الْقُدُّوْس
Al Quddus (Maha Suci)
Di antara nama Allah yang mulia
adalah Al Quddus. Nama mulia ini menunjukkan bahwa Allah swt bersih
dari segala kekurangan, aib dan kesalahan. Setiap makhluk bisa merenung dari
nama tersebut dengan ia mensucikan dirinya dari syirik, bid’ah, kemunafikan dan
maksiat. Inilah di antara merenungkan nama dan sifat Allah dalam Al Qur’an.
Pengertian Al Quddus
Yang dimaksud nama Allah ‘Al Quddus’ adalah Dia
bersih dari segala macam kekurangan dan ‘aib serta kesalahan. Artinya Allah
amat jauh dari sifat-sifat jelek dan lebih pantas menyandang sifat-sifat baik
nan mulia.
Dalil Nama Allah Al Quddus
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ
اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ
الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ
عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia,
Raja, Yang Maha Suci (Al
Quddus), Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan,
Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala
Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al
Hasyr: 23).
Dalam ayat lainnya disebutkan,
يُسَبِّحُ
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha
Suci (Al Quddus), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS. Al Jumu’ah: 1).
Yang Menunjukkan Sifat Quddus Allah
Allah terbebas dari anak dan tandingan bagi-Nya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ
الصَّمَدُ (2)
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak
dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”
(QS. Al Ikhlas: 1-4).
Allah juga tidaklah ngantuk dan tidaklah tidur,
sebagaimana disebutkan dalam ayat kursi,
اللَّهُ
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ
عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ
وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ
الْعَظِيمُ
“Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al
Baqarah: 255).
Segala makhluk di langit dan di bumi pun memuji
Allah dan mensucikan-Nya dari berbagai aib dan kekurangan. Sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,
يُسَبِّحُ
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha
Suci (Al Quddus), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS. Al Jumu’ah: 1).
Maka pujilah Allah karena nama dan sifat-Nya yang
sempurna sebagaimana Allah Ta’ala memerintahkan,
قُلِ
ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا
وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا (110) وَقُلِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي
الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا (111)
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah
Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna
(nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu”. Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan
tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang
memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang
sebesar-besarnya.” (QS. Al Isra’: 110-111).
Perenungan Nama Allah “Al Quddus”
Wajib bagi seorang hamba mensucikan Allah.
Bentuknya adalah hendaklah ia menetapkan nama dan sifat bagi Allah sebagaimana
yang Dia tetapkan, begitu pula hendaklah ia menafikan (meniadakan) yang Allah
nafikan, sama halnya ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkannya
dan meniadakannya. Allah Ta’ala berfirman,
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis
binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak
dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syura: 11)
Konsekuensi dalam mengimani nama Allah Al Quddus
adalah membersihkan hati dari kesyirikan, kemunafikan dan riya’, begitu pula
membersihkan lisan dari dusta dan kata-kata kotor, begitu pula menjauhkan dari
pandangan khianat, serta menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah (yang tiada
tuntunan dalam agama). Karena nama Al Quddus berarti mensucikan atau
membersihkan sehingga hal-hal tadi adalah perenungan dari nama
mulia tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا
وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia
biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu
itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.” (QS. Al Kahfi: 110). Ini
adalah perintah agar kita membersihkan amalan dari syirik dan dari amalan tanpa
tuntunan (alias: bid’ah).
Bentuk perenungannya pula dengan dzikir,
pujian dan syukur pada Allah yang dibuktikan dengan amalan sholih dan akhlak
mulia. Sebagaimana para malaikat bertasbih dan mensucikan Allah,
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para
Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Rabb
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.””
(QS. Al Baqarah: 30).
Begitu pula ketika seorang hamba terjerumus dalam
kubangan maksiat, ia bersegera mensucikan dirinya dengan taubat. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah:
222).
Namanya rijs (kotoran) ada dua macam:
(1) Kotoran batin yang ada
dalam hati, seperti syirik, kemunafikan, pelit, hasad (dengki),
dan dusta.
Kotoran seperti ini mesti dibersihkan sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا
التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ
يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ
عَلِيمًا حَكِيمًا
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah
taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang
kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah
taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisa’:
17).
(2) Kotoran lahiriyah yang
nampak dari amalan anggota badan.
Kotoran jenis kedua ini ada dua macam:
(a) Kotoran lahiriyah yang muncul dari hati
seperti keinginan seseorang itu sendiri untuk bermaksiat. Cara membersihkannya
adalah tekad kuat untuk meninggalkannya dan segera menutupi kejelekan dengan
kebaikan, serta menyibukkan diri dengan amalan taat. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقِمِ
الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ
يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ (114)
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (115)
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua
tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Hud: 114-115).
(b) Kotoran lahiriyah berupa maksiat
dalam keadaan dipaksa untuk melakukannya. Cara membersihkannya adalah
membenci maksiat tersebut dari batin, berlepas diri dari maksiat tersebut kala
terlepas dari paksaan, ditambah dengan istighfar. AllahTa’ala berfirman,
مَنْ
كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ
مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ
غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah
dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya
dan baginya azab yang besar.” (QS. An Nahl: 106).
Ingatlah bahwa setiap ketaatan pada Allah dan
Rasul-Nya, itu akan membersihkan hati dan mendatangkan berkah. Sedangkan setiap
maksiat pada Allah dan Rasul-Nya akan mengotori hati dan akan membuat seseorang
merugi.
Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari
kesyirikan, kemunafikan, riya’, dan bersihkanlah lisan kami dari dusta, serta
anggota badan kami dari perbuatan keji, maksiat dan khianat. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui mata yang khianat dan apa yang disembunyikan dalam hati.
Aamiin Ya Mujibbas Saa-ilin.
Wallahul muwafiq ila aqwamitthariq..
Referensi:
Kitab At Tauhid
fii Dhauil Qur-an was Sunnah, Muhammad bin Ibrahim bin
‘Abdullah At Tuwaijiriy, terbitan Dar Ashda’ Al Mujtama’, cetakan pertama,
tahun 1432 H, hal. 231-234
(Sumber: Muslim.co.id)
0 Comments:
Posting Komentar