran upeti.[4]
Ada kemungkinan
penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan
pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat
mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana
pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik
beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.[5]
Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah
terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan
oleh bangsa Persia dan Turki.[6] Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di
pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Dinasti yang lahir
dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di
antaranya adalah:
- Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan
(205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania
(261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan
menguasai Baghdad (320-447).
- Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di
Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti
Seljuk dan cabang-cabangnya
- Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H),
Ayubiyah (564-648 H).
- Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di
Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di
Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H),
Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H),
Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
- Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di
Mesir.[7]
3. Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama,
pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih
besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan
harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian,
perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik,
perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.
Setelah khilafah
memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para
khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para
pejabat melakukan korupsi.
Kondisi politik yang
tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi
ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah, faktor ini
saling berkaitan dan tak terpisahkan.
4. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan
Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang
Persia tidak
sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong
sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya
gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Khalifah
Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga
memerangi Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun
140 H.[10] Setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk
mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan
kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana
seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang
menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh
konflik bersenjata itu.
Pada
saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran
Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang
dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara
keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya,
memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan.
Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.),
kembali memperkenankan orang syi'ah
"menziarahi" makam Husein tersebut.[11] Syi'ah pernah
berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari
seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan
diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain
itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan
antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M),
dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan
melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M),
aliran Mu'tazilah dibatalkan
sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit
kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada
masa dinasti Seljuk yang menganut
paham Asy'ariyyah penyingkiran
golongan Mu'tazilah mulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur
dan berjaya.
B. Faktor Eksternal
Selain yang
disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan
kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang
menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
Kekalahan tentara
Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen
terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang
menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat
menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu
pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk
melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang
berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban
dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun
1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka,
Tripoli dan kota Tyre.
2. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah
kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan
oleh Jenghis Khan (603-624 H). Sebagai awal penghancuran Bagdad dan
Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah
Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil.[14] Pada bulan September
1257, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak
agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan
memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan menghancurkan tembok
ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah
dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha
juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta
pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung
selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang. Dan Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim telah menandai babak akhir
dari Dinasti Abbasiyah.
3. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi
ini terjadi sebaga dampak langsung dari krisis politik yang terjadi pada masa
itu. Penyebab terjadinya krisis ekonomi ini antara lain:
a.
Pergolakan
dan pmberontakan yang terjadi di beragai daerah menyebabkan banyak pendapatan
negara yag terhambat masuk.
b.
Adanya
kelompok yang enggan membayar pajak.
c.
Beberapa
wilayah menyatakan merdeka dan tidak lagi terikat dengan pusat pemerintahan di
Baghdad dan enggan membayar upeti. Wilayah yang menyatakan diri merdeka dari
Baghdad antara lain Tunisia dan Mesir (dibawah kekuasaan Dinasti Fatimiyah).
d.
Membengkaknya
jumlah pengeluaran negara yang dipergunakan untuk kepentingan kelompok istana.
Pengeluaran diambil dari kas negara (baitul mal).
e.
Tidak
adanya pemasukan yang berasal adri Kharraj (pajak bumi) dan jizyah (pajak
perorangan).
f.
Korupsi
yang dilakukan para penguasa Dinasti Bani Abbasiyah.
Dampak dari
krisis ekonomi ini antara lain:
·
Ketergantungan
pada Tentara Bayaran
Meningkatnya
ketergantungan pada tentara bayaran dan, bisa jadi, berkaitan dengan
perkembangan teknologi militer. Meskipun masalah ini disadari, tetapi para
khalifah tampaknya menganggap tidak mungkin kembali ke model tentara milisi
yang terdiri dari warga kota. Maka, menjadi penting bagi khalifah dan gubernur
untuk memiliki tentara yang setia pada dirinya pribadi dengan membayar mereka
secara tetap. Pemakaian tentara bayaran juga berarti bahwa makin banyak uang
dikeluarkan makin kuat tentara yang dimiliki. Maka, untuk mempertahankan
posisinya khalifah memerlukan kekuatan militer yang cukup untuk menanggulangi
para pembangkang, namun beresiko: semakin beban keuangan sulit diatasi.
