Pastikan anda me-like
Cahaya Islam di Fans Page Facebook untuk mendapatkan informasi yang up to date.
TASAWUF
- ASAL USUL
KATA TASAWUF
Para ahli berpendapat bahwa asal usul kata
tasawuf dibagi menjadi :
Pertama : tasawuf berasul dari shuf, yang
berarti “wol kasar” karena orang-orang sufi selalu memakai pakaian
tersebut sebagai lambang kesederhanaan.
Kedua : tasawuf berasal dari akar kata shafa’,
yang berarti “bersih”. Disebut sufi karena hatinya tulus dan bersih dihadapan
tuhannya, tujuan sufi adalah membersihkan batin melalui latihan-latihan yang
lama dan ketat.
Ketiga : tasawuf berasal dari istilah yang
dikonotasikan dengan ahl- assuffah, yaitu orang-orang yang tinggal
disuatu kamar disamping dimasjid Nabi di Madinah.
Keempat : tasawuf berasal dari kata shopos. Kata
tersebut berasal dari yunani yang berarti hikmah.
Kelima : tasawuf berasal dari kata shaf. Makna
shaf dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di shaf
yang paling depan.
Keenam : kata tasawuf berkaitan dengan kata ash-shifah
karena para sufi sangat mementingkan sifat-sifat terpuji dan berusaha keras
meninggalkan sifat-sifat tercela.
Ketujuh : tasawuf berasal dari kata ‘shaufanah’ yaitu
sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu dan banyak tumbuh dipadang pasir
di tanah arab, dimana pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula,
dalam kesederhanaannya.
B. CIRI UMUM TASAWUF
Abu Al-Wafa
Al-Ganami At-Taftazani (peneliti tasawuf) berpendapat bahwa secara umum,
tasawuf mempunyai lima cirri, yaitu :
- Adanya
moral
- Pemenuhan
fana (sirna) dalam realitas mutlak
- Pengetahuan
intuitif langsung
- Timbulnya
rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah dalam diri seorang sufi karena
tercapainya maqamat (maqam-maqam atau beberapa tingkatan),
- Penggunaan
simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan
tersirat.
D.
SUMBER TASAWUF
Para orientalis barat menyatakan bahwa sumber
tasawuf itu ada lima yaitu:
- Unsur
islam
Unsur islam bersumber pada ajaran islamya itu
Al-quran dan As-sunnah serta praktek kehidupan Nabi SAW dan para sahabat.
- Al-quran
- Al-quran
berbicara tentang kemungkinan manusia dengan tuhan dapat saling mencintai
(mahabbah). Contoh terdapat dalam Q.S. Al-Maidah : 54
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
أَذِلَّةٍ
عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ
أَعِزَّةٍ
عَلَى
الْكَافِرِينَ
يُجَاهِدُونَ
فِي
سَبِيلِ
اللّهِ
وَلاَ
يَخَافُونَ
لَوْمَةَ
لآئِمٍ
ذَلِكَ
فَضْلُ
اللّهِ
يُؤْتِيهِ
مَن
يَشَاءُ
وَاللّهُ
وَاسِعٌ
عَلِيم
“wahai orang
yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka
pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman,
tetapi bersikap keras terhadap orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dari
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah
yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia Allah Maha luas
(pemberian-Nya), Maha mengetahui”.
- Perintah
agar manusia senantiasa bertaubah membersihkan diri memohon ampunan kepada
Allah SWT. Terdapat dalam QS. At-Tahrim : 8
“wahai
orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan obat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan Menghapus kesalah-salahanmu dan
Memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai,
paada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan
mereka, sambil mereka berkata: “ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya
kami dan ampunilah kami; sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
- Petunjuk
manusia akan senantiasa bertemu dengan tuhan dimana pun mereka berada. Hal
ini tercantum dalam QS. Al-Baqarah : 110
وَأَقِيمُواْ
الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“dan
laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu
kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah,
sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
- Tuhan
dapat memberikan cahaya kepada orang yang dikehendakiNya. Dalam QS. An-Nur
: 35
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ
مَثَلُ
نُورِهِ
كَمِشْكَاةٍ
فِيهَا
مِصْبَاحٌ
الْمِصْبَاحُ
فِي
زُجَاجَةٍ
الزُّجَاجَةُ
كَأَنَّهَا
كَوْكَبٌ
دُرِّيٌّ
يُوقَدُ
مِن
شَجَرَةٍ
مُّبَارَكَةٍ
زَيْتُونِةٍ
لَّا
شَرْقِيَّةٍ
وَلَا
غَرْبِيَّةٍ
يَكَادُ
زَيْتُهَا
يُضِيءُ
وَلَوْ
لَمْ
تَمْسَسْهُ
نَارٌ
نُّورٌ
عَلَى
نُورٍ
يَهْدِي
اللَّهُ
لِنُورِهِ
مَن
يَشَاءُ
وَيَضْرِبُ
اللَّهُ
الْأَمْثَالَ
لِلنَّاسِ
وَاللَّهُ
بِكُلِّ
شَيْءٍ
عَلِيمٌ
“Allah
(pemberi) cahaya (kepada)langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti
sebuah lubang yang tidak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu
didalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak ditimur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja)
hampir-hampir menerangi,walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya
(berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia
Kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah
MAha Mengetahui segala sesuatu”.
- Mengingatkan
manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia dan
harta benda. Dalam QS. Al-Fathir ayat 5
“wahai
manusia, sungguh janji allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia
memperdayakan kamu dan janganlah (setan)yang pandai menipu, memperdayakan kamu
tentang allah”.
- berfikir
sabar dalam menjalani pendekatan diri kepada Allah.
- As-sunnah
“Aku adalah
perbendaharaan yang tersembunyi maka Aku menjadikan makhluk agar mereka
mengenal-Ku.”
Dari hadist diatas dapat mengambil sebuah
petunjuk yang berarti alam raya, termasuk diri kita, yang merupakan cermin
tuhan atau bayangan tuhan.
