Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

Kemunduran Dinasti Bani Abbasiyah

Pastikan anda me-like Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
gambar_Jembatan khaju, peninggalan Bani Abbasyiah
Kemunduran Dinasti Bani Abbasiyah

A. Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, sehingga benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).
2. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.[4] 
Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.[5] Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.[6] Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
  1. Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
  2. Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
  3. Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
  4. Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
  5. Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.[7] 
3. Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
4. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H.[10] Setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut.[11] Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya.

B. Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.

Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.

2. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil.[14] Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan menghancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang. Dan Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim telah menandai babak akhir dari Dinasti Abbasiyah.

3. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi ini terjadi sebaga dampak langsung dari krisis politik yang terjadi pada masa itu. Penyebab terjadinya krisis ekonomi ini antara lain:
a.      Pergolakan dan pmberontakan yang terjadi di beragai daerah menyebabkan banyak pendapatan negara yag terhambat masuk.
b.      Adanya kelompok yang enggan membayar pajak.
c.       Beberapa wilayah menyatakan merdeka dan tidak lagi terikat dengan pusat pemerintahan di Baghdad dan enggan membayar upeti. Wilayah yang menyatakan diri merdeka dari Baghdad antara lain Tunisia dan Mesir (dibawah kekuasaan Dinasti Fatimiyah).
d.      Membengkaknya jumlah pengeluaran negara yang dipergunakan untuk kepentingan kelompok istana. Pengeluaran diambil dari kas negara (baitul mal).
e.      Tidak adanya pemasukan yang berasal adri Kharraj (pajak bumi) dan jizyah (pajak perorangan).
f.        Korupsi yang dilakukan para penguasa Dinasti Bani Abbasiyah.
Dampak dari krisis ekonomi ini antara lain:
·         Ketergantungan pada Tentara Bayaran
Meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran dan, bisa jadi, berkaitan dengan perkembangan teknologi militer. Meskipun masalah ini disadari, tetapi para khalifah tampaknya menganggap tidak mungkin kembali ke model tentara milisi yang terdiri dari warga kota. Maka, menjadi penting bagi khalifah dan gubernur untuk memiliki tentara yang setia pada dirinya pribadi dengan membayar mereka secara tetap. Pemakaian tentara bayaran juga berarti bahwa makin banyak uang dikeluarkan makin kuat tentara yang dimiliki. Maka, untuk mempertahankan posisinya khalifah memerlukan kekuatan militer yang cukup untuk menanggulangi para pembangkang, namun beresiko: semakin beban keuangan sulit diatasi. Barangkali, karena adanya esprit de corps, para tentara jauh lebih dekat dengan perwira-perwira yang berasal dari ras yang sama ketimbang “orang asing” yang berwenang; maka, sebenarnya, hanya uanglah yang bisa membeli kesetiaan mereka. Beberapa dampak yang ditimbulkan dari ketergantungan ini antara lain:
a.      Pengeluaran dana belanja Negara semakin bertambah.
b.      Terganggunya jalannya pemerintahan karena tentara bayaran tersebut hanya mau menjalankan tugas apabila mendapat bayaran yang sesuai dengan yang mereka inginkan.
