KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya makalah yang merupakan
Tugas Hari Raya(THR) mata pelajaran AlQuran Hadits dengan judul “Kejahilan
Terhadap Agama”.
Saya ucapkan pula terima kasih
kepada guru pengampu mata pelajaran Al-Quran Hadits, Ustad Budi Yahya
Haerudin (Ustad Buya), yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada saya,
sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah yang telah saya susun ini
berisi tentang seluk-beluk kejahilan-kejahilan atau kebodohan umat terhadap
agamanya sendiri. Islam sebagai agama yang sempurna, memperhatikan banyak aspek
kehidupan. Hal ini pula ditenkankan pada pendalaman-pendalaman faedah islam
pada jati diri umat muslim di dunia. Kebodohan sesungguhnya
bukan sifat yang selalu melekat pada manusia dalam setiap kondisinya. Tetapi
ada bentuk kebodohan yang melekat pada manusia sebagai akibat dari perbuatannya
sendiri yaitu kelalaian. Dalam upaya menghilangkan kebodohan tersebut maka
dibutuhkannya sebuah cahaya pembenaran, yaitu sebuah pengetahuan.
Akhirnya
saya selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, sehingga
makalah ini bisa mencapai pada tingkat yang lebih baik. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Gorontalo, 1 Agustus 2013
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
2.
Rumusan Masalah
3.
Tujuan
Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengartian Agama
Islam dan Ruang Lingkupnya
a.
Pengertian
Agama Islam
b.
Ruang Lingkup
Ajaran Islam
2.
Kebodohan dalam
Beragama
3.
Bentuk-bentuk
Kebodohan
a.
Kebodohan
Terhadap Manhaj Salaf
b.
Kebodohan
terhadap posisi akal sehat dalam agama
c.
Kebodohan
terhadap petunjuk dalil
d.
Kebodohan
terhadap maqashid syariah
e.
Kebodohan
terhadap kebodohan diri
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kebodohan termasuk sebab kesesatan yang paling besar, tidak sebatas sesat
diri namun menyesatkan orang lain. Bahaya kebodohan, lebih-lebih pada seseorang
yang diikuti, dipaparkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
hadits Abdullah bin Amru berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ
مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ
يُبْقِ عَالِماً اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوساً جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوا
بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضّلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari manusia secara langsung,
akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga ketika Dia
tidak menyisakan seorang ulama, orang-orang mengangkat para pemimpin yang
bodoh, mereka ditanya lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, akibatnya mereka sesat
dan menyesatkan.” (Muttafaq alaihi, al-Bukhari dan Muslim).
Untuk itu, perlu adanya penjabaran tentang Bentuk-bentuk
kebodohan dalam agama yang berbahaya.
2.
Rumusan Masalah
a.
Pengertian Agama Islam dan ruang lingkupnya.
b.
Kebodohan dalam beragama.
c.
Bentuk-bentuk kebodohan.
3.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui pengertian Agama Islam dan ruang
lingkupnya.
b.
Untuk memahami kebodohan dalam beragama.
c.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk kebodohan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN AGAMA
ISLAM DAN RUANG LINGKUPNYA
a.
Pengertian Agama Islam
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama
sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan
agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya
meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada
suatu agama pun yang diterima selain Islam.
Allah ta’ala
berfirman,
الْخَاسِرِينَ
وَمَن
يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ
مِنَ
“Dan barang siapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan
pernah diterima darinya dan di akhirat nanti dia akan termasuk orang-orang yang
merugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)
Allah ta’ala
mewajibkan kepada seluruh umat manusia untuk beragama demi Allah dengan memeluk
agama ini. Allah berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Katakanlah:
Wahai umat manusia, sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah bagi kalian semua,
Dialah Dzat yang memiliki kekuasaan langit dan bumi, tidak ada sesembahan yang
haq selain Dia, Dia lah yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kalian
kepada Allah dan Rasul-Nya seorang Nabi yang ummi (buta huruf) yang telah beriman
kepada Allah serta kalimat-kalimat-Nya, dan ikutilah dia supaya kalian
mendapatkan hidayah.” (QS. Al A’raaf: 158)
Di dalam Shahih Muslim terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari
jalur Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda yang artinya, “Demi Zat yang jiwa
Muhammad berada di tangannya. Tidaklah ada seorang manusia dari umat ini yang
mendengar kenabianku, baik yang beragama Yahudi maupun Nasrani lantas dia
meninggal dalam keadaan tidak mau beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan
dia pasti termasuk salah seorang penghuni neraka.”