Tuhan ingin mengenal diriNya melalui penciptaan
alam ini. Dengan demikian dalam alam raya ini terdapat potensi ketuhanan yang
dapat didayagunakan untuk mengenalNya. Dan apa yang ada didalam alam raya ini
akan kembali kepada tuhan.
Berikut ini beberapa matan hadist yang dsapat
dipahami dengan pendekatan tasawuf.
“barang siapa yang mengenal dirinya sendiri
maka akan mengenal tuhannya”. 7
Hadist di atas, disamping melukiskan kedekatan
hubungan antara tuhan dan manusia, sekaligus mengisyaratkan arti bahwa manusia
dan tuhan adalah satu.
- Unsur
masehi
- Menurut Van
Kromyer tasawuf berarti buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada
zaman jahiliyah.
- Menurut
Gold Ziher yang menyatakan sikap fakir dalam islam itu merupakan cabang
dari agama Nasrani.
- Menurut
Noldicker yang menyatakan pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi
sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa
dipakai oleh para pendeta.
- Nicholson
mengemukakan bahwa istilah tasawuf berasal dari agama Nasrani dan bahkan
ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf itu berasal dari agama Nasrani.
- Unsur
Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk
pada dunia dimana perkembangannya dimulai pada akhir daulah Umayah dan
puncaknya pada daulah Abbasiyah. Metode berfikir filsafat Yunani ini juga telah
ikut mempengaruhi pola berfikir sebagian orang islam yang ingin berhubungan
dengan tuhan.
- Unsur
Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama
Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisyi.
- Unsur
Persia
Kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu
terjadi melalui ahli-ahli tasawuf didunia ini. Namun barangkali ada persamaan
antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud di menurut agama Manu dan Mazdaq dan
hakikat Muhammad Zarathustra.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya tasawuf itu bersumber dari ajaran islam itu sendiri mengingat yang
dipraktekkan Nabi dan para sahabat. Semuanya berlandaskan kepada Al-quran dan
As-sunnah.
Akan tetapi
tidak dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran, dia
mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Hindu, Persia, dsb. Hal ini tidak hanya
terjadi dalam bidang tasawuf saja melainkan juga dalam bidang lainnya.8
Perkembangan Tasawuf
Sejarah tasawuf dimulai dengan Imam Ja’far Al Shadiq ibn Muhamad Bagir ibn
Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Imam Ja’far juga
dianggap sebagai guru dari keempat imam Ahlulsunah yaitu Imam Abu
Hanifah, Maliki, Syafi’i dan Ibn Hanbal.
Ucapan – ucapan Imam Ja’far banyak disebutkan oleh para sufi seperti Fudhail
ibn Iyadh Dzun Nun Al Mishri, Jabir ibn Hayyan dan Al Hallaj. Diantara imam
mazhab di kalangan Ahlulsunah, Imam Maliki yang paling banyak meriwayatkan
hadis dari Imam Ja’far.
Kaitan Imam Ja’far dengan tasawuf, terlihat dari silsilah tarekat, seperti
Naqsyabandiyah yang berujung pada Sayyidina Abubakar Al Shidiq ataupun yang
berujung pada Imam Ali selalu melewati Imam Ja’far.
Kakek buyut Imam Ja’far, dikenal mempunyai sifat dan sikap sebagai sufi. Bahkan
(meski sulit untuk dibenarkan) beberapa ahli menyebutkan Hasan Al Bashri,
sufi-zahid pertama sebagai murid Imam Ali. Sedangkan Ali Zainal Abidin (Ayah
Imam Ja’far) dikenal dengan ungkapan-ungkapan cintanya kepada Allah yang
tercermin pada do’anya yang berjudul “Al Shahifah Al Sajadiyyah”.
Tasawuf lahir dan berkembang sebagai suatu disiplin ilmu sejak abad k-2 H,
lewat pribadi Hasan Al Bashri, Sufyan Al Tsauri, Al Harits ibn Asad Al
Muhasibi, Ba Yazid Al Busthami. Tasawuf tidak pernah bebas dari kritikan dari
para ulama (ahli fiqh, hadis dll).
Praktik – praktik tasawuf dimulai dari pusat kelahiran dan penyiaran agama
Islam yaitu Makkah dan Madinah, jika kita lihat dari domisili tokoh-tokoh
perintis yang disebutkan di atas.
Pertumbuhan dan perkembangan tasawuf di dunia Islam dapat dikelompokan ke dalam
beberapa tahap :
Tahap Zuhud (Asketisme)
Tahap awal perkembangan tasawuf dimulai pada akhir abad ke-1 H sampai kurang
lebih abad ke-2H. Gerakan zuhud pertama kali muncul di Madinah, Kufah dan
Basrah kemudian menyebar ke Khurasan dan Mesir. Awalnya merupakan respon
terhadap gaya hidup mewah para pembesar negara akibat dari perolehan kekayaan
melimpah setelah Islam mengalami perluasan wilayah ke Suriah, Mesir,
Mesopotamia dan Persia.
Tokoh-tokohnya menurut tempat perkembangannya :
1. Madinah
Dari kalangan sahabat Nabi Muhammad Saw, Abu Ubaidah Al Jarrah (w. 18 H); Abu
Dzar Al Ghiffari (W. 22 H); Salman Al Farisi (W.32 H); Abdullah ibn Mas’ud (w.
33 H); sedangkan dari kalangan satu genarasi setelah masa Nabi (Tabi’în)
diantaranya, Said ibn Musayyab (w. 91 H); dan Salim ibn Abdullah (w. 106 H).
2. Basrah
Hasan Al Bashri (w. 110 H); Malik ibn Dinar (w. 131 H); Fadhl Al Raqqasyi,
Kahmas ibn Al Hadan Al Qais (w. 149 H); Shalih Al Murri dan Abul Wahid ibn Zaid
(w. 171 H)
3. Kufah
Al Rabi ibn Khasim (w. 96 H); Said ibn Jubair (w. 96 H); Thawus ibn Kisan (w.
106 H); Sufyan Al Tsauri (w.161 H); Al Laits ibn Said (w. 175 H); Sufyan ibn
Uyainah (w. 198 H).