Barangkali, karena adanya esprit de corps, para tentara jauh lebih
dekat dengan perwira-perwira yang berasal dari ras yang sama ketimbang “orang
asing” yang berwenang; maka, sebenarnya, hanya uanglah yang bisa membeli
kesetiaan mereka. Beberapa dampak yang ditimbulkan dari ketergantungan ini
antara lain:
a. Pengeluaran
dana belanja Negara semakin bertambah.
b. Terganggunya
jalannya pemerintahan karena tentara bayaran tersebut hanya mau menjalankan
tugas apabila mendapat bayaran yang sesuai dengan yang mereka inginkan.
c. Dapat
memicu tindakan-tndakan yang tidak diinginkan terjadi jika para khalifah tidak
dapat memberikan upah sesuai dengan keinginan tentara bayaran tersebut. Seperti
pembunuhan para khalifah dan lain sebagainya.
d. Memlemahnya
struktur social politik dan militer yang dibangun pemerntah dinasti bani
Abbasiyah.
B.
Keruntuhan dan Kehancuran Dinasti Bani Abbasiyah.
Setelah kurang lebih 6 abad berkuasa
(132-656 H/750-1258 M), Dinasti Bani Abbasiyah akhirnya dapat hancur karena
serangan dari tentara Hulaghu Khan pada tahu 1258 M. Pada mulanya kota Baghdad
jatuh ditangan bangsa Mongol pada tahun 1258 M. Hal ini menjadi awal kemunduran
Dinasti Bnai Abbasiyah di bidang politik dan kehancuran peradaban Islam. Karena
kota Baghdad merupakan symbol peradaban Islam dunia. Bangsa Mongol dibawah
komando tentara Hulaghu Khan memasuki pintu Bghdad pada tahu 656 H/1258 M.
Kekuatan itu tidak dapat diendung oleh khalifah al-Musta’shim (penguasa
terakhir bani Abbasiyah). Sehingga tentara Hulaghu Khan dengan leluasa
menghancurkan kota Baghdad. Para umat islam yang selamat kala itu yang terdiri
dari ilmuan dan para ulama melarikan diri ke Isfahan, Khurasan dan kota-kota
lain di luar Baghdad.
Kehancuran kota Baghdad juga diakibatkan
oleh penghianatan dari dalam oleh Muayyaduddinbin al-Alqami seorang penganut
syi’ah yang menipu khalifah al-musta’shim. Menurut versi al-Qami, untuk
menyelesaikan persoalan itu, ia telah mengadakan perjanjian dengan Hulaghu
Khan. Hasilnya Hulaghu Khan akan menikahkan putrinya dengan putra
al-Mustas’shim bernama Abu Bakar. Dengan demikian keselamatan khalifah akan
terjamin. Hanya saja khalifah harus petuh dan tunduk di bawah kekuasaan Hulaghu
Khan.
Khalifah al Musta’shim akhirnya setuju dan
mendatangi Hulaghu Khan untuk melangsungkan pernikahan antara anak mereka.
Namun kedatangan khalifah al-Musta’shim disambut dengan kekuatan pedang oleh
Hulaghu Khan dan tentaranya sehingga khalifah dan para tentaranya serta wazir
al-Qami tewas dibantai paukan Hulaghu Khan pada taun 656 H/1258 M.
Hancurnya dinasti Bani Abbasiyah menjadi
masa ketepurukan umat Islam dan kehancuran peradaban Islam. Meski begitu, di
beberapa daerah seperti Persia, India dan Turki terjadi perkembangan peradaban
Islam yang sangat signifikan, hingga menjelang abad ke-19 M. Perkembangan itu
antara lain kare usaha dinasti Safawiyah di Persia, dinasti Mughal di India, dan
dinasti Usmaniyah di Turki.