Hakikat beriman kepada Nabi adalah dengan cara membenarkan apa yang
beliau bawa dengan disertai sikap menerima dan patuh, bukan sekedar pembenaran
saja. Oleh sebab itulah maka Abu Thalib tidak bisa dianggap sebagai orang yang
beriman terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun dia
membenarkan ajaran yang beliau bawa, bahkan dia berani bersaksi bahwasanya
Islam adalah agama yang terbaik.
Agama Islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang diajarkan
oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebih istimewa
dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa
diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun. Allah
ta’ala berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَأَنزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ
الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab dengan benar sebagai
pembenar kitab-kitab yang terdahulu serta batu ujian atasnya.” (QS. Al
Maa’idah: 48)
Maksud dari pernyataan Islam
itu cocok diterapkan di setiap masa, tempat dan masyarakat adalah dengan
berpegang teguh dengannya tidak akan pernah bertentangan dengan kebaikan umat
tersebut di masa kapan pun dan di tempat manapun. Bahkan dengan Islamlah
keadaan umat itu akan menjadi baik. Akan tetapi bukanlah yang dimaksud dengan
pernyataan Islam itu cocok bagi setiap masa, tempat dan masyarakat adalah Islam
tunduk kepada kemauan setiap masa, tempat dan masyarakat, sebagaimana yang
diinginkan oleh sebagian orang.
Agama Islam adalah agama yang benar. Sebuah agama yang telah mendapatkan
jaminan pertolongan dan kemenangan dari Allah ta’ala bagi siapa saja yang
berpegang teguh dengannya dengan sebenar-benarnya. Allah ta’ala berfirman,
“Dia lah Zat yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa Petunjuk
dan Agama yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama-agama yang ada,
meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS. Ash Shaff: 9)
Agama Islam adalah ajaran yang mencakup akidah/keyakinan dan
syariat/hukum. Islam adalah ajaran yang sempurna, baik ditinjau dari sisi
aqidah maupun syariat-syariat yang diajarkannya:
1. Islam
memerintahkan untuk menauhidkan Allah ta’ala dan melarang kesyirikan.
2.
Islam
memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang dusta.
3.
Islam
memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang aniaya.
4.
Islam
memerintahkan untuk menunaikan amanat dan melarang berkhianat.
5.
Islam
memerintahkan untuk menepati janji dan melarang pelanggaran janji.
6.
Islam
memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan melarang perbuatan
durhaka kepada mereka.
7.
Islam
memerintahkan untuk menjalin silaturahim (hubungan kekerabatan yang terputus)
dengan sanak famili dan Islam melarang perbuatan memutuskan silaturahim.
8.
Islam
memerintahkan untuk berhubungan baik dengan tetangga dan melarang bersikap buruk
kepada mereka.
Secara umum dapat dikatakan bahwasanya Islam memerintahkan semua akhlak
yang mulia dan melarang akhlak yang rendah dan hina. Islam memerintahkan segala
macam amal salih dan melarang segala amal yang jelek. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
وَالْبَغْيِ
ونَ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, ihsan dan memberikan
nafkah kepada sanak kerabat. Dan Allah melarang semua bentuk perbuatan keji dan
mungkar, serta tindakan melanggar batas. Allah mengingatkan kalian agar kalian
mau mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
b.
Ruang Lingkup Ajaran Islam
Ruang lingkup ajaran islam meliputi
tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak.
1)
Aqidah
Aqidah
arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah
menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan
maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan
meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama
sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman
kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada
Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.
2)
Syari’ah
Syari’ah
arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam
seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut
ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam
seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat,
zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus
yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam
al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
· Munakahat (perkawinan), termasuk di
dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat
· Tijarah (hukum niaga) termasuk di
dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.
· Hudud dan jinayat keduanya merupakan
hukum pidana islam
Hudud ialah hukum bagi tindak
kejahatan zina, tuduhan zina, merampok, mencuri dan minum-minuman keras.
Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan pembunuhan, melukai
orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan, dalam tinayat berlaku
qishas yaitu “hukum balas”
· Khilafat (pemerintahan/politik
islam)
· Jihad (perang), termasuk juga soal
ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).
· Akhlak/etika
Akhlak adalah berasal dari bahasa
Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti
bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur tingkahlaku
perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa
seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan fikiran”.
Akhlak ini
meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri,
kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.
Dalam Islam selain akhlak dikenal
juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3).
Jadi, etika
adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya dengan
sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan
itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.
Etika harus
dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan
bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak
kecil akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak
perempuan dibiasakan menggunakan berpakaian berciri khas perempuan
seperti jilbab sedangkan laki-laki memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika
berpakai sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Ahsab di atas.
2.