4. Mesir
Salim ibn Attar Al Tajibi (W. 75H); Abdurrahman Al Hujairah ( w. 83 H); Nafi,
hamba sahaya Abdullah ibn Umar (w. 171 H).
Pada masa-masa terakhir tahap ini, muncul tokoh-tokoh yang dikenal sebagai sufi
sejati, diantaranya, Ibrahim ibn Adham (w. 161 H); Fudhail ibn Iyadh (w. 187
H); Dawud Al Tha’i (w. 165 H) dan Rabi’ah Al Adawiyyah.
Tahap Tasawuf (abad ke 3 dan 4 H )
Paruh pertama pada abad ke-3 H, wacana tentang Zuhud digantikan dengan tasawuf.
Ajaran para sufi tidak lagi terbatas pada amaliyah (aspek praktis), berupa
penanaman akhlak, tetapi sudah masuk ke aspek teoritis (nazhari) dengan
memperkenalkan konsep-konsep dan terminology baru yang sebelumnya tidak dikenal
seperti, maqam, hâl, ma’rifah, tauhid (dalam makna tasawuf yang khas); fana,
hulul dan lain- lain.
Tokoh-tokohnya, Ma’ruf Al Kharkhi (w. 200 H), Abu Sulaiman Al Darani (w. 254
H), Dzul Nun Al Mishri (w. 254 H) dan Junaid Al Baghdadi.
Muncul pula karya-karya tulis yang membahas tasawuf secara teoritis, termasuk
karya Al Harits ibn Asad Al Muhasibi (w. 243 H); Abu Said Al Kharraz (w. 279
H); Al Hakim Al Tirmidzi (w. 285 H) dan Junaid Al Baghdadi (w. 294 H). Pada
masa tahap tasawuf, muncul para sufi yang mempromosikan tasawuf yang
berorientasi pada “kemabukan” (sukr), antara lain Al Hallaj dan Ba Yazid Al
Busthami, yang bercirikan pada ungkapan – ungkapam ganjil yang sering kali
sulit untuk dipahami dan terkesan melanggar keyakinan umum kaum muslim, seperti
“Akulah kebenaran” (Ana Al Haqq) atau “Tak ada apapun dalam jubah-yang dipakai
oleh Busthami selain Allah” (mâ fill jubbah illâ Allâh), kalau di Indonesia
dikenal dengan Syekh Siti Jenar dengan ungkapannya “Tiada Tuhan selain Aku”.
Tahap Tasawuf Falsafi (Abad ke 6 H)
Pada tahap ini, tasawuf falsafi merupakan perpaduan antara pencapaian
pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional-filosofis. Ibn Arabi
merupakan tokoh utama aliran ini, disamping juga Al Qunawi, muridnya. Sebagian
ahli juga memasukan Al Hallaj dan Abu (Ba) Yazid Al Busthami dalam aliran ini. Aliran
ini kadang disebut juga dengan Irfân (Gnostisisme) karena orientasinya pada
pengetahuan (ma’rifah atau gnosis) tentang Tuhan dan hakikat segala sesuatu.
Tahap Tarekat ( Abad ke-7 H dan seterusnya )
Meskipun tarekat telah dikenal sejak jauh sebelumnya, seperti tarekat
Junaidiyyah yang didirikan oleh Abu Al Qasim Al Juanid Al Baghdadi (w. 297 H)
atau Nuriyyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ibn Muhammad Nuri (w. 295 H), baru
pada masa-masa ini tarekat berkembang dengan pesat.
Seperti tarekat Qadiriyyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al Jilani (w. 561 H)
dari Jilan (Wilayah Iran sekarang); Tarekat Rifa’iyyah didirikan oleh Ahmad
Rifai (w. 578 H) dan tarekat Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abu Najib Al
Suhrawardi (w. 563 H). Tarekat Naqsabandiyah yang memiliki pengikut paling
luas, tarekat ini sekarang telah memiliki banyak variasi , pada mulanya
didirikan di Bukhara oleh Muhammad Bahauddin Al Uwaisi Al Bukhari Naqsyabandi
``
Karakteristik
tasawuf
Berdasarkan
objek dan sasarannya, tasawuf diklafisikasikan menjadi 3 macam :
1. Tasawuf
akhlaqi, yaitu tasawuf yang sangat menekankan nilai-nilai etis/ moral.
2. Tasawuf
amali, yaitu tasawuf yang lebih mengutamakan kebiasaan beribadah.
3.Tasawuf
falsafi, yaitu tasawuf yang menekankan pada masalah-masalah filsafat dan
metafisika.
Pada umumnya tasawuf memiliki lima ciri yang
bersifat piskis, moral, epistemologis, yang menurut kami sesuai dengan semua
bentuk, kelima ciri tersebut ialah:
1. Peningkatan moral.
Setiap
tasawuf memiliki moral tertentu yang tujuannya untuk membersihkan jiwa, untuk
perealisasian nilai-nilai itu. Dengan sendirinya, hal ini memerlukan
latihan-latihan fisik-fisikis tersendiri, serta pengkekangan diri dari
matrealisme duniawi, dan lain-lain.
2. Pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak.
Yang dimaksud fana ialah, bahwa dengan latihan
fisik serta piskis yang di tempuhnya, akhirnya seorang sufi atau mistikus
sampai pada kondisi piskis tertentu, dimana dia tak lagi merasakan adanya diri
atau keakuannya. Realitas Yang Tertinggi itu, atau Yang Mutlak tersebut berada
dalam diri mereka. Dengan kata lain, wujud hanya satu, dan bukannya
sama-sekali berbilang banyak .
