Menyelami dalamnya lautan ilmu Islam hingga nampak cahaya dan terasa indah dalam sukma

Fi`il Mudhari` Marfu`

Fi`il Mudhari` Manshub

Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar



I.  HADITS
A.       Pengertian Hadits Secara Bahasa
                   Secara bahasa, hadits dapat dimaknai sebagai berikut:
1.       Jadid yang berarti baru lawan dari qadim yang artinya   yang lama. Bentuk jamak dari hadits adalah hidats, hudatsah atau huduts.
2.       Qarib yang berarti dekat, maksudnya yang belum lama terjadi seperti dalam ungkapan:
حَدِيْثُ الْعَهْدِ بالإِسْلاَمِ
(baru masuk Islam)
3.       Khabar yang berarti berita, atau sesuatu yang diperbincangkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Dari makna inilah diambil ungkapan “Hadits Rasulullah”
Ketiga kata di atas, bukan berarti  sesuatu  yang bersifat materi, seperti baru, bukan baru benda, tetapi baru yang berarti situasi atau keadaan seperti kalimat جِئْتُ حديثا (saya baru saja tiba). Demikian juga dua kata yang lainnya yaitu qarib dan khabar, keduanya tidak menunjukkan sifat benda atau materi.
B.       Pengertian Hadits Secara Istilah
Secara istilah, terdapat beberapa pengertian hadits, antara lain pengertian hadits secara umum, pengertian secara terbatas menurut ahli hadits dan pengertian hadits menurut ahli ushul.
 
1.       Menurut ahli hadits
الْحَدِيْثُ مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَوَاءً كَانَ قَوْلاً أَوْ فِعْلاً أَوْ تَقْرِيْرًا أَوْ صِفَةً
Hadis adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi saw, baik yang berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, ataupun sifat
Unsur-unsur definisi hadits di atas terdiri dari:
a.  Rasulullah SAW
b. Perkataan
c.  Perbuatan
d. Persetujuan
e. Sifat (keadaan Rasulullah)
       Oleh sebab itu, disebut hadits apabila penyandarannya secara mutlak kepada Rasulullah.
      Sementara menurut pengertian yang luas, hadits tidak hanya disandarkan kepada Rasulullah, tetapi mencakup perkataan, perbuatan serta taqrir sahabat dan tabi’in. Dari sinilah maka kemudian kita akan membahas macam-macam hadits dilihat dari aspek sumber hadits itu sendiri atau mashadir al-hadits.
2.       Menurut ahli ushul
أَقْوَالُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَفْعَالُهُ وَتَقَاَرِيْرُهُ مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِهِ حُكْمٌ بِنَا
        Perkataan-perkataan Rasulullah SAW., perbuatan-perbuatannya dan persetujuan-persetujuannya yang bersangkut-paut dengan masalah hukum.
              Dari definisi yang diungkapkan oleh ahli ushul terdapat perbedaan yang mendasar dalam menetapkan mana yang termasuk dan yang tidak masuk. Ahli ushul memandang bahwa hadits Nabi adalah apa yang dapat dilakasanakan secara utuh oleh seluruh umat Islam, seperti masalah-masalah kebiasaan Rasulullah atau kebiasaan masyarakat arab dalam berpakaian, bertutur kata dan lain-lain yang tidak mungkin dapat dilaksnakan di luar kultur dan kebiasaannya.

II.                  SUNNAH

Secara etimologis Sunnah yang berasal dari kata sanna yasunnu sannan wa sunnah pada asalnya berarti habitual parctices customary procedure or action ada juga yang memberi arti dengan “jalan setapak, prilaku, praktek, tingkah laku kebiasaaan ataupun tata cara”.
Istilah sunnah secara tidak langsung mengandung arti praktek normatif, atau model perilaku baik dari seseorang atau kelompok tertentu . Artinya dalam konteks ini konsep tersebut mempunyai dua arti yaitu (1) suatu fakta historis mengenai tingkah laku dan (2) kenormatifannya untuk generasi-generasi berikutnya Di dalam al Qur’an, cara Allah bertindak terhadap generasi-generasi lalu juga diistilahkan dengan sunnah yaitu sunnah Allah seperti dalam QS.17:77 yang artinya:
 (kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamudan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu. (QS. Al-Isra: 77)
Sedangkan sunnah generasi terdahulu merujuk pada praktek dan kebiasaan. Sejumlah ayat-ayat al-Qur’an secara jelas menunjukkan bahwa sunnah praktek atau perilaku seperti dalam QS 8:38yang artinya:
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi Sesungguhnya akan Berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ".
Ketika istilah sunnah digunakan dalam kaitannya dengan doktrin atau hukum Islam, ia kemudian merujuk pada praktek-praktek normatif ideal yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang selama hidupnya selalu memiliki otoritas istimewa. Yang menarik untuk dikaji adalah pemahaman konsep sunnah yang setidaknya selama Islam masa pertengahan telah diidentikkan dengan norma-norma praktis atau model tingkah laku yang terkandung dalam hadith menjadi sangat penting karena pada saat yang sama muncul fenomena metodologi keagamaan dalam ketiadaan bimbingan yang hidup dari Nabi dan para sahabat
Konsep Sunnah Pada Masa Rasulullah SAW dan Para Sahabat :
Kalau kita melacak dari sejarah, konsep tentang sunnah tampaknya sudah ada sejak masa Rasulullah SAW. Hal ini dapat kita lihat dari hadith-hadith Nabi Muhammad SAW yang secara eksplisit menyebut kata sunnah seperti:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
 “Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu semua tidak akan tersesat selama berpegang pada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya” (H.R. Imam Malik, No.1395)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ
“Nikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengerjakan sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku dan kawinlah karena aku sangat bangga dengan banyaknya ummat. Barangsiapa yang mempunyai keluasan rezeki hendaklah ia menikah dan barangsiapa belum mendapatkannya maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa merupakan benteng baginya”.
Hadits di atas secara eksplisit menggambarkan bahwa konsep tentang sunnah, yang dalam hal ini adalah bahwa sunnah Nabi sudah ada sejak masa nabi Muhammad SAW, di mana beliau sangat menekankan ummatnya untuk senantiasa mengikuti sunnah-sunnahnya.
Semasa Rasulullah hidup, sunnah mengandung kesesuaian tindakan para sahabat dengan tindakan Rasulullah SAW. Mereka menata kehidupan mereka berdasrkan Qur’an sebgaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Tidak ada hukum tersendiri yang diperlukan untuk mendukung lurusnya tindakan mereka kecuali perkataan dan perilaku Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat masih memiliki al Qur’an, perilaku Rasulullah SAW dan kebiasaan-kebiasaan mereka sendiri yang mereka praktekkan selama beliau masih hidup. Namun di samping sebagai penyampai sunnah rasul merka sekarang juga menjadi penafsir dan pengurainya. Hal ini meluaskan ruang lingkup sunnah dan memberikan kandungan yang baru dalam orbitnya. Persoalan-persoalan baru yang dihadapi oleh para sahabat mendesak mereka untuk memberikan jawaban dengan ijtihad mereka sendiri dengan berdasarkan pada contoh dan suri tauladan yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW kepada mereka. Sebagai cermin dari kehidupan dan perilaku Rasulullah SAW, kelakuan dan pendapat para sahabat lambat laun dipandang sebagai contoh bagi generasi berikutnya. Hal inilah yang kemudian memperluas ruang lingkup sunnah bukan lagi terbatas kepada sunnah rasul akan tetapi juga mencakup sunnah para sahabat. Terdapat beberapa contoh ijtihad yang dilakukan oleh khulafa’ rasyidun yang kemudian menjadi sunnah bagi kaum muslimin sesudahnya.