KEBODOHAN
dalam BERAGAMA
Bentuk kemiskinan ada dua macam, yaitu miskin iman dan miskin material. Demikian pula
kebodohan ada dua macam, yaitu kebodohan dalam beragama dan kebodohan dalam
hal dunia. Dua masalah ini memiliki hubungan konotasi yang sangat erat,
kemiskinan bisa menimbulkan kebodohan sebaliknya kebodohan bisa menyebabkan
kemiskinan.
Allah mengutus Rasullah shalallahu ’alaihi wasalam untuk menupas kebodohan dalam beragama
terlebih khusus dalam masalah keyakinan. Karena keyakinan sangat menentukan
seseorang tersebut dalam menjalankan tugasnya di dunia sebagai khalifah di muka
bumi ini.
Orang-orang Quraisy disebut sebagai orang jahiliyah, bukan karena bodoh dalam hal ekonomi, tetapi karena bodoh dalam beragama.
Orang-orang Quraisy disebut sebagai orang jahiliyah, bukan karena bodoh dalam hal ekonomi, tetapi karena bodoh dalam beragama.
Allah menyebutkan dalam surat al
Quraisy mereka telah memiliki sistem perdangan lintas negara yaitu syam dan
Yaman.
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ
رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2) فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (3)
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ (4) [قريش/1-4]
”Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan.” (QS.
Quraisy: 1-4)
Sabda Rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam:
((فوالله
لا الفقر أخشى عليكم ولكن أخشى عليكم أن تبسط عليكم الدنيا كما بسطت على من كان
قبلكم فتنافسوها كما تنافسوها وتهلككم كما أهلكتهم)) متفق عليه.
عن عائشة رضي
الله عنها : أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول ((اللهم إني أعوذ بك من شر
فتنة الغنى وأعوذ بك من فتنة الفقر)). متفق عليه.
Diantara sebab kemiskinan
material adalah kemiskinan dalam keimanan, sebagaimana Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ
الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
[الأعراف/96]
“Jikalau Sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ
يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ
جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا [الطلاق/2، 3]
”…Dia akan Mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan
Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا [الطلاق/4]
”Darang -siapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4)
Kebodohan dalam beragama bisa
menyebabkan kemiskinan dibawah ini beberapa contoh:
1. Perayaan pembuangan sesajian dengan biaya yang cukup lumayan
besar.
2. Pelaksanaan tahlilan bagi seseorang yang meninggal.
3. Biaya operasional untuk penupasan berpagai penyakit masyarakat
seperti narkoba, judi dan pergaulan bebas.
4. Biaya pembelian rokok dan subsidi pengaobatannya.
5. Aliran dan pemahaman sesat yang memfaatkan untuk mengeruk
keuntungan duniawi.
Diantara sebab kemiskinan yang
lain adalah sifat malas dan lemahnya sifat tawaakal dalam tubuh kita,
sebagaimana dalam sabda rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam :
عن عمر يقول
سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول (لو أنكم توكلتم على الله حق توكله.
لرزقكم كما يرزق الطير . تغدثو خماصا وتروح بطانا( رواه الترمذي وابن ماجه وقال
الترمذي: هذا حديث حسن صحيح.
Dalam hal menupas kebodohan dalam
Islam, ayat yang pertama sekali diturunkan Allah memerintahkan untuk belajar
dan menuntut ilmu:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ
مَا لَمْ يَعْلَمْ (5) [العلق/1-5]
”Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-’Alaq: 1-5)
·
Allah
mengangkat orang-orang yang berilmu sebagai saksi bahwa tiada yang berhak
diibadati kecuali Allah semata.
Allah swt memuji orang-orang
berilmu dalam firmanNya yang mulia:
{شَهِدَ
اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ
قَائِماً بِالْقِسْطِ} (آل عمران: 18)
“Allah menyatakan bahwasanya
tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan.
Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Ali
Imran: 18)
·
Mencari
ilmu yang bermamfat adalah perintah Allah kepada Nabi yang paling mulia dan
penghulu segala rasul, yaitu Nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana Allah perintahkan
Nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu berdo’a supaya ilmunya
ditambah Allah, disebutkan Allah dalam firmanNya yang mulia;
{وَقُلْ
رَبِّ زِدْنِي عِلْماً} (طـه: 114)
“Katakanlah (wahai Muhammad):
Ya tuhanku !, tambahlah ilmuku”.
·
Allah
memuji Orang yang berilmu, bahwa mereka adalah hamba yang paling takut kepada
Allah.
Sebagaimana yang terdapat dalam
firman Allah yang mulia ;
{إِنَّمَا
يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ} (فاطر: 28)
“Sesungguhnya yang paling takut
kepada Allah diantara hamba-hambaNya adalah para ulama”.