3. Pengetahuan intuitip langsung.
Ini
adalah norma terkaji epistemologis, yang membedakan tasawuf dari pada
filsafat. Apabila dengan filsafat, yang dalam memahami realitas
seseorang mempergunakan metode-metode intekektual, maka dia disebut
seorang filosof. Sementara, kalau dia berkeyakinan atas terdapatnya metode yang
lain bagi pemahaman hakekat realitas di sebalik persepsi indrawi dan penawaran
intelektual, yang disebut dengan rasyf atau intuisi
atau sebutan-sebutan serupa lainnya, maka dalam kondisi begini dia disebut
sebagai sufi ataupun mistikus dalam pengertiannya yang lengkap. Intuisi,
menurut para sufi ataupun mistikus, bagaikan sinar kilat yang muncul dan
perginya selalu tiba- tiba.
4. Ketentraman atau kebahagiaan.
Ini
merupakan karakteristik khusus pada semua bentuk tasawuf. Sebab, tasawuf
diniatkan sebagai penunjuk atau pengendali berbagai dorongan hawa-nafsu, serta
pembangkit keseimbangan psikis pada diri seorang sufi ataupun mistikus tersebut
terbebas dari semua rasa takut dan merasa intens dan ketentraman jiwa, serta
kebahagiaan dirinyapun terwujudkan.
5. Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan.
penggunaan simbol mengandung dua pengertian. Pertama,
pengertian yang ditimba dari harafiah kata-kata. Kedua, pengertian yang
ditimba dari analisa serta pendalaman. Pengertian yang kedua ini hampir
sempurna tertutup bagi yang bukan sufi ataupun mistikus; dan sulit baginya
untuk dapat memahami ucapan sufi ataupun mistikus, apalagi untuk dapat memahami
maksud tujuan mereka. Setiap sufi ataupun mistikus punya cara sendiri dalam
mengungkapkan kondisi-kondisi yang dialaminya. Dari inilah mengapa tasawuf
diberi atribut dengan simbolisme.
Kesimpulan :
Dari uraian kelima karakteristik tadi, yang
menjadi corak semua bentuk tasawuf, kini mungkin dapat di rumuskan suatu
definisi tasawuf yang lebih tuntas ketimbang definisi-definisi yang telah dikemukakan
sebelumnya : “Tasawuf adalah falsafah hidup, yang dimaksudkan untuk
meningkatkan jiwa seorang manusia, secara moral, lewat latihan-latihan praktis
yang tertentu, kadang untuk menyatakan pemenuhan fana dalam Realitas Yang
Tertinggi serta pengetahuan tentang-nya secara intuitif, tidak secara rasional,
yang buahnya ialah kebahagiaan rohaniah, yang hakekat realitasnya sulit
diungkapkan dengan kata-kata, sebab karakternya bercorak intuitif, dan
subyektif.”
Penerapan Konsep Tasawuf dalam Kehidupan Modern
Seseorang bisa dikatakan bertasawuf jika mengetahui langkah-langkah menjadi
seorang sufi, tentu sebagian besar anggapan orang-orang modern mengatakan sulit
dalam hal penerapan / aplikasinya dalam kehidupan sehari-harinya. Berikut akan
coba kami uraikan beberapa aplikasi tasawuf yang setidaknya bisa kita
jadikan sebagai langkah awal / kiat mengenal diri kita ini untuk kebaikan hidup
ke depannya, tentunya juga berdasar
dengan sumber referensi yang ada. Yakni sebagai berikut:
1. Zuhud
Secara bahasa adalah bertapa
di dunia, adapun secara istilah yaitu bersedia untuk melakukan ibadah,
dengan berupaya semaksimal mingkin menjahui urusan duniawi dan hanya
mengharapkan kerihdoan Allah SWT.
Pengertian zuhud secara lebih luas, zuhud sebenarnya bukan
meninggalkan kehidupan dunia secara keseluruhan, melainkan tetap mencari
penghidupan duniawi, akan tetapi hanya sebatas untuk memenuhi keperluan hidup
ala kadarnya, mereka bekerja dengan niat untuk menafkahi keluarga, yang
merupakan kewajiban seorang suami atas anak dan istrinya, dan itu semua hanya
untuk mencari ridlo-Nya, agar kelak besok lepas dari pertanggung jawaban di
akhirat. Dengan kata lain, zuhud merupakan upaya penyeimbangan kehidupan
akhirat dan dunia.
Dalam
Al-Qur’an sendiri juga telah menyinggung konsep dalam aplikasi zuhud, coba
perhatikan QS. Al-An’am (6):32
“Dan tiadalah kehidupan
dunia ini selain dari main-maindan sendau gurau belaka, dan sungguh kampung
akhirat itu lebih baik bagi orang-orang bertaqwa; tidakkah kamu memahaminya?”
Diperkuat juga dengan
sabda Nabi pada matan hadits berikut:
اَلزَّهَادَةُ فِى الدُّنْيَا
تُرِيْحُ اْلقَلْبَ وَالْبَدَنَ , وَالرُّغْبَةُ فِى الدَّنْيَا تُكْثِرُ اْلهَمَّ
وَالْحَزْنَ .
“Berzuhud di dunia,
menyamankan hati dan badan, sedangkan kegemaran akan dunia, memperbanyak
kesedihan dan kegundahan.”
Selain itu terdapat
perintah untuk berzuhud pula dalam matan hadist nabi:
اِزْهَدْ لِلّهِ فِى الدُّنْيَا
يُحْبِبْكَ اللهُ.
“Berzuhudlah di dunia
wahai hamba Allah, niscaya Allah akan mencintaimu.”
2. Tawakkal
Tawakal adalah kesungguhan
hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta
mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Seperti yang
terdapat dalam QS. Ath-Thalaq (65) : 3
“Barangsiapa bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya”
Beliau Nabi Muhammad SAW
juga bersabda:
لَوْتَوَكَّلْتُمْ
عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُوْا
خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا.
“ Sekiranya kamu
bertawakkal kepada Allah SWT, dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Dia
memberi kamu rizki seperti Dia memberinya kepada kawanan burung yang berangkat
di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali pulang di sore hari dalam keadaan
kenyang.”