c.       Dapat memicu tindakan-tndakan yang tidak diinginkan terjadi jika para khalifah tidak dapat memberikan upah sesuai dengan keinginan tentara bayaran tersebut. Seperti pembunuhan para khalifah dan lain sebagainya.
d.      Memlemahnya struktur social politik dan militer yang dibangun pemerntah dinasti bani Abbasiyah.
B. Keruntuhan dan Kehancuran Dinasti Bani Abbasiyah.
Setelah kurang lebih 6 abad berkuasa (132-656 H/750-1258 M), Dinasti Bani Abbasiyah akhirnya dapat hancur karena serangan dari tentara Hulaghu Khan pada tahu 1258 M. Pada mulanya kota Baghdad jatuh ditangan bangsa Mongol pada tahun 1258 M. Hal ini menjadi awal kemunduran Dinasti Bnai Abbasiyah di bidang politik dan kehancuran peradaban Islam. Karena kota Baghdad merupakan symbol peradaban Islam dunia. Bangsa Mongol dibawah komando tentara Hulaghu Khan memasuki pintu Bghdad pada tahu 656 H/1258 M. Kekuatan itu tidak dapat diendung oleh khalifah al-Musta’shim (penguasa terakhir bani Abbasiyah). Sehingga tentara Hulaghu Khan dengan leluasa menghancurkan kota Baghdad. Para umat islam yang selamat kala itu yang terdiri dari ilmuan dan para ulama melarikan diri ke Isfahan, Khurasan dan kota-kota lain di luar Baghdad.
Kehancuran kota Baghdad juga diakibatkan oleh penghianatan dari dalam oleh Muayyaduddinbin al-Alqami seorang penganut syi’ah yang menipu khalifah al-musta’shim. Menurut versi al-Qami, untuk menyelesaikan persoalan itu, ia telah mengadakan perjanjian dengan Hulaghu Khan. Hasilnya Hulaghu Khan akan menikahkan putrinya dengan putra al-Mustas’shim bernama Abu Bakar. Dengan demikian keselamatan khalifah akan terjamin. Hanya saja khalifah harus petuh dan tunduk di bawah kekuasaan Hulaghu Khan.
Khalifah al Musta’shim akhirnya setuju dan mendatangi Hulaghu Khan untuk melangsungkan pernikahan antara anak mereka. Namun kedatangan khalifah al-Musta’shim disambut dengan kekuatan pedang oleh Hulaghu Khan dan tentaranya sehingga khalifah dan para tentaranya serta wazir al-Qami tewas dibantai paukan Hulaghu Khan pada taun 656 H/1258 M.
Hancurnya dinasti Bani Abbasiyah menjadi masa ketepurukan umat Islam dan kehancuran peradaban Islam. Meski begitu, di beberapa daerah seperti Persia, India dan Turki terjadi perkembangan peradaban Islam yang sangat signifikan, hingga menjelang abad ke-19 M. Perkembangan itu antara lain kare usaha dinasti Safawiyah di Persia, dinasti Mughal di India, dan dinasti Usmaniyah di Turki.
Masa tiga kerajaan besar
·         Jatuhnya kota bagdad menjadi awal kemunduran politik islam secara drastis.
·         Politik kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil. (dinasti Ilkhan, dinasti Timuriyah, dinasti Mamalik) terjadi setelah terbentuknya 3 kerajaan besar (Safawi, Mughal dan Usmani).
Dinasti Safawi
            Berawal dari sebuah gerakan tarekat di Ardabil (Azarbaijan, Asia kecil) yang didirikan oleh Safiudin (1252-1332 M) pada tahun 1301 M. Yang bertujuan memberantas penyimpangan yang dilakukan masyarakat muslim di Asia Kecil yang disebut ahli bid’ah. Mulai memasuki kancah politik ketika dipimpin Junaid (1447-1460 M). Kemunculan kerajaan Safawi di Persia terjadi ketika dibawah kekuasaan Isma’il. Nama kerajaan Safawi menjdi besar setelah pertempuran melawan Kara Koyunlu pada 1476 M. Perseteruan antar Safawi dan Kara Koyunlu terus berlangsung hingga Safawi membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang akhirnya mengalahkan Kara koyunlu di daerah kekuasaannya sendiri di Tibriz, di kota inilah awal berdirinya kerajaan Safawi dengan raja pertama Isma’il.
Kemajuan Dinasti Safwiyah
Upaya memulihakan kestabilan kerajaan:
·         Menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang.
·          Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam ( Abu Bakar, Umar, Usman ) dalam khotbah Jumatnya.

Faktor-faktor kemajuan

   1.      Pemusatan sistem birokrasi pertanian pada masa Syah Abbas I.
   2.      Pembenahan pada sistem wakaf.
   3.      Kemajuan dalam bidang pendidikan.
   4.      Kemampaun dalam mengatasi gejolak politik oleh Abbas I.