·
Allah
mengangkat derajat orong-orang yang berilmu di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana yang Allah sebutkan
dalam firmanNya.
{ يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ}(المجادلة: 11)
“Allah mengangkat derajat
orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang diberi ilmu (diangkat lagi)
beberapa derajat”.
Keutamaan ilmu dalam As Sunnah
Banyak hadits-hadits yang
menerangkan tentang keutamaan ilmu, namun dalam tulisan singkat ini kita
sebutkan beberapa hadits saja.
Dinyatakan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abu darda’ Ra. Ia berkata; aku mendengar Rasulullahsallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((من سلك طريقا يبتغي
فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة وإن الملائكة لتضع أجنحتها رضاء لطالب
العلم وإن العالم ليستغفر له من في السماوات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء
وإن فضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب إن العلماء ورثة الأنبياء
إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذ به أخذ بحظ
وافر)).
“Barangsiapa yang menempuh
jalan untuk mencari ilmu, Allah telah membentangkan baginya jalan kesurga,
sesungguhnya para malaikat meletakan sayap-sayap mereka (dengan) penuh
keredhaan bagi penuntut ilmu, sesungguhnya penghuni langit dan bumi sekalipun
ikan dalam air memohon ampunan untuk seorang alim, sesungguhnya keutamaan
seorang alim diatas seorang ahli ibadah seperti keutaman (cahaya) bulan purnama
atas (cahaya) bintang-bintang, sesungguhnya para ulama adalah pewaris para
nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi mereka
mewariskan ilmu, barangsiapa yang mengambilnya berarti ia telah mendapat bagian
yang cukup banyak”. (Hadits hasan lihgairihi, dirwayatkan
oleh; At Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah, dll).
·
Ilmu
adalah salah satu amalan yang tidak terputus pahalanya, sekalipun tulang belulang pemiliknya telah hancur ditelan
tanah namun pahala ilmunya yang diajarkannya tetap mengalir.
Sebagaimana yang dinyatakan
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya;
((إذا مات ابن آدم
انقطع عمله إلا من ثلاثة ؛ إلا من صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو
له)).
“Apabila anak adam meninggal
terputuslah segala amalannya, kecuali tiga bentuk; sadaqah jariyah, ilmu yang
bermamfaat, dan do’a anak yang sholeh”. (H. R Muslim).
·
Ilmu
adalah pintu untuk segala kebaikan, baik di
dunia maupun di akhirat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini:
(( من
يرد الله به خيرا يفقهه في الدين))
“Barangsiapa yang dikehendaki
oleh Allah untuk kebaikan, Allah (berikan) pemahaman kepanya dalam agama”. (H.R Bukhari dan Muslim).
3.
BENTUK-BENTUK
KEBODOHAN dalam BERAGAMA
a.
Kebodohan terhadap manhaj salaf
Manhaj
beragama yang benar adalah manhaj salaf, berdasarkan sanjungan Allah Ta’ala
kepada mereka dalam beberapa ayat dan tazkiyah Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam kepada mereka, di tambah bukti historis yang
menunjukkan bahwa kehidupan agama dan dunia mereka adalah yang terbaik, karena
kebenaran cara beragama mereka. Pada saat generasi berikut atau orang-orang
yang hadir sesudah mereka, mengikuti jejak mereka, maka generasi tersebut
selalu berjalan di atas jalan kebenaran, namun tatkala mereka mulai
meninggalkannya dan mengambil cara-cara beragama lainnya, kehidupan beragama
dan dunia mereka mengalami kemunduran dan perpecahan. Generasi berikut tidak
mengikuti jalan salaf shalih disebabkan, salah satunya, oleh kebodohan mereka
terhadap manhaj ini.
b.
Kebodohan terhadap posisi akal sehat dalam agama
Benar,
akal mempunyai nilai urgensi sendiri dalam Islam, di mana ia merupakan manath taklif, salah
satu syarat pembebanan, tanpanya tidak ada pembebanan syariat, namun hal ini
tidak berarti bahwa akal bisa melancangi wahyu, karena keterbatasannya dan
keunggulan wahyu, dari sini bila ada dugaan –saya katakan dugaan, karena
sebenarnya tidak ada- pertentangan, maka akal harus mengikuti wahyu, bukan
malah dijadikan sebagai timbangan bagi wahyu. Bila hal ini dibalik, di mana
akal menjadi titik timbang wahyu maka yang terjadi adalah kesesatan yang
bermula dari kebodohan terhadap posisi akal dalam agama.
c.