Jadi pada dasarnya inti
dari aplikasi kita yang kedua ini adalah kesadaran hati bahwa segala
sesuatu berada di tangan Allah SWT, yang bermanfaat ataupun yang bermudharat,
yang menyenangkan maupun menyusahkan. Mewujudkan tawakkal bukan berarti
meniadakan usaha (ikhtiyar), karena Allah telah memerintahkan hamba-hambaNya
untuk berusaha sekaligus bertawakkal, yakni berusaha dengan seluruh anggota
badaan dan bertawakkal dengan hati merupakan perwujudan iman kepada Allah.
3. Ikhlas
Ikhlas menurut KH.
Ahmad Rifa’i didefinisikan sebagai berikut: ikhlas secara bahasa
adalah bersih, sedangkan menurut istilah adalah membersihkan
hati agar ia menuju kepada Allah semata dalam melaksanakan ibadah, dan hati
tidak boleh menuju selain kepada Allah.
Maka dapat kita tarik persepsi bahwa ikhlas
sendiri inilah yang menunjukkan kesucian hati untuk menuju hanya kepada Allah,
karena apa, karena Allah tidak menerima ibadah seorang hamba kecuali dengan
niat ikhlas karena Allah semata dan perbuatan itu haruslah sah dan benar
menurut syari’ah islam.
Dalam Al-Qur’an telah
disebutkan beberapa dalil tentang anjuran ikhlas, yang antara lain adalah QS.
Al-An’am (6):162-163.
“162: Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam. 163: Tiada sekutu bagiNya:dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).”
4. Qona’ah dan Sabar
Qona’ah diartikan sebagai kepuasan
jiwa seberapa pun rezeki yang dimilikinya, sedikit maupun banyak, diterima
dengan penuh rasa syukur. Dengan demikian sikap Qona’ah itu bisa terwujud
dengan cara menemukan kecukupan di dalam apa yang dimiliki dan tidak
menginginkan apa yang tidak dimilikinya tersebut.
Di dalam QS. Al-Baqarah (2): 172
“Hai orang-orang yang
beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu
dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepadaNya kamu menyembah.”
Kemudian yang selanjutnya
adalah Sabar, yang diartikan sebagai keteguhan
hati dalam menghadapi kesulitan hidup. Dalam perjalanan hidup, senang dan
susah datang silih berganti. Seperti dalam QS. Al-Baqarah (2):155
“Dan sesungguhnya akan kami berikan percobaan yang sedikit kepada kamu,
seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta jiwa dan buah2han. Kemudian
sampaikanlah kabar gembira bagi
orang-orang yang sabar.”
Tahapan-tahapan pendidikan
Spiritual (Maqamat)
Secara
harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri
atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai
jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan
Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages
yang berarti tangga.
Menurut
Muhammad al-Kalabazy dalam
kitabnya “al-Taarruf li Mazhab ahl al-Tasawwuf”, sebagai dikutip Harun
Nasution misalnya mengatakan bahwa maqamat itu jumlahnya ada sepuluh, yaitu al-taubah,
al-zuhud, (al-shabr, al-faqr, al-tawadlu, al’taqwa, al-tawakkal, al’ridla),
al-mahabbah dan al-ma’rifah
Al-Taubah
Al-Taubah
berasal dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali.
Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas
segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi
perbuatan dosa tersebut disertai dengan melakukan amal kebajikan.
Al-Zuhud
Secara
harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat
keduniawian. Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan
meninggalkan dunia dan hidup kematerian.
Zuhud
termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan
diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau
mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan
dunia yang fana dan semu. Hal ini dipahami dari ayat yangberbunyi:
Al-Wara
Secara
harfiah al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan
dalam pengertian sufi al-wara adalah meninggalkan segala yang di dalamnya
terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).
Mahabbah
Kata
mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara
harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta
yang mendalam. Dalam Mu’jam al-Fal-safi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah
adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. Al-Mahabbah dapat
pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau penyayang.
Ma’rifah
Dari
segi bahasa ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah
yang artinya pengetahuan atau pengalaman, dapat pula berarti pengetahuan
tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada
ilmu yang biasa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifah adalah
pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih
mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan
pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan, dan
hakikat itu satu, dan segala yangmaujudberasaldariyangsatu.
Ada
beberapa tanda yang dimiliki oleh Sufi bila sudah sampai kepada
tingkatan ma’rifat, antara lain :
a.
Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan perilakunnya, karena
itu, sikap wara selalu ada pada dirinya.
b.
Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang
bersifatnyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran tasawuf, belum tentu
benar.
c.
Tidak menginginkan nikmat Allah yang buat dirinya, karena hal itu bisa membawannya
kepada perbuatan yang haram.
Jalan Ma’rifah
Kaum
Sufi untuk medapatkan suatu ma’rifah melaui jalan yang ditempuh dengan
menperguankan suatu alat diantaranya :
Menurut
Al – Qusyairi ada tiga yaitu :
a .Qalb
: Untuk mengetahui sifat Tuhan
b. Ruh
: Untuk dapat mencintai Tuhan
c.Sir
: Untuk melihat Tuh, sir ada dalam ruh
Ajaran pokok
A. Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf
ahlaki, jika di tinjau dari sudut bahsa arab merupakan bentuk frase dalam
kaidah bahasa arab di kenal dengan sebutan jumlah idhofah yaitu
merupakan gabungan dua kata menjadi satu kesatuan makna yang utuh dan
menentukan realitas yang khusus,yaitu kata tasawuf dan ahklak.
Kata
tasawuf menurut kaidah ilmu shorof merupakan bentuk isim masdar yaitu tashowwufan
yang artinya bisa membersihkan atau saling membersihkan, kata
membersihkan merupakan kata kerja transitif yang membutuhkan objek. Objek
tasawwuf dalah ahklak manusia saling membersihkan merupakan kata kerja yang di
dalamnya harus terdapat dua subyek yang aktif meberi dan menerima. Kemudian ahklak dalam
konteks agama adalah perangai, budi, adab atau tingkah laku.
Kosepsi ajaran ahklak menurut islam adalah menuju perbuatan amal sholeh, yaitu
semua perbuatan baik dan terpuji,berfaedah untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan di akhirat yang di ridhoi oleh Allah.