Sumbangsih untuk Dunia Islam
Salah satu peninggalan kerajaan Safawi adalah Jembatan Khaju yang dibangun pada masa Syah Abbas I. Dan juga Istana Ali Kapu yang merupakan tempat tinggal para Amir waktu itu.

E.1. Kemajuan dalam Bidang Politik
·         Kerjasama kemiliteran dengan bangsawan Inggris Antoni Sherli dan saudaranya, Sir Rodet Sherli
·         Berhasil menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur
·         Keberhasilan pertanian dari daerah Bulat Sabit
·         Keberhasilan dalam tokoh-tokoh ilmuwan dan ahli filsafat
·         Arsitektur kota yang sangat indah
·         Pendirian 162 buah masjid, 48 buah perguruan tinggi, 1082 buah losmen yang luas untuk penginapan tamu-tamu Khalifah, dan 237 unit pemandian umum
·         Pendirian masjid terkenal: masjid Syah yang mulai dibangun sejak 1611 M, masjid Lutfullah yang dibangun pada 1603 M
           
          
Masa Kemunduran Safawi

a. Faktor-faktor Kemunduran
   1.      Kurang pandainya para penguasa dalam mengendalikan sistem pemerintahan.
   2.      Kurangnya perhatian sebagian raja pasca Syah Abbas I terhadap persoalan sosial kemasyarakatan dan kenegaraan.
   3.      Adanya penguasa yang kecanduan minuman keras.
   4.      Melemahnya sistem pemerintahan dan pertahanan serta keamanan Kerajaan Safawi pada masa Syah Safi sehingga Qandarah dan Baghdad jatuh ke tangan Usmani dan Mogul India.
   5.      Kebijakan pemusatan pemerintahan dan ekonomi yang tidak berhasil.
   6.      Adanya konflik yang berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani.
   7.      Terjadinya konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan.
   8.      Pemaksaan faham Syi'ah yang menyebabkan orang-orang Sunni memberontak melalui suku Afgan.

b. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
·         Pemberontakan bangsa Afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar
·         Pemberontakan suku Ardabil di Herat yang berhasil menduduki Mashad.
·         8 maret 1736, Nadhir Khan menyatakan dirinya sebagai penguasa Persia dari Abbas III. Maka berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.


SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SAFAWI
a.      Safi al-Din (1252-1334 M)
b.      Sadar al-Din Musa (1334-1399 M)
c.       Khawaja Ali (1399-1427 M)
d.      Ibrahim (1427-1447 M)
e.      Juneid (1447-1460 M)
f.        Haidar (1460-1494 M)
g.      Ismail(1501-1524 M)
h.      Ali (1494-1501 M)
i.        Tahmasp I (1524-1576 M)
j.        Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
k.       Ismail (1576-1577 M)
l.        Abbas I (1588-1628 M)
m.    Safi Mirza (1628-1642 M)
n.      Abbas II ( 1642-1667 M)
o.      Sulaiman ( 1667-1694 M)
p.      Husein (1694-1722 M)
q.      Tahmasp II (1722-1732 M)
r.       Abbas III (1732-1736 M)