Masa tiga kerajaan besar
·
Jatuhnya kota bagdad
menjadi awal kemunduran politik islam secara drastis.
·
Politik kekuasaan Islam
terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil. (dinasti Ilkhan, dinasti Timuriyah,
dinasti Mamalik) terjadi setelah terbentuknya 3
kerajaan besar (Safawi, Mughal dan Usmani).
Dinasti Safawi
Berawal
dari sebuah gerakan tarekat di Ardabil (Azarbaijan, Asia kecil) yang didirikan
oleh Safiudin (1252-1332 M) pada tahun 1301 M. Yang bertujuan memberantas penyimpangan
yang dilakukan masyarakat muslim di Asia Kecil yang disebut ahli bid’ah. Mulai
memasuki kancah politik ketika dipimpin Junaid (1447-1460 M). Kemunculan
kerajaan Safawi di Persia terjadi ketika dibawah kekuasaan Isma’il. Nama
kerajaan Safawi menjdi besar setelah pertempuran melawan Kara Koyunlu pada 1476
M. Perseteruan antar Safawi dan Kara Koyunlu terus berlangsung hingga Safawi
membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang akhirnya mengalahkan
Kara koyunlu di daerah kekuasaannya sendiri di Tibriz, di kota inilah awal
berdirinya kerajaan Safawi dengan raja pertama Isma’il.
Kemajuan Dinasti
Safwiyah
Upaya memulihakan kestabilan kerajaan:
·
Menghilangkan
dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk
pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang.
·
Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas
I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam ( Abu Bakar,
Umar, Usman ) dalam khotbah Jumatnya.
Faktor-faktor kemajuan
1.
Pemusatan sistem birokrasi
pertanian pada masa Syah Abbas I.
2.
Pembenahan pada sistem wakaf.
3.
Kemajuan dalam bidang pendidikan.
4.
Kemampaun dalam mengatasi gejolak
politik oleh Abbas I.
Sumbangsih
untuk Dunia Islam
Salah satu peninggalan kerajaan Safawi adalah
Jembatan Khaju yang dibangun pada masa Syah Abbas I. Dan juga Istana Ali Kapu
yang merupakan tempat tinggal para Amir waktu itu.
E.1.
Kemajuan dalam Bidang Politik
·
Kerjasama kemiliteran dengan
bangsawan Inggris Antoni Sherli dan saudaranya, Sir Rodet Sherli
·
Berhasil menguasai jalur
perdagangan antara Barat dan Timur
·
Keberhasilan pertanian dari
daerah Bulat Sabit
·
Keberhasilan dalam tokoh-tokoh
ilmuwan dan ahli filsafat
·
Arsitektur kota yang sangat indah
·
Pendirian 162 buah masjid, 48
buah perguruan tinggi, 1082 buah losmen yang luas untuk penginapan tamu-tamu
Khalifah, dan 237 unit pemandian umum
·
Pendirian masjid terkenal: masjid
Syah yang mulai dibangun sejak 1611 M, masjid Lutfullah yang dibangun pada 1603
M
Masa Kemunduran
Safawi
a.
Faktor-faktor Kemunduran
1.
Kurang pandainya para penguasa
dalam mengendalikan sistem pemerintahan.
2.
Kurangnya perhatian sebagian raja
pasca Syah Abbas I terhadap persoalan sosial kemasyarakatan dan kenegaraan.
3.
Adanya penguasa yang kecanduan minuman
keras.
4.
Melemahnya sistem pemerintahan
dan pertahanan serta keamanan Kerajaan Safawi pada masa Syah Safi sehingga
Qandarah dan Baghdad jatuh ke tangan Usmani dan Mogul India.
5.
Kebijakan pemusatan pemerintahan
dan ekonomi yang tidak berhasil.
6.
Adanya konflik yang
berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani.
7.
Terjadinya konflik intern dalam
bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan.
8.