Tasawuf
akhlaki merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dan ilmu ahklak.ahklak
hubungannya sangat erat dengan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam
interaksi sosial pada lingkungan tempat tinggalnya.
Tasawuf
akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau
budi pekerti atau perbaikan akhlaq.
Dengan
metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya
untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah
2. Tokoh dan
Ajaran-ajaran Tasawuf Akhlaqi
a. Hasan Albasri
Nama
lengkap Hasan Al-Bashri adalah Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar.Ia seorang yang
masyur dikalangan tabi’in.ia lahir di Madinah pada tahun 21 H/632 M dan wafat
pada hari Kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H/728 M.
Ajaran-ajarannya
tentang kerohanian didasarkan pada Sunnah Nabi.
Para
sahabat nabi pun mengakui kebesaran hasan al basri,karir pendidikan hasan al
basri di mulai di hijaz,kemudian ia pindah ke basrah dan memperoleh puncak
keilmuannya di sana.
Ajaran-ajaran tasawufnya.
Ajaran-Ajaran
tasawufnya Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepadanya setiap orang untuk
senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakanseluruh
perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Ny
Dan
ajarannya yaitu:
1)
“Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa
tentram tapi yang menimbulkan rasa takut.”
2)
“Dunia adalah negeri tempat beramal”
3)
“Tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya.
Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak
mengulanginya lagi.”
4)
“Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali
ditinggalkan mati suaminya”.
5)
“Orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena
berada di antara dua perasaan takut”
6)
“Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan
juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya”
7)
“Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal shaleh”
b. Al Muhasibi
Nama
lengkapnya adalah abu abdillah Al Harits bin asad Al muhasibi (w 243 H). Ia di
lahirkan di basrah irak tahun 165 H/781M dan meninggal di bahgdad irak tahun
243H/857M.Ia menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang
dihadapinya.
Dia
memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan
kepadaAllah, melaksanakan kewajiban, wara’ dan meneladani Rasulullah.
1)
Pandangan Al Muhasibi tentang Ma’rifat
Menurut
AL Muhasibi, ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan
kepada kitab dan sunnah. Tahapan ma’rifat adalah sebagai berikut:
a)
Taat. Awal kecintaan kepada Allah SWT adalah taat, yaitu wujud konkret ketaatan
hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan
ketaatan, bukan hanya sekedar pengungkapan semata. Implementasinya adalah memenuhi
hati dengan sinar dan kemudian melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain.
b)
Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi
hati merupakan ma’rifat selanjutnya.
c)
Pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan
keghaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas. Ia akan
menyaksikan berbagai rahasia yang selamam ini disimpan Allah.
d)
Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan gana’ yang
menyebabkan baqa’.
2)
Pandangan Al Muhasibi tentang Khauf dan Raja’
Khauf
(rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan
seseorang dalam membersihkan jiwa.
Menurut
Al Muhasibi, pangkal wara’ adalah ketakwaan; pangkal ketakwaan adalah introspeksi
diri (musabat Al nafs); pangkal instrospeksi diri adalah khauf dan raja’;
pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah;
pangkal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.
Khauf
dan raja’ dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al Qur-aan
dan As Sunnah.
Sebagaimana
penjelasan Al Qur-aan tentang surga dan neraka.
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu
berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, Sambil menerima segala
pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah
orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu
malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.(Q.S. Adz
Dzariyyat: 15-18)
Raja’
dalam pandangan Muhasibi seharusnya melahirkan amal saleh. Inilah yang
dilakukan oleh mukmin yang sejati dan para sahabat nabi, sebagaimana
digambarkan oleh ayat:
¨Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi
c.
Al-Qusyairi
Nama
lengkapnya adalah Abdul karim bin hawazin ia lahir tahun 376H di istewa,kawasan
naisabur dan wafat pada tahun 465H.
Disamping
berguru pada mertuanya, abu ali ad daqoq Imam Al-Qusyairy juga berguru
pada para ulama lain. Diantaranya, Abu Abdurrahman Muhammad ibn al-Husain
(325-412 H/936-1021 M), seorang sufi, penulis dan sejarawan. Al-Qusyairy juga
belajar fiqh pada Abu Bakr Muhammad ibn Abu Bakr at-Thusy (385-460 H/995-1067 M,
belajar Ilmu Kalam dari Abu Bakr Muhammad ibn al-Husain, seorang ulama ahli
Ushul Fiqh. Ia juga belajar Ushuluddin pada Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad,
ulama ahli Fiqh dan Ushul Fiqh. Al-Qusyairy pun belajar Fiqh pada Abu Abbas ibn
Syuraih, serta mempelajari Fiqh Mazhab Syafi’i pada Abu Mansyur Abdul Qohir ibn
Muhammad al-Ashfarayain.
Al-Qusyairy
banyak menelaah karya-karya al-Baqillani, dari sini ia menguasai doktrin
Ahlusunnah wal Jama’ah yang dikembangkan Abu Hasan al-Asy’ary (w.935 M) dan
para pengikutnya. Karena itu tidak mengherankan, kalau Kitab Risalatul
Qusyairiyah yang merupakan karya monumentalnya dalam bidang Tasawuf -dan sering
disebut sebagai salah satu referensi utama Tasawuf yang bercorak Sunni-,
Al-Qusyairy cenderung mengembalikan Tasawuf ke dalam landasan Ahlusunnah Wal
Jama’ah.
Dia
juga penentang keras doktrin-doktri aliran Mu’tazilah, Karamiyah, Mujassamah
dan Syi’ah. Karena tindakannya itu, Al-Qusyairy pernah mendekam dalam penjara
selama sebulan lebih, atas perintah Taghrul Bek, karena hasutan seorang menteri
yang beraliran Mu’tazilah yaitu Abu Nasr Muhammad ibn Mansyur al-Kunduri
Ajaran-Ajaran Tasawuf Al Qusyairi
Dalam
karyanya Ar Risalah Al Qusyairiyyah, Al Qusyairi cenderung mengembalikan
tasawuf ke atas landasan doktrin Ahlus Sunnah. Dalam ungkapannya, Al Qusyairi
menolak para sufi syathahi, yang mengesankan terjadinya perpaduan antara
sifat-sifat ketuhanan, khsususnya sifat terdahuluNya, dan sifat-sifat
kemanusiaan, khususnya sifat baharuNya.
