Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan
berbagai ciri dan sifat. Salah satu diantaranya adalah ia merupakan kitab yang
keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.
“Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu
lahafizhun” (sesungguhnya kami yang menurunkan Al-Quran dan
kamilah pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas
dasar kemaha kuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan
oleh mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat diatas,
setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran
tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw.,
dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat nabi saw.
Tetapi dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain ? dan, dapatkah
bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan
jaminan Allah diatas ? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan diatas.
Bukti-bukti dari Al-Quran sendiri.
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat rasyad Khalifah, mengemukakan bahwa
didalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan keotentikannya.
Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surat dalam Al-Quran
adalah jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima Rasullulah saw. Tidak
berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh
Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan sejumlah huruf-huruf
B(i)sm All(a)h
Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him. (Huruf a dan
i dalam kurung tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab). Kata Ism terulang
sebanyak 19 , Allah sebanyak 2698 sama dengan 142 X 19, sedangkan
kata Al-Rahman sebanyak 57 atau 3 X19 dan Al-Rahim sebanyak 114
atau sama dengan 6 X 19.
·
Huruf (qaf) yang merupakan
awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali atau 3 X 19
·
Huruf-huruf (Kaf),
(ha’), (ya’), (‘ayn), (shad) dalam surat Maryam, ditemukan sebanyak 798
kali atau 42 X 19
·
Huruf (nun) yang memulai
surat yang memulai surat Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19
·
Kedua huruf (Ya’)
dan (Sin) pada
surat Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19.
·
Kedua huruf (Tha’) dan (ha’)
pada surat
Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 atau 18 X 19
·
Huruf-huruf (ha’) dan (mim) yang terdapat
pada keseluruhan surat yang dimulai dengan kedua huruf ini, ha’ mim, kesemuanya
merupakan perkalian dari 114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2166
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran,
oleh Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti leotentikan Al-Quran. Karena,
seandainya ada ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan
kalimatnya dengan kata atau kalimat lain, maka tentu perkalian-perkalian
tersebut akan menjadi kacau. Angka 19 merupakan perkalian dari jumlah-jumlah
yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran sendiri, yakni yang termuat
dalam surat Al-Muddatssir ayat 30 yang turun dalam konteks ancaman terhadap
seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran.
Bukti-bukti
Kesejarahan
Al-Quran
Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut sementara
Ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh
dua hari. Ada
beberapa faktor yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian
otentisitas Al-Quran, yaitu :
1.
Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya
Al-Quran, adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu,
satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab –
bahkan sampai kini – dikenal sangat kuat.
2.
Masyarakat Arab – Khususnya pada masa turunnya
Al-Quran – dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja, kesederhanan
ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah
ketajaman pikiran dan hafalan.
3.
Masyarakat Arab sangat gandrung lagi
membanggakan kesusastraan, mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam
bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
4.
Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi
keindahaan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orang mukmin,
tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menhyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum
musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat
Al-Quran yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslim disamping mengagumi
keindahan bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya, serta menyakini bahwa
ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
5.
Al-Quran, demikian pula Rasul saw.,
menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari
Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.
6.
Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan
mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Di samping itu, ayat-ayat Al-Quran turun
sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses
penghafalan.
7.
Dalam Al-Quran, demikian pula hadist-hadist
Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu
bersikat teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita – lebih-lebih kalau berita
tersebut merupakan firman Allah atau sabda Rasul-Nya.
Faktor-faktor diatas menjadi penunjang terpeliharanya dan dihafalkannya
ayat-ayat Al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang
menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Rasulullah saw. Yang
menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam peprangan Yamamah, yang terjadi beberapa
saat setelah wafatnya Rasul saw. Telah gugur tidak kurang tujuh puluh orang
penghafal Al-Quran. Walaupun Nabi saw. Dan para sahabat menghafal ayat-ayat
Al-Quran, namun untuk menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau
tidak hanya menggandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah
menginformasikan bahwa setiap ada ayat turun, Nabi saw, lalu memanggil
sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang
baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat
dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dipelepah kurma, batu,
kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan
rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk kitab pada masa pemerintahan Khalifah Abu
Bakar r.a. atau usul Umar ibn Al-Khaththab, yang menunjuk Zaid ibn Tsabit
sebagai ketua tim penyusunan Al-Quran. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada
seluruh kaum muslimin untuk membawa naskah tulisah ayat Al-Quran yang mereka
miliki ke Masjid Nabawi.Naskah yang diterima harus memenuhi dua syarat yaitu :
1.
Harus sesuai dengan hafalan para sahabat.
2.
Tulisan tersebut benar-benar adalah tulisan
atas perintah dan ditulis dihadapan Nabi saw. Untuk membuktikan syarat kedua
harus adanya dua orang saksi mata.
Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa
Al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda
sedikitpun dengan apa yang diterima dan dibaca Rasulullah saw lima belas abad
yang lalu.
0 Comments:
Posting Komentar