Pemaksaan faham Syi'ah yang
menyebabkan orang-orang Sunni memberontak melalui suku Afgan.
b.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
·
Pemberontakan bangsa Afgan
dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah
Qandahar
·
Pemberontakan suku Ardabil di
Herat yang berhasil menduduki Mashad.
·
8 maret 1736, Nadhir Khan
menyatakan dirinya sebagai penguasa Persia dari Abbas III. Maka
berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.
SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SAFAWI
a.
Safi al-Din (1252-1334 M)
b.
Sadar al-Din Musa (1334-1399 M)
c.
Khawaja Ali (1399-1427 M)
d.
Ibrahim (1427-1447 M)
e.
Juneid (1447-1460 M)
f.
Haidar (1460-1494 M)
g.
Ismail(1501-1524 M)
h.
Ali (1494-1501 M)
i.
Tahmasp I (1524-1576 M)
j.
Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
k.
Ismail (1576-1577 M)
l.
Abbas I (1588-1628 M)
m.
Safi Mirza (1628-1642 M)
n.
Abbas II ( 1642-1667 M)
o.
Sulaiman ( 1667-1694 M)
p.
Husein (1694-1722 M)
q.
Tahmasp II (1722-1732 M)
r.
Abbas III (1732-1736 M)
Kerajaan Mughal
di India
1.
Raja –raja kerajaan Mughal
a.
Zahiruddin
Babur (1526-1530), nama lengkapnya ialah Zahir al-Din Muhammad Babur.
b.
Humayun
(1530-1556), nama lengkapnya ialah Nasir al-Din Muhammad Humayun.
c.
Akbar
(1556-1605), nama lengkapnya ialah Jalal al-Din Muhammad Akbar.
d.
Jahangir
(1605-1627), nama lengkapnya ialah Nur al-Din Muhammad Jahangir.
e.
Shah Jahan
(1627-1658), nama lengkapnya ialah Sihab al-Din Muhammad Shah Jahan.
f.
Awrangzeb
(1658-1707), nama lengkapnya ialah Muhyi al-Din Muhammad Awrangzeb.
g.
Bahadur
Syah I (1707-1712), nama lengkapnya ialah Qutb al-Din Muhammad Shah ‘Alam
I
h.
Jahandar
(1712-1713), nama lengkapnya ialah Mu’izz al-Din Jahandar.
i.
Farrukhsiyar
(1713-1719), nama lengkapnya ialah Mu’in al-Din Farrukhsiyar.
j.
Muhammad
Syah (1719-1748), nama lengkapnya ialah Nasir al-Din Muhammad Shah Roshan
Akhtar.
k.
Ahmad Syah
(1748-1754), nama lengkapnya ialah Mujahid al-Din Ahmad Shah Bahadur.
l.
Alamghir
II (1754-1760), nama lengkapnya ialah ‘Aziz al-Din Alamgir II.
m. Syah Alam II (1760-1806), nama lengkapnya
ialah (‘Ali Gohar) Jalal al-Din Shah ‘Alam II.
n.
Akbar II
(1806-1837 M), nama lengkapnya ialah Mu’in al-Din Muhammad Akbar II
o.
Bahadur
Syah (1837-1858), nama lengkapnya ialah Siraj al-Din Bahadur Shah II.
2. Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal
a. Bidang
Politik dan Administrasi Pemerintahan
· Perluasan wilayah dan konsolidasi kekuatan.
Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.
· Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang
Sipah Salar (kepala komandan), sub-distrik dipegang oleh Faujdar (komandan).
Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak
kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan
kemiliteran
· Akbar menerapkan politik toleransi universal
(sulakhul). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak
dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
· Pada Masa Akbar terbentuk landasan
institusional dan geografis bagi kekuatan imperiumnya yang dijalankan oleh elit
militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan,
Iran, Turki, dan Muslim Asli India. Peran penguasa di samping sebagai seorang
panglima tentara juga sebagai pemimpin jihad.