Kebodohan terhadap petunjuk dalil
Said bin Mansur
meriwayatkan dari Ibrahim at-Taimi berkata, suatu hari Umar menyendiri, dia
berkata kepada dirinya sendiri, “Bagaimana umat ini berselisih sementara
Nabinya satu?” Maka dia mengundang Ibnu Abbas, Umar bertanya, “Bagaimana umat
ini berselisih sementara Nabinya satu dan kiblatnya satu?” Ibnu Abbas menjawab,
“Wahai Amirul Mukminin, al-Qur`an diturunkan kepada kami lalu kami membacanya
dan kami mengetahui pada apa ia diturunkan, lalu setelah kita muncul
orang-orang yang membaca al-Qur`an dan tidak mengetahui pada apa ia diturunkan,
sehingga masing-masing orang mempunyai pendapat, bila sudah demikian maka
mereka akan berselisih.”
d.
Kebodohan terhadap maqashid syariah
Dan kebodohan ini biasanya
terjadi pada orang-orang yang ilmunya dangkal, sehingga dia tidak mampu
memperhatikan dalil-dalil secara general dan komprehensif yang darinya dia
mampu menetapkan suatu hukum secara proporsional. Saat hal ini tidak dilakukan
karena ketiadaan ilmu, maka yang terjadi adalah ketimpangan dalam menarik
kesimpulan dan hukum terhadap sesuatu.
Ambil Khawarij sebagai
contoh, apa yang saya katakan terbukti pada mereka, Ibnu Umar berkata, “Mereka
adalah makhluk Allah terburuk. Mereka mengambil ayat-ayat untuk orang-orang
kafir dan menerapkannya atas orang-orang mukmin.” Hal ini tidak lain karena
mereka tidak melihat secara komprehensif, hanya memandang dari satu sudut saja,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam telah menyifati mereka bahwa mereka adalah
orang-orang yang membaca al-Qur`an namun tidak melewati tenggorokan mereka,
artinya –wallahu a’lam- mereka tidak memahami karena al-Qur`an hanya sampai di
tenggorokan mereka saja, tidak menyentuh hati yang menjadi titik pemahaman,
hanya terbatas pada suara dan bunyi yang tidak membedakan antara orang-orang
yang paham dengan orang-orang yang tidak paham.
e.
Kebodohan terhadap kebodohan diri
Akibatnya dia merasa
bahkan yakin di atas kebenaran, padahal perasaan atau keyakinan di atas
kebenaran bukan berarti memang di atas kebenaran. Hal ini rumit, pemiliknya
sulit meninggalkannya, karena dia tidak menyadari kebodohannya bahkan dia
menyangka itulah ilmu, bahkan membodohkan orang lain. Akibatnya mereka akan
terus di atas kesesatan tanpa menyadarinya, setan menjadikan apa yang mereka
lakukan dan apa yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran yang indah.
“ “Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari
Rabbnya sama dengan orang yang setan menjadikannya memandang baik perbuatannya
yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (Muhammad: 14).
“ “Maka apakah orang yang dijadikan setan menganggap baik
pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik sama dengan orang
yang tidak ditipu oleh setan) ? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendakiNya dan menunjuki siapa yang dikehendakiNya; maka janganlah dirimu
binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat.” (Fathir: 8). Wallahul Musta’an.
Dari Manahij Ahlil Ahwa` wal Iftiraq
wal Bida’, Dr. Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql.
BAB III
KESIMPULAN
Islam adalah agama yang sempurna. Islam adalah
agama satu-satunya yang diridhoi Allah SWT.
Agama inilah yang Allah tetapkan sebagai penutup agama-agama
sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya
Keterpurukan umat kini telah jelas di depan mata. Mereka
beriman, mereka berislam, tapi pengertian mereka hanya sebatas “tahu”. Bukannya
mengerti dan memahami secara menyeluruh. Kebodohan dapat diberantas dengan
ilmu. Dengan mengetahui bentuk-bentuk kebodohan, kita dapat menjaga diri
sendiri dan orang lain dari kesesatan beragama.
Kemiskinan
bisa menimbulkan kebodohan, sebaliknya kebodohan bisa
menyebabkan kemiskinan. Penerapan ini biasa terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kehidupan dimana mereka miskin pengetahuan tentang agama, yang kemudian
berimbas pada kebodohan mereka dalam beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Alimusri Semjan, DR. M.A. Artikel www.dzikra.com. http://dzikra.com/memerangi-kemiskinan-dan-kebodohan/.(12
Agustus 2013)
Penulis: Putri Rizki Musthafa, Siswi Kelas XII IPA 2, MAN Insan Cendekia Gorontalo.
0 Comments:
Posting Komentar