Kerajaan Mughal di India
   1.    Raja –raja kerajaan Mughal
a.    Zahiruddin Babur (1526-1530), nama lengkapnya ialah Zahir al-Din Muhammad Babur.
b.    Humayun (1530-1556), nama lengkapnya ialah Nasir al-Din Muhammad Humayun.
c.    Akbar (1556-1605), nama lengkapnya ialah Jalal al-Din Muhammad Akbar.
d.    Jahangir (1605-1627), nama lengkapnya ialah Nur al-Din Muhammad Jahangir.
e.    Shah Jahan (1627-1658), nama lengkapnya ialah Sihab al-Din Muhammad Shah Jahan.
f.     Awrangzeb (1658-1707), nama lengkapnya ialah Muhyi al-Din Muhammad Awrangzeb.
g.    Bahadur Syah I (1707-1712), nama lengkapnya ialah Qutb al-Din Muhammad Shah ‘Alam I
h.    Jahandar (1712-1713), nama lengkapnya ialah Mu’izz al-Din Jahandar.
i.      Farrukhsiyar (1713-1719), nama lengkapnya ialah Mu’in al-Din Farrukhsiyar.
j.      Muhammad Syah (1719-1748), nama lengkapnya ialah Nasir al-Din Muhammad Shah Roshan Akhtar.
k.    Ahmad Syah (1748-1754), nama lengkapnya ialah Mujahid al-Din Ahmad Shah Bahadur.
l.      Alamghir II (1754-1760), nama lengkapnya ialah ‘Aziz al-Din Alamgir II.
m. Syah Alam II (1760-1806), nama lengkapnya ialah (‘Ali Gohar) Jalal al-Din Shah ‘Alam II.
n.    Akbar II (1806-1837 M), nama lengkapnya ialah Mu’in al-Din Muhammad Akbar II
o.    Bahadur Syah (1837-1858), nama lengkapnya ialah Siraj al-Din Bahadur Shah II.
  
   2.    Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal
a.    Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan
·      Perluasan wilayah dan konsolidasi kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.
·      Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar (kepala komandan), sub-distrik dipegang oleh Faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran
·      Akbar menerapkan politik toleransi universal (sulakhul). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
·      Pada Masa Akbar terbentuk landasan institusional dan geografis bagi kekuatan imperiumnya yang dijalankan oleh elit militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan, Iran, Turki, dan Muslim Asli India. Peran penguasa di samping sebagai seorang panglima tentara juga sebagai pemimpin jihad.
·      Para pejabat dipindahkan dari sebuah jagir kepada jagir lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes yang besar dalam sebuah wilayah tertentu. Jagir adalah sebidang tanah yang diperuntukkan bagi pejabat yang sedang berkuasa. Dengan demikian tanah yang diperuntukkan tersebut jarang sekali menjadi hak milik pejabat, kecuali hanya hak pakai.
·      Wilayah imperium juga dibagi menjadi sejumlah propinsi dan distrik yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh pejabat pemerintahan pusat untuk mengamankan pengumpulan pajak dan untuk mencegah penyalahgunaan oleh kaum petani. 
b.    Bidang Ekonomi
·       Terbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi usaha pertanian.
·       Adanya sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani. Setiap perkampungan petani dikepalai oleh seorang pejabat lokal (muqaddam atau patel) kedudukan yang dimilikinya dapat diwariskan, bertanggungjawab kepada atasannya untuk menyetorkan penghasilan dan menghindarkan tindak kejahatan. Kaum petani dilindungi hak pemilikan atas tanah dan hak mewariskannya, tetapi mereka juga terikat terhadapnya.
·       Perpajakan dikelola sesuai dengan system zabt. Sejumlah pembayaran tertentu dibebankan pada tiap unit tanah dan harus dibayar secara tunai. Besarnya beban tersebut didasarkan pada nilai rata-rata hasil pertanian dalam sepuluh tahun terakhir. Hasil pajak yang terkumpul dipercayakan kepada jagirdar, tetapi para pejabat lokal yang mewakili pemerintahan pusat mempunyai peran penting dalam pengumpulan pajak. Di tingkat subdistrik administrasi lokal dipercayakan kepada seorang qanungo, yang menjaga jumlah pajak lokal dan yang melakukan pengawasan terhadap agen-agen jagirdar, dan seorang chaudhuri, yang mengumpulkan dana (uang pajak) dari zamindar. 
·       Pada masa Akbar konsesi perdagangan diberikan kepada The British East India Company (EIC) untuk menjalankan usaha perdagangan di India sejak tahun 1600. Mereka mengekspor katun dan busa sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah dan mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam jumlah yang besar. 
c.     Bidang Agama 
·       Pada masa Akbar, ia memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam. Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru. Pada prakteknya, Din-i-Ilahi bukan sebuah ajaran tentang agama Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama di India. 
·       Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang merasa disiasiakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh Parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakanya bahasa Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan oleh Dinasti Mughal. 
·       Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi'ah untuk mengembangkan pengaruhnya.
·       Pada masa ini juga dibentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat Sufi, persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi'i. 
·       Pada masa Aurangzeb disusun sebuah risalah hukum Islam yang dinamakan fattawa alamgiri.
d.     Bidang Seni dan Budaya
·       Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavat (Muhammad Jayazi, penyair istana) yang mengandung pesan kebajikan manusia. Akhbar Nameh dan Aini Akbari (Abu Fadhl) yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya.
·       Kerajaan Mughal termasuk sukses dalam bidang arsitektur. Taj mahal di Agra, Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin Humayun raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur, berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405). 
·       Taman-taman kreasi Moghul menonjolkan gaya campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal. 