Selain
itu dia mengecam keras para sufi yang gemar mempergunakan pakaian orang miskin,
sedangkan tindakan mereka bertentangan dengan pakaian mereka.
Dalam
konteks berbeda, Al Qusyairi mengemukanan suatu penyimpangan lain dari para
sufi, dengan ungkapan pedas.
“Kebanyakan para sufi yang menempuh jalan
kebenaran dari kelompok tersebut telah tiada. Tidak ada bekas mereka yang
tinggal dari kelompok tersebut kecuali bekas-bekas mereka.”
Dalam
hal ini jelaslah bahwa Al Qusyairi adalah pembuka jalan bagi kedatangan Al
Ghazali yang berafiliasi pada aliran yang sama, yaitu Al Asy’ariyyah, yang
nantinya merujuk pada gagasan Al Qusyairi.
d. Al Ghozali
Nama
lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath
Thust Asy Syafi’i Al Ghazali.Dia dipanggil Al Ghazali karena dilahirkan di
Ghazlah. Iran pada yahun 1058 M. Dan meninggal pada tahun 505 H pada usia
54 tahun.
Karya-karyanya
menunjukkan bahwa AL Ghazali merupakan seorang pemikir kelas dunia yang sangat
berpengaruh. Di kalangan Islam sendiri banyak yang menilai bahwa dalam hal
ajaran ia adalah seorang kedua yang paling berpengaruh sesudah rasulullah Saw.
Di
kalangan Kristen abad tenha, pengaruh Al Ghazali merembes melalui filsafat
Bonabentura.Banyak literatur yang menyebutkan tentang jaza-jasa Al Ghazali bagi
peradaban Islam.
Ajaran Tasawuf Al Ghazali
Didalam
tasawufnya, Al Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al Qur-aan dan
sunnah Nabi. Ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al Jamaah. Dari paham
tasawufnya, ia menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang mempengaruhi para
filosof Islam, sekte Ismalilyah, aliran Syi’ah, Ikhwan Ash Shafa. Ia menjauhkan
tasawufnya dari paham ketuhanan Aristoteles seperti emanasi dan penyatuan.
Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa Al Ghazali benar-benar bercorak Islam.
Corak
tasawufnya adalah psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat
dilihat dari karya-karyanya seperti Ihya Ulum Al Din, Minhaj Al Abidin, Mizan
Al Amal, Bidayah Al Hidayah, Mi’raj Al Salikin, Ayyuhal Walad. Oleh sebab itu,
Al Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia Islam. Dialah yang memadkan antara
ketiga keilmuan Islam, yakni tasawuf, fiqih dan ilmu kalam.
Al
Ghazali menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk beroalh rasa dan berolah jiwa,
hingga sampai pada ma’rifat yang membantu menciptakan (sa’adah).
1)
Pandangan Al Ghazali tentang Ma’rifat
Menurut
Al Ghazali, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan pengetahui
peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada. Alat memperoleh ma’rifat
bersandar pada sir, qalb dan roh.
Ma’rifat
seorang sufi tidak dihalangi oleh hijab, sebagaimana ia melihat si Fulan ada di
dalam rumah dengan mata kepala sendiri. Jadi ma’rifat menurut AL
Ghazali adalah ma’rifat yang dibangun atas dasar dzauq rohani dan jasyf ilahi.
Ma’rifat seperti ini dapat dicapai oleh para khawash auliya tanpa melalui
perantara atau langsung dari Allah, sebagaimana ilmu kenabian. Nabi mendapat
ilmu Allah melalui perantara malaikat, sedangkan wali mendapat ilmu melalui
ilham. Namun kedua-duanya sama-sama memperoleh ilmu dari Allah.
2)
Pandangan Al Ghazali tentang As Sa’adah
Menurut
AL Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah
(ru’yatullah). Kenikmatan qalb sebagai alat memperoleh ma’rifat terletak ketika
melihat Allah. Melihat Allah merupakan kenikmatan paling agung yang tiada
taranya karena ma’rifat itu sendiri agung dan mulia.
Kenikmatan
qolb sebagai alat memperoleh ma’rifat terletak ketika melihat Allah. Melihat
Allah merupakan kenikmatan paling agung yang tiada taranya karena ma’rifat itu
sendiri agung dan mulia.Kelezatan dan kenikmatan dunia tergantung pada nafsu
dan akan hilang setelah manusia mati, sedangkan kelezatan dan kenikmatan
melihat Tuhan tergantung pada qalbu dan tidak akan hilang walaupun manusia
sudah mati, hal ini karena qalbu tidak ikut mati, malah kenikmatannya
bertambah karena dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.
B. Tasawuf Amali
- 1.
Pengertian Tasawuf Amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang
penekanannya pada amaliah berupa wirid dan amaliah lainnya. Tasawuf amali atau
hadah, menghapuskan sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan
menghadap total dari segenap esensi diri hanya kepada Alla SWT. Di dalamnya
terdapat kaedah-kaedah suluk (perjalanan tarbiyah ruhaniyah), macam-macam etika
(adab) secara terperinci, seperti hubungan antara murid dengan shaykh, uzlah
dengan khalwah, tidak banyak makan, mengoptimalkan waktu malam, diam,
memeperbanyak zikir, dan semua yang berkaitan dengan kaedah-kedah suluk dan
adab.
Pada
hakikatnya metode kaum shufi ini hanyalah sebuah lanjutan atau pengembangan
dari tasawuf sunni. Dinamakan tasawuf amali karena sisi amal di dalamnya lebih
dominan dari sisi teori.
2.
Istilah-istilah dalam tasawuf amali.
Dilihat
dari tingkatan dan komunitas itu, terdapat beberapa istilah sebagai berikut,
yaitu :
- Menurut
Al- Kalabazi dalam bukunya “At-Ta’arruf li al- Madzhab ahli ash-shaufiyah;
menyatakan bahwa murid yaitu, orang yang mencari pengetahuan dan bimbingan
dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan
usahanya kearah itu, melepas segala kemauannya dengan menggantungkan diri
dan nasibnya kepada iradah Allah.
Murid
dalam tasawuf ada tiga kelas, yaitu :
1)
Mubtadi atau Pemula, yaitu mereka yang baru mempelajari syari’at.
2)
Mutawassith, adalah tingkatan menengah yaitu, orang yang sudah dapat melewati
kelas pemula, telah mempunyai pengetahuan yang cukup dengan syari’at.
3)
Muntahi, adalah tingkat atas atau orang yang telah matang ilmu syari’at sudah
menjalani tarekat dan mendalami ilmu bathiniyah.
- Syekh
yaitu, seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawas murid-murid dalam
segala kehidupanny, penunjuk jalan dan sewaktu-waktu dianggap sebagai
perantara antara seorang murid dengan Tuhannya.
- Wali dan
Quthub , yaitu seseorang yang telah sampai kepuncak kesuucian bathin,
memperoleh ilmu laduni yang tinggi sehingga tersingkap tabir rahasia yang
gaib-gaib. Orang seperti ini akan memperoleh karunia dari Allah dan itulah
yang disebut wali.
Dilihat
dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa
istialah yang khas dalam dunia tasawuf, yaitu : ilmu-lahir dan ilmu-bathin.
Oleh karena itu cara memahami dan mengamalkannya juga harus memiliki aspek
lahir dan aspek batin. Kedua aspek yang terkandung dalam ilmu itu mereka bagi
kepada empat kelompok, yaitu :
1)
Syari’at.
Syari’at
mereka artikan sebagai amalan-amalan lahir yang difardukan dalam Agama, yang
biasanya dikenal sebagai rukun Islam dan segala hal yang berhubungan dengan itu
bersumber dari Al Quran dan Sunnah Rasul.
2)
Tarekat.
Dalam
melakukan syari’at tersebut di atas, haruslah berdasarkan tata cara yang telah
digariskan dalam Agama dan dilakukan hanya karena pengahambaan diri kepada
Allah, karena kecintaan kepada Allah dan karena ingin berjumpa dengan-Nya.
3)
Hakikat.
Secara
lughawi, hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal sesuatu. Dalam
dunia sufi, hakikat diartikan sebagai aspek lain dari syari’at yang bersifat
lahiriyah, yaitu aspek bathiniah. Dengan demikian dapat diartikan sebagai
rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari syari’at dan akhir dari
perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi.
4)
Ma’rifah.
Dari
segi bahasa, ma’rifah berarti pengetahuan atau pengalaman, sedangkan dalam
istilah sufi, ma’rifah itu diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui
hati sanubari.[7]
C. Tasawuf Falsafi
1.
Pengertian Tasawuf Falsafi
Tasawuf
falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan
visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya,yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah
mempengaruhi para tokohnya.
Konsep-konsep
mereka yang disebut dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan
pemikiran-pemikiran filsafat. ajaran filsafat yang paling banyak dipergunakan
dalam analisis tasawuf adalah Paham emanasi neo-Plotinus.
Perbedaan
tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis (العملي ), sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis (النطري ) sehingga dalam konsep-konsep tasawuf
falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis
yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi
orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.
Kaum
sufi falsafi menganggap bahwasanya tiada sesuatupun yang wujud kecuali Allah,
sehingga manusia dan alam semesta, semuanya adalahAllah. Mereka tidak
menganggap bahwasanya Allah itu zat yang Esa, yang bersemayam diatas Arsy.
Dalam
tasawuf falsafi, tentang bersatunya Tuhan dengan makhluknya,setidaknya terdapat
beberapa term yang telah masyhur beserta para tokohnya yaitu ; hulul,wadah
al~wujud, insan kamil, Wujud Mutlak.
2.
Macam-macam tasawuf Falsafi
Hulul
Hulul
merupakan salah satu konsep didalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya
kesatuan antara kholiq dengan makhluk. Paham hululini disusun oleh Al-hallaj
- Wahdah
Al-Wujud
Istilah
wahdah Al-wujud sangat dekat dengan pribadi Ibnu Arabi,sehingga ketika menyebut
pemikiran Ibnu Arabi seakan-akan terlintas tentang doktrin wahdah Al-wujud
sebenarnya wihdatul wujud bukan penyebutan aari ibnu arbai sendiri melainkan
sebutan yang dilontarkan oleh musuh bebuyutannya yaitu Ibnu taimiyah.
2. Ittihad
Pengertian
ittihad sebagaimana disebutkan dalam sufi terminologi adalah; ittihad adalah
penggabungan antara dua hal yang menjadi satu.Ittihad merupakan doktrin yang
menyimpang dimana didalamnya terjadiproses pemaksaan antara dua ekssistensi.
Kata ini berasal dari katawahd atau wahdah yang berarti satu atau tunggal. Jadi
ittihad artinyabersatunya manusia dengan Tuhan.
3. Insan Kamil
Al-jilli
adalah seorang yang sangat terkenal di Baqhdat, riwayat hidupnya tidak banyak
diketahui oleh sejrah tapi yang jelas ajran yang al-jilli ini ialah Insan
kamil. Insan kamil menurut aljilli ialah manusia
4. Wujud al mutlak Ibnu Sab’in
Disamping
para sufi ia juga seorang filosof yang sangat terkenal dari Andalusia, ia
adalah seorang penggagas paham tasawwuf yang lebih dikenal dengan kesatuan
Mutlak
Ibnu
Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah, menyimpulkan bahwa ada empat objek utama
yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain :
- Latihan
rohaniah dengan rasa, instiusi serta introspeksi diri yang timbul darinya.
- Iluminasi
atau hakekat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat – sifat
rabbani, ‘arsy, kursi, malaikat dll.
- Peristiwa
– peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai
bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
- Penciptaan
ungkapan – ungkapan yang pengertiannya sepintas samar – samar
(syatahiyyat).