III.      KHABAR
                 Khabar secara bahasa ialah warta atau berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain. Kata      khabar       adalah bentuk tunggal yang jamaknya adalah akhbar. Sinonim kata khabar adalah naba’. Sedangkan orang yang banyak memberikan berita disebut khabir.
Adapun pengertian khabar secara istilah adalah:
الْخَبَرُ مَا جَاءَ عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ عَنْ غَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِهِ أَوِ التَّابِعِيْنَ أَوْ تَابِعِ التَّابِعِيْنَ أَوْ مَنْ دُوْنَهُمْ
Khabar adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi saw ataupun yang lainnya, yaitu  shahabat beliau,  tabi’in, tabi’ tabi’in, atau generasi setelahnya.
                Memperhatikan definisi di atas, maka setiap berita yang datang dari selain Nabi dapat disebut khabar, oleh sebab itu kembali kepada pengertian hadits secara luas, maka hadits pun tidak hanya yang datang dari Nabi.

IV.                ATSAR
Secara bahasa atsar berarti bekas atau dampak sesuatu, atau sesuatu yang diambil atau diikuti dari jejak-jejak terdahulu. Seperti doa-doa atau wirid-wirid yang diambil dari kebiasaan Rasulullah yang kemudian dikenal dengan al-ma’tsurat (dari kata atsar)
Secara istilah atsar didefinisikan sebagai berikut:
الأَثَرُ مَا جَاءَ عَنْ غَيْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الصَّحَابَةِ أَوِ التَّابِعِيْنَ أَوْ تَابِعِ التَّابِعِيْنَ أَوْ مَنْ دُوْنَهُمْ
Atsar adalah segala yang datang selain dari Nabi saw, yaitu dari shahabat, tabi’in, atau generasi setelah mereka.    
 
V.                  HUBUNGAN ANTARA HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR

Dengan memperhatikan semua definisi yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, maka hubungan antara keempat istilah tersebut adalah sangat erat. Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa keempat istilah tersebut adalah sinonim (muradif).
Walaupun memiliki kemiripan makna, tetapi tentu saja keempat istilah tersebut memiliki spesifikasi makna sendiri-sendiri. Untuk menelusuri lebih jauh hubungan keempat istilah di atas, paling tidak, ada tiga pendekatan, yaitu sumber, sifat dan relasi (kedekatan)
1    Dilihat dari aspek sumber, hadits dan sunnah bersumber dari Rasulullah SAW, sedangkan khabar dan atsar bersumber baik Nabi maupun yang lainnya.
2   Dilihat dari sifatnya, hadits dan khabar merupakan formulasi informasi, hadits berupa informasi yang bersifat khusus sedangkan khabar adalah  informasi yang bersifat umum.  Sedangkan sunnah dan atsar merupakan praktek kehidupan secara praktis. Sunnah bersifat khusus sedangkan atsar merupakan praktek kehidupan yang lebih umum.
Dilihat dari aspek relasi, hadits dan khabar lebih dekat hubungannya  karena keduannya berupa informasi. Sunnah dekat dengan atsar, karena keduanya berupa action dan tindakan praktis. 

 (Sumber: Pendidikan Agama Islam-Al-Quran Hadits, Prof. Dr. H. Moh.Matsna. MA.Karya Toha Putra;Semarang 2010)
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Latest Posts

Back to Top

Recent Posts

default
Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Cari Blog Ini

Blog Archive


CAHAYA ISLAM

Join & Follow Me

Recommend us on Google!

Postingan Populer

Sepakbola GP

Blog Archive