· Para pejabat dipindahkan dari sebuah jagir
kepada jagir lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes yang besar
dalam sebuah wilayah tertentu. Jagir adalah sebidang tanah yang diperuntukkan
bagi pejabat yang sedang berkuasa. Dengan demikian tanah yang diperuntukkan
tersebut jarang sekali menjadi hak milik pejabat, kecuali hanya hak pakai.
· Wilayah imperium juga dibagi menjadi sejumlah
propinsi dan distrik yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh pejabat
pemerintahan pusat untuk mengamankan pengumpulan pajak dan untuk mencegah
penyalahgunaan oleh kaum petani.
b. Bidang
Ekonomi
· Terbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi
usaha pertanian.
· Adanya sistem pemerintahan lokal yang
digunakan untuk mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani. Setiap
perkampungan petani dikepalai oleh seorang pejabat lokal (muqaddam atau patel)
kedudukan yang dimilikinya dapat diwariskan, bertanggungjawab kepada atasannya
untuk menyetorkan penghasilan dan menghindarkan tindak kejahatan. Kaum petani
dilindungi hak pemilikan atas tanah dan hak mewariskannya, tetapi mereka juga
terikat terhadapnya.
· Perpajakan dikelola sesuai dengan system zabt.
Sejumlah pembayaran tertentu dibebankan pada tiap unit tanah dan harus dibayar
secara tunai. Besarnya beban tersebut didasarkan pada nilai rata-rata hasil
pertanian dalam sepuluh tahun terakhir. Hasil pajak yang terkumpul dipercayakan
kepada jagirdar, tetapi para pejabat lokal yang mewakili pemerintahan pusat
mempunyai peran penting dalam pengumpulan pajak. Di tingkat subdistrik
administrasi lokal dipercayakan kepada seorang qanungo, yang menjaga jumlah
pajak lokal dan yang melakukan pengawasan terhadap agen-agen jagirdar, dan
seorang chaudhuri, yang mengumpulkan dana (uang pajak) dari zamindar.
· Pada masa Akbar konsesi perdagangan diberikan
kepada The British East India Company (EIC) untuk menjalankan usaha perdagangan
di India sejak tahun 1600. Mereka mengekspor katun dan busa sutera India, bahan
baku sutera, sendawa, nila dan rempah dan mengimpor perak dan jenis logam
lainnya dalam jumlah yang besar.
c. Bidang
Agama
· Pada masa Akbar, ia memproklamasikan sebuah
cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena aliran ini Akbar
mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam. Bahkan Akbar dituduh membuat
agama baru. Pada prakteknya, Din-i-Ilahi bukan sebuah ajaran tentang agama
Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama di
India.
· Perbedaan kasta di India membawa keuntungan
terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam langsung
disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang
merasa disiasiakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh
Parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakanya bahasa Persia menjadi
bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia
dengan budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan
oleh Dinasti Mughal.
· Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India.
Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik. Tetapi
penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi'ah untuk mengembangkan pengaruhnya.
· Pada masa ini juga dibentuk sejumlah badan
keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat Sufi,
persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri
dari warga Sunni dan Syi'i.
· Pada masa Aurangzeb disusun sebuah risalah
hukum Islam yang dinamakan fattawa alamgiri.
d. Bidang Seni dan Budaya
· Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti
Padmavat (Muhammad Jayazi, penyair istana) yang mengandung pesan kebajikan
manusia. Akhbar Nameh dan Aini Akbari (Abu Fadhl) yang berisi sejarah Mughal
dan pemimpinnya.
· Kerajaan Mughal termasuk sukses dalam bidang
arsitektur. Taj mahal di Agra, Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid
Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), terdapat menara Qutub
Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235),
benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin Humayun
raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota Hyderabad, terdapat empat menara benteng
Char Minar (1591). Di kota Jaunpur, berdiri tegak Masjid Jami Atala
(1405).
· Taman-taman kreasi Moghul menonjolkan gaya
campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan
lokal.
Sebab-sebab
Kemajuan
· Kerajaan Mughal memiliki pemerintahan dan raja
yang kuat. Politik toleransi dinilai dapat menetralisir perbedaan agama dan
suku bangsa, baik antara Islam-Hindu, Ataupun India-non India (Persia-Turki).
· Hingga Pemerintahan Aurangzeb, rakyat cukup
puas dan sejahtera dengan pola kepemimpinan raja dan program kesejahteraannya.
· Prajurit Mughal dikenal sebagai prajurit yang
tangguh dan memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini diwarisi dari Timur Lenk
yang merupakan para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah dan
cukup dominan dalam ketentaraan.
· Sultan yang memerintah sangat mencintai ilmu
dan pengetahuan. Para "Bangsawan Mughal mengemban tanggung jawab membangun
masjid, jembatan, dan atas berkembangnya kegiataan ilmiah dan sastra".
3. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal
Raja-raja
pengganti Awrangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu
mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Tanda-tanda kemunduran sudah
terlihat dengan indikator sebagaimana berikut:
·
Internal,
tampilnya sejumlah penguasa lemah, terjadinya perebutan kekuasaan, dan lemahnya
kontrol pemerintahan pusat.
·
Eksternal,
terjadinya pemberontakan di mana-mana, seperti pemberontakan kaum Sikh di
Utara, gerakan separatis Hindu di India tengah, kaum muslimin sendiri di Timur,
dan yang terberat adalah invasi Inggris melalui EIC.
·
Dominasi
Inggris diduga sebagai faktor pendorong kehancuran Mughal. Pada waktu itu EIC
mengalami kerugian, untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan
istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan
cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka, baik yang beragama
Hindu maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan.
·
Mereka
meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka
mengembalikan kekuasaan kerajaan. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat
India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. Perlawanan mereka dapat
dipatahkan dengan mudah. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam
terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah
banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari
istana (1858 M). Dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal
di daratan India.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal
mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
·
Terjadi
stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris,
Portugal dan Perancis di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau
oleh kekuatan maritim Mughal.
·
Kemerosotan
moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan
dalam penggunaan uang negara.
·
Pendekatan
Awrangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan
kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi
oleh sultan-sultan sesudahnya.
·
Semua
pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang
kepemimpinan.
·
Lemahnya
sentuhan intelektual (pemikiran) dan estetika (satra dan sains) yang ditandai
dengan memudarnya karya-karya kreatif disbanding dengan era kejayaan dinasti
Abbasiyah.
·
Lemahnya
manajemen ekonomi yang tidak dikelola secara sistematis dan paradigmatik. Hal
ini menyebabkan krisis ekonomi yang tidak mampu menghadapi perubahan global
pada zamannya.
Kerajaan Turki
Utsmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz5 yang mendiami
daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih kurang
tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk
Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh ketika menetap di Asia Tengah.
Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M bangsa Turki dengan
dipimpin Artogol melarikan diri menuju dinasti Saljuk untuk mengabdi pada
penguasa yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II.
Artogol dan pasukannya bersekutu dengan pasukan Saljuk membantu Sultan
Alauddin II berperang menyerang Bizantium, dan usaha ini berhasil, artinya
pasukan Saljuk mendapat kemenangan. Atas jasa baiknya itu Sultan Alauddin II
menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium.
Sejak itu bangsa Turki terus membina wilayah barunya dan memilih Kota Syukud
sebagai ibu kota.6
Pada tahun 1289 M Artogol meninggal dunia. Kepemimpinan- nya dilanjutkan
oleh putranya, Usman. Putra Artogol inilah yang dianggap sebagai pendiri
kerajaan Usmani, beliau memerintah tahun 1290 M – 1326 M. Sebagaimana ayahnya,
Usman banyak berjasa pada Sultan Alauddin II, dengan keberhasilannya menduduki
benteng-benteng Bizantium. Pada tahun 1300 M, Bangsa Mongol menyerang kerajaan
Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh. Kerajaan Saljuk kemudian terpecah-pecah
dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa
penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Usmani
dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut Usman
I. Dalam perkembangannya, Turki Usmani melewati beberapa periode kepemimpinan.
Sejak berdiri tahun 1299 M yang dipimpin oleh Usman I Ibn Artogol (1299-1326 M)
berakhir dengan Mahmud II Ibn Majib (1918-1922 M). Dan dalam perjalanan sejarah
selanjutnya Turki Usmani merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar yang
membawa kemajuan dalam Islam.7
Kemunduran
Dimulai sesudah
kematian Sulaiman al-Qanuni
Faktor penyebab:
·
Terlalu
berambisi dalam penaklukan wilayah, sehingga penataan sistem pemerintahan
terabaikan
·
Pemberontakan
Jenissary
·
Penguasa
tidak cakap, penguasa cenderung lemah semangat perjuangannya
·
Merosotnya
perekonomian negara akibat peperangan
·
Stagnasi
bidang ilmu dan teknologi
·
Tumbuhnya
gerakan nasionalisme
Raja-raja Turki Usmani
1.
Usman I 1281
2.
OrkhanI I 1360
3.
Bayazid 1389
Peralihan
Kekuasaan 1402
5.
Muhammad I
1413
6.
Murad II 1421
7.
Muhammad
II 1444
8.
Murad II
(menjabat kedua kalinya 1446
9.
Muhammad
II (menjabat kedua kalinya) 1451
10. Bayazid II 1481
11. Saim I 1512
12. Sulaiman I 1520
13. Salim II 1566
14. Murad III 1574
15. Muhammad III 1594
16. Ahmad I 1603
17. Musthaf I 1617
18. Usman
II 1618
19. Musthafa I (menjabat kadua kalinya) 1622
20. Murad IV 1623
21. Ibrahim 1640
22. Muhammad IV 1648
23. Sulaiman II 1678
24. Ahmad II 1691
25. Musthafa II 1695
26. Ahmad III 1703
27. Mahmud I 1730
28. Usman III 1754
29. Musthafa III 1757
30. Abdul Hamid I 1774
31. Salim III 1789
32. Musthafa IV 1809
33. Abdul Majid I 1839
34. Abdul Aziz 1861
35. Murad V 1876
36. Muhammad V Rasyid 1909
37. Muhammad VI Wahid Aladin 1918
38. Abdul Majid (hanya bergelar khalifah saja)
1914
Kemajuan yang dicapai
1.
Mendirikan
pusat pendidikan dan pelatihan militer, dengan dibentuk Jenissary/ Inkisariyah
2.
Dibentuk
kesatuan angkatan laut
3.
Berhasil
penaklukan konstantinopel tahun 1453M
4.
Terciptanya
pemerintahan yang teratur
Dibentuklah: Gubernur (pasya)
Bupati (al-janziq)
Perdana mentri (Shadr al-A’zham)
Perundang-undangan/Qanun
5.
Keberhasilan
dalam penyebaran agama, kususnya di Balkan dan Anatolia. Karena : -Imigran
muslim Turki di Anatolia lebih besar dibanding Balkan
-Penyelenggaraan pemerintahan Usmani sepenuhnya diserahkan kepada
gereja-gereja, sementara gereja di Anatoli ditindas sampai dengan peristiwa
penaklukan konstantinopel
Kemajuan Budaya dan Keagamaan
1. Masjid
Jamial’ Muhammad al-Fatih
2. Masjid
Agung Sulaiman
3. Masjid Abu
Ayyub al-Anshari
4. Aya Sophia
(semula gereja)
5. Adanya dua aliran tarekat yang paling besar yaitu Al-Bektasi dan Al-Maulawi
Sumber:
Ali, K. Sejarah Islam; Tarikh pramodern, Jakarta: Sri Gunting, 1997.
Hasymi, A. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
0 Comments:
Posting Komentar