Sebab-sebab Kemajuan
·       Kerajaan Mughal memiliki pemerintahan dan raja yang kuat. Politik toleransi dinilai dapat menetralisir perbedaan agama dan suku bangsa, baik antara Islam-Hindu, Ataupun India-non India (Persia-Turki).
·       Hingga Pemerintahan Aurangzeb, rakyat cukup puas dan sejahtera dengan pola kepemimpinan raja dan program kesejahteraannya.
·       Prajurit Mughal dikenal sebagai prajurit yang tangguh dan memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini diwarisi dari Timur Lenk yang merupakan para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah dan cukup dominan dalam ketentaraan.
·       Sultan yang memerintah sangat mencintai ilmu dan pengetahuan. Para "Bangsawan Mughal mengemban tanggung jawab membangun masjid, jembatan, dan atas berkembangnya kegiataan ilmiah dan sastra".
     3.      Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal
Raja-raja pengganti Awrangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Tanda-tanda kemunduran sudah terlihat dengan indikator sebagaimana berikut:
·         Internal, tampilnya sejumlah penguasa lemah, terjadinya perebutan kekuasaan, dan lemahnya kontrol pemerintahan pusat.
·         Eksternal, terjadinya pemberontakan di mana-mana, seperti pemberontakan kaum Sikh di Utara, gerakan separatis Hindu di India tengah, kaum muslimin sendiri di Timur, dan yang terberat adalah invasi Inggris melalui EIC.
·         Dominasi Inggris diduga sebagai faktor pendorong kehancuran Mughal. Pada waktu itu EIC mengalami kerugian, untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan.
·         Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan kerajaan. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
·         Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris, Portugal dan Perancis di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
·         Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
·         Pendekatan Awrangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
·         Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
·         Lemahnya sentuhan intelektual (pemikiran) dan estetika (satra dan sains) yang ditandai dengan memudarnya karya-karya kreatif disbanding dengan era kejayaan dinasti Abbasiyah.
·         Lemahnya manajemen ekonomi yang tidak dikelola secara sistematis dan paradigmatik. Hal ini menyebabkan krisis ekonomi yang tidak mampu menghadapi perubahan global pada zamannya.
Kerajaan Turki Utsmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz5 yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih kurang tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh ketika menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M bangsa Turki dengan dipimpin Artogol melarikan diri menuju dinasti Saljuk untuk mengabdi pada penguasa yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II.
Artogol dan pasukannya bersekutu dengan pasukan Saljuk membantu Sultan Alauddin II berperang menyerang Bizantium, dan usaha ini berhasil, artinya pasukan Saljuk mendapat kemenangan. Atas jasa baiknya itu Sultan Alauddin II menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu bangsa Turki terus membina wilayah barunya dan memilih Kota Syukud sebagai ibu kota.6
Pada tahun 1289 M Artogol meninggal dunia. Kepemimpinan- nya dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Artogol inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani, beliau memerintah tahun 1290 M – 1326 M. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa pada Sultan Alauddin II, dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium. Pada tahun 1300 M, Bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh. Kerajaan Saljuk kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut Usman I. Dalam perkembangannya, Turki Usmani melewati beberapa periode kepemimpinan. Sejak berdiri tahun 1299 M yang dipimpin oleh Usman I Ibn Artogol (1299-1326 M) berakhir dengan Mahmud II Ibn Majib (1918-1922 M). Dan dalam perjalanan sejarah selanjutnya Turki Usmani merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar yang membawa kemajuan dalam Islam.7
Kemunduran
Dimulai sesudah kematian Sulaiman al-Qanuni
Faktor penyebab:
·         Terlalu berambisi dalam penaklukan wilayah, sehingga penataan sistem pemerintahan terabaikan
·         Pemberontakan Jenissary
·         Penguasa tidak cakap, penguasa cenderung lemah semangat perjuangannya
·         Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan
·         Stagnasi bidang ilmu dan teknologi
·         Tumbuhnya gerakan nasionalisme
Raja-raja Turki Usmani
    1.      Usman I                                                                     1281
    2.      OrkhanI I                                                                    1360
    3.      Bayazid                                                                      1389
Peralihan Kekuasaan                                                             1402
    5.      Muhammad I                                                             1413
    6.      Murad II                                                                     1421
    7.      Muhammad II                                                            1444
    8.      Murad II (menjabat kedua kalinya                            1446
    9.      Muhammad II (menjabat kedua kalinya)                 1451
   10.  Bayazid II                                                                   1481
   11.  Saim I                                                                         1512
   12.  Sulaiman I                                                                  1520
   13.  Salim II                                                                       1566
   14.  Murad III                                                                    1574
   15.  Muhammad III                                                           1594
   16.  Ahmad I                                                                     1603
   17.  Musthaf I                                                                   1617
   18.  Usman  II                                                                   1618
   19.  Musthafa I (menjabat kadua kalinya)                       1622
   20.  Murad IV                                                                   1623
   21.  Ibrahim                                                                      1640
   22.  Muhammad IV                                                          1648
   23.  Sulaiman II                                                                 1678
   24.  Ahmad II                                                                    1691
   25.  Musthafa II                                                                1695
   26.  Ahmad III                                                                   1703
   27.  Mahmud I                                                                  1730
   28.  Usman III                                                                   1754
   29.  Musthafa III                                                               1757
   30.  Abdul Hamid I                                                            1774
   31.  Salim III                                                                      1789
   32.  Musthafa IV                                                               1809
   33.  Abdul Majid I                                                             1839
   34.  Abdul Aziz                                                                  1861
   35.  Murad V                                                                    1876
   36.  Muhammad V Rasyid                                                1909
   37.  Muhammad VI Wahid Aladin                                    1918
   38.  Abdul Majid (hanya bergelar khalifah saja) 1914
Kemajuan yang dicapai
     1.      Mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan militer, dengan dibentuk Jenissary/ Inkisariyah
     2.      Dibentuk kesatuan angkatan laut
     3.      Berhasil penaklukan konstantinopel tahun 1453M
     4.      Terciptanya pemerintahan yang teratur
Dibentuklah: Gubernur (pasya)
Bupati (al-janziq)
Perdana mentri (Shadr al-A’zham)
Perundang-undangan/Qanun
     5.      Keberhasilan dalam penyebaran agama, kususnya di Balkan dan Anatolia. Karena : -Imigran muslim Turki di Anatolia lebih besar dibanding Balkan
-Penyelenggaraan pemerintahan Usmani sepenuhnya diserahkan kepada gereja-gereja, sementara gereja di Anatoli ditindas sampai dengan peristiwa penaklukan konstantinopel

Kemajuan Budaya dan Keagamaan
1. Masjid Jamial’ Muhammad al-Fatih
2. Masjid Agung Sulaiman
3. Masjid Abu Ayyub al-Anshari
 4. Aya Sophia (semula gereja)
5. Adanya dua aliran tarekat yang paling besar yaitu Al-Bektasi dan Al-Maulawi


Sumber: 
Ali, K. Sejarah Islam; Tarikh pramodern, Jakarta: Sri Gunting, 1997.
Hasymi, A. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP